Tuesday, March 11, 2008

ferry santoro

"SAYA bersyukur kepada Allah SWT karena diberi umur panjang dan keselamatan. Perjalanan saya panjang sekali dan melelahkan selama hampir 11 bulan sejak saya disandera anggota Gerakan Aceh Merdeka bersama almarhum Ersa Siregar, 29 Juni 2003."

Juru kamera RCTI Ferry Santoro menarik napas panjang. Di tengah kelelahannya tersebut, setiba di Jakarta, dia masih harus ke Istana Negara untuk bertemu Presiden Megawati Soekarnoputri, jumpa pers serta siaran langsung hingga pukul 23.00 di studio tempatnya bekerja.

Selasa (18/5) malam itu kepada wartawan dia menceritakan perjalanannya dalam genggaman Gerakan Aceh Merdeka (GAM) selama 11 bulan. "Saya jalani hari demi hari, terus-menerus, dan kerap dalam perjalanan berpindah-pindah tidak menentu itu terjadi kontak senjata. Saat terjadi kontak senjata, saya selalu menghindar dan menghindar. Saya selalu berdoa agar selamat," tuturnya.

Selama 11 bulan penyanderaan dan berkelana mencari perlindungan dari hutan ke hutan dan dari bukit ke bukit, Ferry mengaku tidak pernah disatukan dengan sandera sipil lainnya. Ia hanya disatukan dengan almarhum Ersa sebelum tewas dalam kontak tembak antara pasukan GAM yang mengawalnya dengan aparat TNI di Desa Alue Matang Aron, Kecamatan Simpang Ulim, Aceh Timur.

Mengenai tewasnya Ersa yang selalu bersama-sama dengannya melewati hari-hari panjang melelahkan, Ferry memiliki catatan khusus. Sebelum kontak tembak, sekitar pukul 12.00, Ferry dan Ersa tidur-tiduran bersebelahan di kamp yang tinggi posisinya di tengah rawa-rawa dan pohon nipah. Tidak ada firasat apa-apa sebelumnya. "Kami sedang asyik mengobrol tiba-tiba terdengar suara tembakan. Tidak tahu arah datangnya tembakan itu karena terhalang pepohonan," ujar Ferry.

Begitu mendengar suara tembakan, secara spontan Ferry yang berada di sisi kanan melompat ke kanan sambil merayap, sementara Ersa yang berada di sisi kiri melompat ke kiri. Ketika itu, ada tujuh orang anggota GAM yang bersama-sama beristirahat di kamp itu. Bersama dua anggota GAM, Ferry berusaha menjauh sambil terus mendengar suara tembakan.

"Ketika suara tembakan tidak lagi terdengar, saya dan dua anggota GAM telah menjauh sekitar satu kilometer. Saya mau balik ke kamp melihat kondisi Ersa, tetapi anggota GAM bilang agar mundur saja. Saya baru tahu Ersa tewas satu hari setelah kejadian. Saya diberi tahu Ishak Daud melalui telepon satelit yang dibawa anggota GAM," papar Ferry.

"Apa yang saya jalani selama penyanderaan seperti menghitung hari," katanya. Bobot tubuhnya yang semula 80 kilogram melorot hingga 58 kilogram. Selama dalam sandera GAM, Ferry mengaku menderita diare selama dua minggu. "Tidak ada obat-obatan dan saya yang selalu dikawal anggota GAM tidak bisa turun ke kampung. Di tengah hutan tempat saya bersembunyi, ada semacam biji salak. Tiap hari saya makan dan akhirnya sembuh juga diare saya," paparnya.

Meskipun ketersediaan makanan dan minuman sangat terbatas, Ferry mengaku diperlakukan baik oleh anggota GAM. Untuk berkomunikasi dengan Komandan Operasi GAM Wilayah Peureulak, Aceh Timur, Ishak Daud, Ferry menggunakan telepon satelit yang dipegang anggota GAM yang menjaganya. "Mengenai rencana pembebasan 13 Mei 2004, saya mendengarnya dari Ishak Daud melalui telepon satelit, 10 Mei 2004," jelasnya.

Hari-hari panjang penuh penantian tanpa kepastian untuk kembali pulang itu akan dituliskannya kembali dalam sebuah buku.


inu

No comments: