Thursday, February 28, 2008

wong cilik

DENGAN sistem yang sederhana seperti dalam Pemilihan Umum Tahun 1999 saja banyak masyarakat kecil tidak tahu-menahu substansi pemilu, apalagi sekarang dengan sistem pemilu yang lebih rumit dengan tiga jenis pemilihan. Di tengah kebingungan ini, masyarakat kecil sangat rentan dimanfaatkan dan dimanipulasi suaranya," ujar Sukatma, buruh sebuah pabrik di Tangerang, Banten.

Kekhawatiran Sukatma dan puluhan masyarakat kecil yang terdiri atas buruh pabrik, sopir angkutan umum, anak jalanan, dan pengayuh becak ini mengemuka dalam "Obrolan Wong Cilik tentang Pemilu 2004" yang diselenggarakan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) di Jakarta, Sabtu (25/10). Obrolan ringan ini didampingi Koordinator Masyarakat Miskin Kota Wardah Hafidz.

Oleh peserta diskusi, Pemilu 2004 yang menurut mereka menggunakan "sistem proporsional setengah terbuka setengah tertutup" memang menumbuhkan harapan akan adanya perubahan dan perbaikan nasib. Dalam Pemilu 2004 yang dimulai 5 April 2004 dengan pemilihan anggota legislatif, masyarakat tidak lagi memilih "kucing dalam karung" dengan diredusirnya peran partai politik peserta pemilu.

Mereka bisa memilih atau mencoblos orang melalui nama dan atau foto baik dalam pemilihan anggota legislatif, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun presiden dan wakil presiden.

Tetapi, sistem yang telah ditetapkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yang merupakan hasil kompromi elite politik di DPR memungkinkan sistem tidak berjalan.

"Indikasi akal-akalan partai politik yang masih ingin berperan banyak terlihat dalam sejumlah kampanye awal belakangan ini. Mereka menekankan tidak perlu pusing-pusing memilih orang. Coblos saja partai politiknya," kata peneliti pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Tommy A Legowo.

MENDENGAR paparan tiga jenis Pemilu 2004, masyarakat kecil tampak bingung meskipun berupaya keras memahami. "Kita yang tinggal di Jakarta saja kesulitan memahami rumitnya sistem Pemilu 2004, apalagi tetangga-tetangga saya yang ada di desa-desa terpencil di Purworejo, Jawa Tengah. Kalau sudah begitu, manipulasi suara akan sangat mungkin terjadi," ujar Taufiqurrahman, buruh pabrik di Tangerang yang berasal dari Purworejo.

Melihat lima tahun reformasi berjalan tanpa kemajuan sedikit pun, masyarakat kecil dalam obrolan tersebut cenderung tidak peduli dengan siapa yang akan memimpin negeri ini atau yang akan mewakili mereka di parlemen.

"Kami sampai pada tahap tidak peduli dengan pemilu. Tetapi dengan terbukanya sistem di mana kami dapat terlibat langsung, ada panggilan tanggung jawab. Tetapi bagaimana ya. Di tengah ketegangan itu, kami tetap tidak tahu apakah keterlibatan kami secara langsung sungguh-sungguh dapat berperan membawa perubahan," ujar Nurhasanah.

Bahkan Sukatma, misalnya, mengaku serius ingin tahu seperti apa latar belakang calon yang akan dipilihnya. "Kami ingin mengetahui riwayat hidup atau apa yang telah dilakukan oleh para calon anggota legislatif, DPD, serta presiden dan wakil presiden," katanya.

inu

No comments: