Sunday, February 24, 2008

halo polisi

SAPAAN ramah yang selalu diakhiri dengan pertanyaan ini merupakan prosedur standar bagi petugas input data (operator) yang siaga 24 jam setiap hari di Ruang Unit Pelayanan Panggilan Darurat, Gedung Halo Polisi 199, Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya saat mengangkat gagang telepon yang selalu tidak sempat berdering lama.

SEJAK penggunaan "Halo Polisi 199" di bekas posko operasi Polwiltabes Surabaya diremikan oleh Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) Inspektur Jenderal Sutanto, 27 Agustus 2002, jumlah deringan telepon ke saluran "tiga angka keramat" tersebut terus meningkat. "Setiap hari setidaknya ada sekitar 500 call yang masuk," ujar Kepala Seksi Komunikasi dan Elektronika (Komlek) Polwiltabes Surabaya Ajun Komisaris Syamsul Arief, pekan lalu.

Dari 500 panggilan telepon yang selalu dilayani dengan sapaan sesuai prosedur di atas itu, hanya sekitar 10 persen atau 50 call yang merupakan panggilan darurat (emergency call). Selebihnya adalah panggilan telepon yang hendak menanyakan informasi yang berkaitan dengan kepolisian (70 persen) dan panggilan telepon yang berisi gangguan atau sekadar iseng (20 persen).

DITILIK dari segi jumlah panggilan telepon yang masuk dengan mempertimbangkan hijaunya usia layanan yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia ini memang sudah cukup menggembirakan. Namun, dilihat dari segi tujuan dibukanya layanan "Halo Polisi 199" ini, jumlah itu tidak banyak berbicara.

"Memang kami semua tidak mengharapkan meningkatnya kondisi darurat di masyarakat. Namun, jika semua kondisi darurat yang terjadi di Surabaya dapat dilaporkan oleh masyarakat melalui layanan baru polisi ini, tujuan didirikannya "Halo Polisi 199" baru terwujud," ujar Syamsul.

Untuk memaksimalkan layanan baru yang menurut alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Sura-baya ini merupakan yang pertama di Indonesia, sosialisasi "Halo Polisi 199" akan dilakukan bersamaan dengan ditingkatkannya kemampuan pelayanan. "Akhir bulan ini kami sudah menyiapkan puluhan spanduk yang akan dipasang di seputar Kota Surabaya agar masyarakat aware dengan keberadaan layanan 199," ujarnya.

Peningkatan kamampuan layanan yang dimaksudnya adalah kemampuan "Halo Polisi 199" dihubungi dari semua operator yang digunakan di telepon seluler. Hingga saat ini, selain melalui telepon biasa, hanya telepon seluler yang menggunakan operator "Kartu Hallo" yang bisa menghubungi layanan ini.

PENILAIAN kesesuaian fungsi dengan kenyataan yang terjadi memang belum bisa dilakukan saat layanan yang merupakan kerja sama antara Polda Jatim dengan PT Telkom Divisi Regional (Divre) V ini masih seumur jagung. Menurut Syamsul, penggagas sekaligus penanggung jawab layanan ini butuh waktu setidaknya tiga bulan untuk melihat kesesuaian itu.

Meskipun demikian, peningkatan layanan yang dimaksudkan untuk mengaktualkan visi Kepolisian RI (Polri) sebagai pelindung, pelayan, dan pengayom ini terus juga ditingkatkan. "Sebagai langkah awal dan bentuk kerja sama kami dengan PT Telkom, kami melakukan pelatihan kepada semua operator saat mengahadapi penelepon yang suasana hatinya berbeda-beda," ujarnya.

Pelatihan yang tampaknya sepele ini ternyata dirasa sangat membantu pelaksanaan tugas operator dalam melakukan input data. "Kami diajari bagaimana merespons laporan warga yang panik, khawatir, ketakutan, dan sedih. Tiap suasana hati butuh penanganan berbeda," ujar Nita, alumnus Akademi Sekretaris dan Manajemen Indonesia (ASMI) Surabaya yang bekerja sebagai operator "Halo Polisi 199".

Selain itu, PT Telkom Divre V juga membantu dengan back up data pengguna telepon se-Surabaya, dan 15 saluran private access branch exchange (PABX). "Dalam masa-masa mendatang, kapasitas server "Halo Polisi 199" ini akan kami bantu untuk kami tingkatkan," ujar Kepala PT Telkom Divre V Sumilan, usai bersama-sama Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Sutanto menandatangani prasasti penggunaan layanan baru ini.

LALU bagaimana setiap panggilan telepon dari seluruh wilayah Kota Surabaya ke tiga nomor keramat 199 direspons polisi? Sejauh ini polisi sudah mampu datang dan merespons panggilan darurat masyarakat dengan jeda waktu sekitar 15-20 menit.

Selama waktu itulah panggilan darurat diproses oleh sekitar 50 petugas yang selalu siap sedia di Gedung Halo Polisi 199. Saat telepon berdering, operator mengangkatnya untuk mengumpulkan data. Nomor telepon pelapor otomatis langsung tercatat pada memori. Saat data sudah terkumpul dan dimasukkan ke dalam jurnal laporan, lokasi kejadian seperti yang dilaporkan langsung menyala di peta elektronik yang terletak di ruang siaga dua.

Di ruang siaga dua itulah analisa lokasi dan penyampaian kepada Kepoilsian Sektor (Polsek) dan Kepolisian Resor (Polres) dilakukan. "Perintah untuk menindaklanjuti laporan masyarakat itu diambil oleh perwira pengendali satuan wilayah.

Saat polisi sampai di lokasi dan menyelesaikan tugasnya, kepada perwira ini pulalah polisi yang mendapat tugas memberikan laporan," ujar Syamsul. Selain ada perwira pengendali satuan wilayah, di depan ruang siaga dua terdapat juga supervisor yang bertugas mengecek kebenaran laporan masyarakat dan menanyakan kembali kepada pelapor mengenai hasil kerja dan pelayanan polisi.

Adanya supervisor ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat mengenai tingkat kualitas pelayaan polisi. "Masukan dari masyarakat yang meminta layanan polisi ini kami anggap penting, karena tujuan dibukanya layanan baru ini adalah untuk peningkatan pelayanan polisi yang belakangan ini dinilai lamban dan sulit diakses," ujar Syamsul.

Mengenai tidak digratiskannya layanan ini didasari oleh pengalaman sebelumnya saat polisi mengaktifkan penggunaan layanan bebas pulsa 110 dan 112. Di dua nomor bebas pulsa itu, 90 persen telepon yang masuk adalah gangguan atau sekadar iseng sehingga petugas sering enggan dan malas mengangkatnya. Akibatnya seringkali masyarakat yang sungguh membutuhkan pelayanan polisi tidak tertangani dengan baik.

"Penggunaan tarif lokal Rp 200 per tiga menit ini kami maksudkan sekaligus sebagai filter. Kami berharap, masyarakat yang menggunakan layanan ini sungguh-sungguh membutuhkan layanan cepat polisi. Dengan penggunaan tarif ini, kami juga ingin mendidik masyarakat," papar Syamsul.

Penggunaan tarif ini ditempuh juga untuk layanan PT Telkom yang menggunakan saluran 110 dan 112. Untuk "Halo Polisi 199", 25 persen dari pulsa yang masuk disumbangkan oleh PT Telkom Divre V kepada Polwiltabes Surabaya. "Bukan untuk bisnis, 25 persen dari tarif pulsa yang masuk itu kami gunakan untuk menggaji oprator 199 yang berjumlah 10 orang," kata Syamsul.

Tentang penggunaan tiga angka keramat 199 untuk layanan baru polisi ini, Syamsul menuturkan, "Semula, pada tahun 2001, kami ingin menghidupkan halo polisi 166 kerja sama polisi dnegan Telkom tahun 1997. Namun, karena mati dan tidak ada tindak lanjut, kami meminta kepada Dirjen Postel (Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi-Red) untuk menggunakan nomor 911."

Syamsul melanjutkan, "Permintaan kami ditolak lantaran nomor telepon dengan kepala sembilan sudah menjadi hak Ratelindo. Karena sudah senang dengan tiga angka itu, kami balik saja susunannya dan meminta kepada Dirjen Postel nomor telepon 199. Dirasa tidak ada masalah, nomor itu lalu menjadi milik polisi untuk layanan ini."

"Halo Polisi. Dengan Nita. Bisa Dibantu?"

inu

No comments: