PELUIT tanda dimulainya acara gerak jalan di Lapangan Gajayana, Malang, Jawa Timur, telah ditiup Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Amien Rais dari atas panggung. Meski demikian, sejumlah ibu dan remaja putri tetap berkerumun di sekitar panggung. Bunyi peluit tidak menggerakkan ibu-ibu dan remaja putri itu untuk memulai gerak jalan. Mereka tidak mau beranjak sebelum mendapat giliran bersalaman dengan Amien Rais.
Di antara kerumunan ibu-ibu dan remaja putri itu, tampak seorang ibu hamil. Sambil meletakkan tangan kirinya di perutnya yang membesar, ia meraih tangan Amien Rais untuk dicium. Sebelum memulai gerak jalan, ia meminta nama kepada Amien Rais untuk anak yang dikandungnya. Karena tergesa-gesa, Amien Rais menyebut nama salah seorang anaknya. Karena kerap terjadi, protes dari anaknya lantas muncul karena namanya dibagi-bagikan begitu saja.
Protes anak calon presiden tersebut dapat disimak di website resmi Amien Rais yang telah dipersiapkan matang dan cukup lama untuk kampanye pencalonan dirinya sebagai presiden dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2004. Banyak cerita unik dan lebih manusiawi mengenai sosok Amien Rais yang dikenal serius di website tersebut.
Menurut Edy Kuscahyanto, koordinator redaksi di The Amien Rais Center yang mengelola website tersebut, website yang diluncurkan pada 9 April 2000 tersebut terutama dimaksudkan untuk kepentingan pencalonan dan pemenangan Amien Rais sebagai presiden. "Fokus website ini adalah untuk pemenangan Amien Rais sebagai presiden dalam Pemilu 2004," ujarnya.
Calon presiden lain yang memanfaatkan jaringan Internet untuk sarana kampanye pemenangan pemilunya adalah Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdurrahman Wahid. Website resmi yang digarap serius sejak tahun 2002 ini menampilkan sosok Gus Dur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid, secara lebih intens dan menyeluruh.
Dalam paparan mengenai biografi, misalnya, dipaparkan sejumlah hal yang selama ini tidak diketahui khalayak secara umum. Setelah membaca paparan dalam website dengan dominasi warna hijau tersebut, orang mungkin baru tahu bahwa nama lengkap Gus Dur adalah Abdurrahman Addakhil. Dalam website itu dijelaskan nama Addakhil yang merupakan pilihan KH Wahid Hasyim, ayahnya. Nama itu diambil Wahid Hasyim dari seorang perintis Dinasti Umayyah yang telah menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol.
Membutuhkan humor-humor segar khas Gus Dur, website ini juga menampilkannya dalam kumpulan anekdot. Kumpulan anekdot pernah diujarkan Gus Dur ketika menjabat sebagai Presiden RI dan mampu mengocok perut pendengarnya.
Tidak hanya sejumlah calon presiden yang ramai-ramai memanfaatkan jaringan Internet untuk melakukan kampanye dan pendekatan kepada calon pemilih. Sejumlah partai politik peserta Pemilu 2004 juga menggunakan media yang dapat diakses sepanjang hari ini sebagai medium. Akhir tahun lalu Partai Golongan Karya (Golkar) meluncurkan website resmi mereka yang, tentu saja, dominan dengan warna kuning.
Foto Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung sedang berkampanye di atas mobil tampil dominan begitu website dibuka. Di ujung bawah tampilan muka website ini terpampang banner bertuliskan "Siap Menghadapi Pemilu 2004 dengan Dukungan Teknologi Informasi".
Langkah memanfaatkan jaringan Internet juga dilakukan partai politik lain. Tidak hanya membangun website, beberapa partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang umumnya beranggotakan kalangan muda memanfaatkan mailing list (milis) untuk berkomunikasi dan menyosialisasikan kegiatan dan program partai. MEREKA yang berupaya berkampanye melalui jaringan Internet sadar betul bahwa populasi pengguna Internet di Indonesia masih sangat kecil.
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2004, hanya sekitar delapan juta pengguna Internet. "Ini artinya hanya empat persen dari total penduduk Indonesia yang sekitar 200 jutaan orang," ujar JH Wenas, calon anggota legislator PKB, yang memilih strategi kampanye melalui jaringan Internet.
Pilihan Wenas menggunakan jaringan Internet untuk kampanye didasarkan pada sebaran pengguna Internet yang terkonsentrasi pada titik-titik di mana infrastruktur telekomunikasi relatif memadai, yaitu di kota besar seperti Jakarta. "Dari titik pandang konteks daerah pemilihan (DP) saya, yaitu DP I DKI Jakarta, pilihan strategi kampanye saya menggunakan jaringan Internet menjadi relevan," ujar Wenas yang mengaku tidak memiliki cukup "gizi" untuk berkampanye secara konvensional.
Namun, terlepas dari hal itu, kampanye menggunakan jaringan Internet, apakah melalui website, milis, maupun distribusi e-mail one-to-many seperti yang dilakukan Wenas, tidak bisa dipisahkan dari fakta adanya segmentasi publik sasaran. "Harus diakui memang terbatas publik pengguna Internet. Boleh dikatakan bahwa Internet di Indonesia hanya diakses oleh kelas menengah seperti profesional, karyawan, politisi, pelajar, mahasiswa, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat," paparnya.
Meski kecil, Wenas yakin, kampanye yang dilakukan melalui e-mail seperti yang ditempuhnya akan berdampak kepada publik. Ada harapan bahwa trickle down effect-nya bisa meluas ke kalangan yang belum memiliki kemewahan mengakses Internet secara rutin.
"Saya masih ingat, satu atau dua tahun sebelum Soeharto turun, banyak sekali e-mail maupun milis underground bermunculan untuk saling bertukar informasi mengenai banyak hal di negeri ini. Pengalaman ini menunjukkan bahwa Internet secara umum memberikan kontribusi bagi penciptaan sebuah momentum. Satu hal yang perlu diingat, kekuatan Internet terletak pada daya jangkaunya ke ruang pribadi orang per orang," jelas Wenas.
Calon legislator "nomor sepatu" dari PKB ini yakin, melalui e-mail one-to-many yang ia lakukan, metode direct selling seperti dalam dunia pemasaran dapat diterapkan. Dalam metode itu, siapa yang memberi referensi menjadi sangat penting. Orang akan cenderung percaya akan suatu informasi bila direferensikan oleh orang yang dikenal atau dipercayainya.
Untuk kepentingan kampanyenya sebagai calon anggota DPR, Wenas menyiapkan empat seri e-mail yang di atasnya bertuliskan permohonan untuk mem-forward e-mail itu kepada siapa saja. Dalam salah satu seri kampanyenya, meminjam kata-kata Prof Dr Franz Magnis-Suseno, Wenas menulis, "Harus dibedakan golput di masa Orde Baru dan sekarang. Di masa Soeharto, golput adalah bentuk perlawanan karena kita tidak diberikan pilihan. Kini, di era reformasi, kita bisa memilih yang terbaik di antara yang jelek. Tidak memilih sama saja memberi peluang kepada mereka yang tidak layak dipercaya".
Di sisi kiri seri kampanye ini terpampang foto Wenas dan di bawah kutipan tersebut terdapat logo PKB dan logo nomor urutnya sebagai calon anggota DPR di DP I DKI Jakarta. "Terhadap media lain, Internet bukannya substitutif, namun alternatif. Internet hanyalah salah satu pilihan media dari banyaknya media komunikasi lainnya," ujarnya.
JARINGAN Internet dipilih sebagai media kampanye terutama karena alasan minimnya biaya yang diperlukan jika dibandingkan dengan kampanye di media lain seperti media cetak atau elektronik. Untuk membangun website resmi Amien Rais, dibutuhkan dana awal Rp 400 juta. Sementara untuk operasional per bulan diperlukan dana Rp 20 juta, termasuk untuk menggaji empat orang staf.
"Internet merupakan media yang paling murah cost-nya dengan keuntungan cepat, tampil setiap saat, dan dapat diakses dari mana saja. Inti pemanfaatan jaringan Internet adalah kecepatan, baik kecepatan akses maupun kemutakhiran berita-beritanya. Tanpa itu, akan ditinggalkan orang," ujar Edy.
Bagi The Amien Rais Center, kampanye melalui jaringan Internet merupakan pilihan yang sifatnya substitutif di samping kampanye lainnya. Selain mengelola website, The Amien Rais Center juga menerbitkan tabloid dua mingguan MAR dan Rakyat Pos. Jaringan Internet dipilih karena kecepatan dan sebarannya.
Meskipun sadar akan keunggulan jaringan Internet, yaitu kecepatannya, hampir semua website calon presiden, partai politik, atau calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lambat dalam meng-update berita. Berita terkini di website Amien Rais merupakan berita hari sebelumnya yang sudah tersebar luas melalui media cetak atau elektronik yang dituduh "lambat".
Di website Partai Golkar, di halaman muka masih menampilkan "berita basi" bantahan Akbar Tandjung mengenai kesediaannya menjadi calon wakil presiden.
Kalaupun kemudian agak cepat, umumnya website yang digunakan untuk kampanye itu mengambil berita dari media Internet lain atau media cetak. Website Sarwono Kusumaatmadja, misalnya, isi beritanya merupakan kompilasi berita dari sejumlah media.
Kembali pada keunggulan jaringan Internet, yaitu pada kecepatan akses dan kemutakhiran beritanya, apa yang dikerjakan melalui sejumlah website peserta Pemilu 2004 untuk kampanye kemudian dapat diukur. Tampilan dan fasilitas yang ditawarkan sejumlah website tidak cukup atraktif dan tidak cukup memberi peran kepada pengakses untuk terlibat. Ditambah kelambatan akses dan updating beritanya membuat website para pengadu nasib dalam Pemilu 2004 ini semakin tidak menarik.
Berkaca pada minimnya pengguna jaringan Internet yang sebarannya terkonsentarasi di kota-kota besar di mana terdapat infrastruktur telekomunikasi yang memadai, strategi pemanfaatan jaringan Internet harus diubah agar efektif. Keunggulan Internet pada daya jangkaunya ke ruang pribadi orang per orang harus digarap.
Sayangnya, di sejumlah website peserta Pemilu 2004 tidak dibuat milis atau forum yang dapat menjangkau ruang pribadi masing-masing orang untuk memperluas jaringan dan meningkatkan intensitas komunikasi. Pengakses tidak diajak terlibat aktif dan hanya disuguhi "makanan" yang tidak disuguhkan.
inu
Friday, February 29, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment