PENGUMUMAN terbuka Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono kepada publik mengenai niatnya untuk maju berkompetisi dalam pemilihan presiden seperti lampu yang menarik laron. Sekejap saja, "laron-laron" berkerumun di sekitar Yudhoyono yang menyatakan kesiapannya menjadi tim sukses.
Merespons banyaknya laron yang berkerumun di sekitarnya, pada saat hari pertama kampanye, Yudhoyono yang berpasangan dengan Jusuf Kalla masih harus meresmikan Media Center yang disiapkan sejumlah kalangan untuk mewujudkan ambisinya. Media Center di kawasan bisnis Kuningan, Jakarta, yang merupakan sumbangan Barisan Nasional, berharap dapat menjadi pusat segala informasi bagi upaya Yudhoyono-Kalla mewujudkan Indonesia yang aman, adil, dan sejahtera.
Namun, harapan tersebut masih jauh dari yang diidamkan. Kenyataannya, di antara sesama tim sukses justru saling berlomba meraih sukses sehingga melupakan koordinasi. Akibatnya, selama seminggu awal masa kampanye, sejumlah anggota tim sukses justru saling tidak mengenal dan bersinergi ketika berada di lapangan tempat seharusnya tim sukses itu bekerja.
Di antara kandidat lainnya, pasangan Yudhoyono-Kalla tampaknya merupakan kandidat yang paling banyak memiliki kelompok yang menyebut sebagai tim sukses. Secara formal demi kepentingan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum memang hanya dibentuk Tim Nasional yang dikomandani Letjen (Purn) Moh Maruf yang terkenal pendiam dan enggan tampil. Namun, dalam kenyataan dan operasional di lapangan, belasan kelompok yang mengaku sebagai tim sukses bergerak dengan pemikirannya sendiri. Supaya aman, dicantumkanlah sejumlah nama besar di seputar Yudhoyono sebagai pelindung, pengarah, pendamping, atau apalah namanya dengan kedudukan di atas.
Di antara sejumlah tim sukses yang berduyun-duyun mendekati Yudhoyono setidaknya ada lima tim sukses yang memegang peranan kunci. Kelima tim sukses itu adalah Tim Nasional, Tim Cyber (Tim Sembilan), Tim Lembang Sembilan (Jusuf Kalla), Tim Media Center, dan Tim Anugerah. Keinginan besar kelima tim sukses ini untuk mewujudkan ambisi Yudhoyono menjadi presiden ternyata tidak terkoordinasi dengan baik di lapangan.
Tim yang sudah merasa dekat dengan Yudhoyono di lapangan terlihat seperti mengambil jarak dengan tim sukses lain yang juga punya misi sama untuk mewujudkan ambisi Yudhoyono-Kalla. Lemahnya koordinasi di lapangan di antara tim sukses tersebut saat ini masih tertoleransi dengan adanya ambisi dan figur Yudhoyono sebagai pemersatu. Setelah ambisi tersebut terwujud atau kandas, tim sukses ini bisa dipertanyakan eksistensinya. Jika terwujud, masing- masing tim akan saling mengklaim paling berjasa. Sementara jika kandas, masing-masing tim akan saling menyalahkan.
Mengenai tidak terkoordinasinya kerja sejumlah tim yang kemudian menyebut diri sebagai tim sukses memang seperti dibiarkan. Ketua Tim Nasional Moh MaÆruf melihat kemunculan tim sukses dengan nama bermacam-macam itu sebagai ungkapan spontanitas masyarakat saja yang tidak perlu diatur. Tim Nasional yang mengawaki seluruh tim yang muncul di bawah hanya memonitor saja. Sejauh tidak merugikan, mau dibentuk berapa pun tim sukses tidak masalah.
Kesulitan koordinasi disebabkan juga karena masing- masing tim merasa telah menjadi pihak yang paling berjasa sehingga merasa paling pantas untuk membawahi tim-tim lainnya. Persaingan antartim sukses memang terjadi meskipun sampai saat ini belum terbuka. Yang jelas terlihat di lapangan, masing-masing tim sukses ingin tampil sebagai tim yang paling sukses mengemban tugas menyukseskan Yudhoyono-Kalla. Akibat persaingan ini, koordinasi terabaikan dan kecurigaan di antara tim sukses pun merebak.
inu
Wednesday, March 12, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment