Tuesday, March 18, 2008

pecah

Sentral Organisasi Kekaryaan Swadiri Indonesia mengkhawatirkan fenomena perpecahan dan keretakan di semua partai politik dan organisasi kemasyarakatan dalam rangkaian Pemilihan Umum 2004, khususnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Jika tidak disikapi secara arif, perpecahan dan keretakan ini akan bergulir membesar dan mengarah pada ancaman terhadap keselamatan dan kelanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Situasi akibat globalisme dan perubahan sistem politik sesuai dengan amandemen konstitusi menimbulkan keretakan yang memecah-belah bangsa. Hampir di semua parpol dan ormas terjadi pertentangan internal dan antarmereka. Secara nasional, fenomena ini menimbulkan atmosfer konflik," ujar Ketua Umum Soksi Oetoyo Usman seusai pertemuan DPP SOKSI, salah satu organisasi pendiri Golkar, di Jakarta, Rabu (8/9).

Menurutnya, keretakan dan perpecahan yang terjadi di semua partai politik (parpol) dan organisasi kemasyarakatan (ormas) ini merupakan implikasi dari ketegangan antara hak individu dalam demokrasi dan kedudukan parpol dalam demokrasi. "Ketegangan ini tidak bisa dihindari dan harus bisa kita lalui bersama. Jangan sampai yang satu menekan atau mengalahkan yang lain. Diperlukan kearifan dalam menyikapi fenomena perubahan ini," ujar Oetoyo.

Situasi ketegangan yang menimbulkan keretakan dan perpecahan dialami juga oleh negara-negara lain yang telah lebih maju dan modern dalam berdemokrasi, seperti Jepang dan Thailand. Bentuk kearifan dalam situasi seperti ini menurut Oetoyo tidak bisa ditempuh dengan sikap keras memenangkan atau mengamankan keputusan parpol.

"Berkaca pada keretakan di Partai Golkar, situasi itu tidak bisa disikapi dengan pemecatan kepada mereka yang tidak sejalan dengan keputusan partai kecuali secara terang-terangan keluar. Jika sikap keras seperti pemecatan ini ditempuh, situasi perpecahan yang berlarut-larut tidak bisa terhindarkan di masa mendatang," ujarnya.

Ketua Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Organisasi SOKSI Suhardiman menambahkan, segenap individu agar menyadari bahwa kebebasan yang diperjuangkan di era reformasi ini bukanlah kebebasan tanpa batas. "Ketika berorganisasi, sesungguhnya kebebasan kita telah kita serahkan kepada organisasi. Ketika organisasi mengambil atau memilih sikap tertentu, proses pertarungan karena perbedaan pendapat dan pemikiran harusnya berakhir," ujarnya.

Terkait tubuh Partai Golkar menyangkut sikap beberapa pengurus pusat Partai Golkar, Suhardiman melihat hal itu sebagai romantika perjuangan. Ia meminta agar pengurus yang berbeda pendapat dengan hasil Rapim Partai Golkar bersikap ksatria menerima keputusan organisasi meskipun mungkin tidak sesuai dengan aspirasinya.

inu

No comments: