Thursday, February 28, 2008

kapal perang

"KAPAL perang kita sudah usang dan satu peluru kendali saja kita tidak punya! "kata Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Laksamana Bernard Kent Sondakh seusai rapat pimpinan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (21/1). Ungkapan itu disampaikannya untuk menggambarkan bagaimana kondisi kekuatan tempur TNI AL.

MENYADARI kelemahan tersebut, melalui kajian komprehensif untuk mengamankan seluruh perairan Indonesia, idealnya TNI AL memiliki sekitar 190 KRI. Apabila jumlah ideal itu tidak dapat dicapai, kebutuhan standar adalah 171 KRI, dengan catatan terdapat faktor risiko yang harus dihadapi. Apabila jumlah itu pun belum dapat dipenuhi, kebutuhan minimalnya adalah 138 KRI dengan tingkat risiko yang lebih tinggi.

Saat ini, untuk jumlah minimal sekali pun tidak terpenuhi karena TNI AL hanya memiliki 120 KRI yang telah berusia di atas 20 tahun dengan persenjataan yang ketinggalan zaman. Dari 120 KRI tersebut, enam KRI dalam status konservasi, proses penghapusan, dan cadangan. Artinya, jumlah riil KRI yang dapat dioperasikan adalah 114 KRI terbagi dalam tiga susunan tempur.

Mendapati potensi ancaman dan tantangan pertahanan ke depan dan potensi kemampuan minimal, Sondakh dalam berbagai kesempatan mengutarakan mimpi besar untuk menjadikan TNI AL yang besar, kuat, dan profesional. "Tinggalkan kebijakan strategis berdasarkan konsep kekuatan yang kecil, efektif, dan efisien. Saatnya kita mengubah konsep membangun TNI AL yang besar, kuat, dan profesional. Ini sebuah kebutuhan," ujarnya.

Untuk mewujudkan mimpi tersebut, TNI AL membuat rencana panjang 10 tahun ke depan. Dalam 10 tahun ke depan, TNI AL memfokuskan kebutuhan kekuatan armadanya pada jenis kapal tempur sebagai kekuatan pemukul. Menurut Asisten KSAL Bidang Logistik Laksamana Muda Sudaryanto, untuk keperluan itu, TNI AL telah mengajukan permohonan pembelian 15 kapal tempur.

Secara bertahap permohonan TNI AL direspons pemerintah. Dari 15 kapal tempur yang akan dibeli, TNI AL telah mengajukan pembelian delapan kapal di antaranya. Delapan kapal tempur itu adalah empat kapal jenis korvet buatan Belanda dan empat kapal jenis Landing Platform Dock (LPD) buatan Korea Selatan. Satu korvet buatan Belanda berharga 167 juta dollar AS. Sementara empat LPD berharga 151 juta dollar AS.

Negosiasi dengan departemen terkait dilakukan dan telah ada kesepakatan untuk pengadaan kapal tersebut. Setelah mendapatkan kepastian dukungan anggaran dari Departemen Keuangan untuk pembelian empat korvet, kontrak pembelian korvet ditandatangani pekan lalu antara pihak Belanda dan Sondakh mewakili Menteri Pertahanan. Meskipun kemudian ada ganjalan mengenai rencana pembelian itu, Sondakh yakin proses pembelian terus dapat berjalan sesuai rencana.

Dari empat korvet yang akan dibeli, dua korvet akan dibangun di Belanda sementara dua lainnya dibangun di PT PAL, Surabaya. Dalam penandatanganan kontrak itu, pemerintah telah mengucurkan dana 50 juta dollar AS untuk pembayaran tahap pertama. "Proses jalan terus. Tetapi, kalau pemerintah tidak punya uang, pembelian kami tunda," ujar Sondakh.

Selain membeli empat korvet buatan Belanda dan empat LPD buatan Korea Selatan, dalam waktu dekat ini, TNI AL juga merencanakan membeli 11 buah pesawat intai maritim M28 Skytruck buatan Polandia.

Jalan untuk mewujudkan mimpi TNI AL telah dimulai dengan peresmian dua KRI Tanjung Dalpele-972 dan KRI Patola-869, peresmian pangkalan utama TNI AL VII dan Batalyon Infanteri-7 Marinir, pengadaan beberapa pesawat udara CN-212, Nomad N-22, Helikopter Colibri, Helikopter Mi-2, dan peresmian empat KRI jenis patroli cepat tipe 36.

"Tidak ada lagi kata jalan di tempat, apalagi mundur. Gelorakan terus semangat untuk maju, maju, dan maju; besar, besar, dan besar; kuat, kuat, dan kuat!" tegas Sondakh saat peresmian KRI Patola-869 dan Dalpele-972 di Dermaga Ujung, Surabaya, Oktober tahun lalu.

UPAYA mewujudkan mimpi TNI AL yang besar, kuat, dan profesional tidak cukup didukung dengan kuatnya unsur sistem senjata armada terpadu. Postur TNI AL yang diimpikan tersebut dapat optimal beroperasi jika ditunjang sistem yang dapat menyokongnya. Validasi organisasi merupakan salah satu langkah.

Secara garis besar, rencana validasi organisasi TNI AL mencakup dua hal, yaitu validasi organisasi di tingkat Komando Pertahanan Utama dan di tingkat Markas Besar TNI AL. Saat ini, terdapat dua Komando Armada RI Kawasan Barat (Jakarta) dan Timur (Surabaya). Pembinaan dilakukan terpisah.

"Kondisi ini berdampak pada terjadinya perbedaan warna pembinaan, tidak efisiennya pendayagunaan anggaran, dan adanya kebutuhan personel yang besar. Di sisi lain, dengan dua komando armada kawasan ini, rentang kendali Panglima TNI menjadi melebar. Berdasarkan kondisi itu, kedua komando armada kawasan akan di-regroup menjadi satu Komando Armada RI," ujar Sondakh.

Komando Armada RI ini merupakan satu-satunya komando yang memiliki tanggung jawab bidang operasional dan pembinaan seluruh kekuatan armada. Hal ini dimaksudkan untuk memperpendek rentang kendali dan menajamkan fungsi pembinaan dan operasional.

Dalam upaya menyiapkan sistem ini dengan mengingat perairan yurisdiksi Indonesia yang luas dan memiliki trouble spot yang banyak serta terdapat tiga ALKI, TNI AL membentuk tiga Armada Bernomor yang bertanggung jawab mengamankan tiga kawasan laut dengan ALKI sebagai axis-nya. Tiap Armada Bernomor didukung satu Gugus Tempur Laut dan satu Gugus Tugas Keamanan Laut.

Armada Bernomor merupakan armada operasional yang bertanggung jawab penuh terhadap mandala operasi yang menjadi tanggung jawabnya serta mengoordinir pelaksanaan tugas gugus tempur laut dan gugus keamanan laut.

"TNI AL telah lama siap dengan rencana validasi untuk menyiapkan sistem pendukung ini. Akan tetapi, persetujuan belum keluar karena terganjal di Departemen Pertahanan. Menterinya sakit sampai saat ini," ujar Sondakh. Komando Armada RI akan bermarkas di Surabaya menempati Markas Komando Armatim. Armada-I akan bermarkas di Jakarta menempati Mako Armabar, Armada-II akan bermarkas di Makassar menggunakan fasilitas Mako Lantamal-IV, dan Armada-III akan bermarkas di Ambon menempati Mako Guskamlatim.

Selain membentuk satu Komando Armada dan tiga Armada Bernomor, sebutan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) akan diubah menjadi Komando Daerah Maritim (Kodamar).

Di lingkungan korps Marinir, untuk efektivitas manajemen pembinaan, akan dibentuk Pasukan Marinir-2 di Jakarta sebagaimana Pasmar-1 di Surabaya. Pasmar-2 merupakan regrouping dari brigade Marinir BS, beberapa datasemen Marinir di wilayah barat dan Brigif 3.

Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan biaya pemeliharaan serta untuk meningkatkan efektivitas pengoperasiannya, kapal yang ada dan yang diimpikan dimiliki TNI AL dibagi menjadi tiga susunan tempur, yaitu susunan tempur pemukul, susunan tempur patroli, dan susunan tempur pendukung (supporting force).

TNI AL memetakan, ancaman potensial bagi kehormatan dan keselamatan bangsa meliputi tiga hal, yaitu hadirnya kekuatan asing di perairan Indonesia dengan alasan pengamanan jalur perdagangan dunia Sea Lanes of Communication (SLOC), peningkatan frekuensi lintas ALKI kapal-kapal perang asing ke daerah-daerah konflik yang tidak mengindahkan prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan Indonesia, dan aksi terorisme maritim yang melakukan ancaman terhadap obyek vital dan instalasi penting lepas pantai.

"Untuk menghindarkan ancaman potensial itu, perlu kehadiran TNI AL yang dapat memberikan penangkalan sehingga musuh mengurungkan niatnya. Untuk menjalankan aksinya, mau tidak mau diperlukan suatu kekuatan tempur pemukul strategis yang berimbang atau kekuatan yang besar, kuat, dan profesional sehingga disegani musuh," ujar Sondakh.

inu

No comments: