Thursday, February 28, 2008

saracen ii

Tewasnya kamerawan Indosiar, Arie Wailan Orah (43) atau akrab disapa Awo-dalam musibah patahnya as belakang panser jenis Saracen buatan Inggris pasca-Perang Dunia Kedua di daerah konflik bersenjata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam-menghentakkan banyak kalangan. Ini menunjukkan, sistem pertahanan Indonesia-terutama dalam hal dukungan persenjataan dan peralatan militer-sangat lemah.

Kopral Dua Sukmana, pengemudi panser Saracen yang juga menjadi korban musibah tersebut mengungkapkan, sebagai pengemudi, dia sudah tidak dapat mengenali mesin yang dipakai untuk menjalankan Saracen tersebut.

"Saya tidak tahu persis merek mesinnya dan apakah sudah pernah diganti atau belum. Yang jelas, mesin panser itu sudah sangat tua. Sejak saya pegang, mesinnya hanya dirawat, tapi tidak pernah diganti," ujar prajurit dari Yonkav 7/Panser Khusus (Sersus) tersebut saat ditemui di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (28/11).

Ketika as belakang panser yang dikemudikannya patah di jalan menurun, Sukmana tidak dapat mengendalikan panser itu sama sekali, sehingga kendaraan lapis baja berusia tua tersebut tergelincir dari tebing.

"Saya sempat tidak sadarkan diri dan baru sadar setelah ditolong sejumlah warga yang lewat menggunakan angkutan umum," ujar Sukmana sambil mengeluh sakit karena musibah yang terjadi di hari Lebaran kedua tersebut.

Terkait dengan musibah panser Saracen yang menyebabkan Awo tewas dan enam orang lainnya luka-luka, anggota Dewan Maritim dan pengamat militer, Juanda, mengatakan, "Musibah yang terjadi dan beberapa kali terjadi di Aceh yang terlihat konyol merupakan refleksi dari profesionalitas tentara kita."

Musibah panser Saracen, musibah manuver stabo yang menewaskan delapan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus), dan musibah pendaratan Batalyon Tim Pendarat (BTP) I di Pantai Samalanga pada 19 Mei 2003 menunjukkan dengan sangat tegas betapa TNI kurang profesional. Kondisi peralatan tempur yang sudah sangat tua tanpa perawatan maksimal membuat kurangnya profesionalitas tersebut.

"Kelemahan tentara yang menjadi sendi utama pertahanan nasional merupakan cerminan dari lemahnya sistem pertahanan kita secara keseluruhan. Dalam sistem pertahanan itu, yang harus berbenah dan dibenahi tidak hanya tentara, tetapi juga rakyat sebagai pendukung utama sistem pertahanan," ujar Juanda yang ketika dihubungi sedang berada di Belanda.

Sebagai pengamat militer, Juanda mengaku sangat prihatin dengan minimnya pemahaman anggota DPR mengenai sistem pertahanan. Karena itu, setiap ada upaya memperkuat sistem pertahanan, tidak ada tanggapan positif dan keseriusan dari anggota DPR yang mengklaim sebagai wakil rakyat.

"Tentara dan kita semua harus melakukan refleksi dari musibah ini. Tentara mungkin salah dalam musibah ini. Namun jangan membabi buta melakukan kritik kepada tentara. Ada banyak pihak yang bertepuk tangan saat tentara dipojokkan dan dituding kelemahannya dalam sistem pertahanan," katanya.

Kini saatnya menata dan mengkaji ulang sistem pertahanan negara ini bersama-sama. Harus diakui, sistem pertahanan Indonesia sangat lemah, terbukti dengan munculnya sejumlah musibah yang tidak perlu. "Kini saatnya bagi semua untuk berbenah," ujar Juanda.

inu

No comments: