Friday, March 14, 2008

mimpi oposisi

PENGHITUNGAN suara di masing-masing tempat pemungutan suara dalam Pemilihan Umum 5 April 2004 belum juga dimulai. Mereka yang sulit bangun pagi dan tidak ingin hak politiknya hilang sia-sia masih mengantre di sejumlah TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Namun, optimisme akan cukup memperoleh dukungan suara rakyat bagi partai yang disiapkannya sejak tahun 2001 sebagai kendaraan politik menuju Istana Negara telah disampaikan.

"KOALISI secara terbatas untuk pemerintahan yang kuat dan efektif diperlukan. Untuk itu, aturan main dan etika harus dibangun. Kabinet pelangi seperti sekarang ini terbukti tidak efektif. Dengan diwadahinya setiap fraksi dan partai politik dalam kabinet, logikanya setiap kebijakan pemerintah didukung oleh parlemen. Dalam kenyataannya, logika itu tidak dijumpai," ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan "kabinet pelangi" Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu.

Pandangan tersebut disampaikannya sesaat setelah berkeliling Kota Bogor meninjau pelaksanaan pemilu legislatif. Sambil menunggu pesanan soto ayam kegemarannya di warung pinggir jalan, Yudhoyono mengemukakan, "Oposisi diperlukan untuk sehatkan demokrasi. Koalisi terbatas hanya dengan beberapa partai politik di pemerintahan memungkinkan tumbuhnya oposisi yang bisa memberikan check and balance kepada the rulling party."

Malam harinya, optimisme Yudhoyono yang menjadi mesin pendulang suara untuk Partai Demokrat mendapat peneguhannya. Bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung tema bersih dan peduli, Partai Demokrat mampu membuat kejutan dengan perolehan suara cukup besar di sejumlah kota besar. Partai-partai besar seperti Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tak mampu membendung aliran suara kepada dua partai ini di Jakarta.

Mendapati hasil pemilu legislatif, keesokan harinya, Yudhoyono menggelar jumpa pers. Menggunakan jaringan lamanya di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, puluhan wartawan berdatangan ke rumahnya di Puri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Selain mengucapkan syukur dan terima kasih atas dukungan rakyat kepada partai yang dibidaninya, Yudhoyono kembali menegaskan sikapnya untuk membangun koalisi terbatas sehingga memungkinkan tumbuh kuatnya oposisi.

Setelah kemudian Partai Demokrat dinyatakan bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden karena persentase perolehan suaranya, Yudhoyono mewujudkan rintisan gagasannya untuk membangun koalisi terbatas. Setelah menjadi calon presiden pertama yang mengumumkan pasangan calon wakil presidennya dari Partai Golkar Jusuf Kalla, Yudhoyono mendeklarasikan pencalonannya ke KPU.

Dalam deklarasi 10 Mei 2004 itu, pasangan Yudhoyono-Jusuf secara resmi diajukan oleh Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Ketiga pucuk pimpinan partai politik hadir dan menandatangani berkas pencalonan Yudhoyono-Jusuf ke KPU. Bergabungnya PBB untuk mencalonkan Yudhoyono sempat menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran karena adanya perbedaan platform dengan Partai Demokrat dan PKPI.

"Saya memahami yang menjadi kekhawatiran banyak orang mengenai dugaan adanya upaya dari PBB untuk mengubah pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Mengenai kekhawatiran itu, saya kira PBB dan Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra bisa memberi penjelasan dengan gamblang. Bagi saya, sebagai politisi, pemahaman Pak Yusril mengenai kebangsaan dan keislaman sangat matang," papar Yudhoyono.

Meskipun tampaknya mantap dengan dukungan tiga partai politik yang hanya meraih 69 suara atau sekitar 12 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Yudhoyono sebetulnya mengharapkan dukungan dan kebersamaan yang lebih besar dari partai politik lain. Sebelum beberapa partai politik mencalonkan presiden dan wakil presidennya masing-masing dan mengambil posisi saling berkompetisi, Yudhoyono mengaku telah menjalin komunikasi politik yang intensif dan berjalan baik dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PKS.

Kini kompetisi tahap pertama yang mengelompokkan elite partai politik telah usai. Tiga dari lima pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dinyatakan gugur. Pengumuman hasil penghitungan suara oleh KPU yang menyatakan pasangan Yudhoyono-Jusuf unggul di urutan pertama dengan 33 persen suara meneguhkan kembali optimisme Yudhoyono. Acceptance speech telah disiapkan sebelum KPU mengumumkan hasil penghitungan suara. Ledakan kecil di Kantor KPU membuyarkan acara yang telah sempurna disiapkan di pendopo samping rumah Yudhoyono yang baru dibangun.

Acceptance speech Yudhoyono lantas ditunda pada malam harinya sesaat selepas KPU menetapkan hasil pemilu presiden dan wakil presiden putaran pertama. Segaris dengan gagasan awalnya mengenai koalisi terbatas, dalam kesempatan yang disiarkan secara luas oleh televisi tersebut Yudhoyono mengajak rakyat calon pemilihnya melepaskan simbol-simbol partai politik.

"Dalam berjuang ke depan, simbol tidak penting. Bahkan saya mengajak untuk melepas simbol-simbol itu. Masa depan kita sebagai bangsa tidak ditentukan oleh simbol-simbol. Perjuangan merebut masa depan pun tidak dibatasi simbol-simbol. Untuk merebut masa depan ini, kita tidak dibatasi umur, asal keturunan, asal partai, asal ormas, laki-laki atau perempuan, ataupun agama kita," paparnya dengan suara mantap di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media massa.

BELUM selesai tiga pasang kandidat yang dinyatakan tidak lolos membuat pernyataan menerima hasil pemilu putaran pertama, dua kandidat yang akan berkompetisi di pemilu putaran kedua telah bermanuver menggalang dukungan.

Sementara Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi asyik mencoba menjajaki koalisi tingkat elite partai politik, Yudhoyono memilih untuk mengajak rakyat berkoalisi. Tidak heran, selepas masa kampanye pemilu putaran pertama, Yudhoyono gemar bersafari keliling kota menjumpai pemilihnya yang sedang kesusahan karena bencana atau saat shalat Jumat. Terakhir, Jumat lalu, Yudhoyono shalat Jumat di Masjid Al-Azhar, Jakarta. Seusai shalat Jumat, Yudhoyono merayakan Hari Anak Nasional kedua bersama anak-anak yang didatangkan oleh Hotline Advertising, yang selama ini menggarap pembentukan citranya.

Sikap Yudhoyono yang terkesan menjauhi para elite politik yang dalam pemilu putaran pertama terbukti tidak mampu "menggiring" massa menumbuhkan sikap antipati beberapa elite partai politik. Disikapi seperti ini, Yudhoyono tetap mantap dengan pendiriannya. Sebagai wakil presiden, Jusuf Kalla meneguhkan pendirian pasangannya tersebut.

Jusuf Kalla yang ditemui di Graha Anugerah tempat tim suksesnya bekerja, Kamis lalu, mengaku tidak khawatir dengan minimnya dukungan parlemen jika akhirnya terpilih sebagai wakil presiden berpasangan dengan Yudhoyono. "Idealnya memang ada koalisi besar di parlemen agar pemerintah dapat menjalankan tugasnya secara efektif. Namun, kami tidak pernah khawatir dan tidak pernah menganggapnya sebagai masalah jika ternyata tidak mendapat dukungan yang besar di parlemen. Kontrol dan kritik yang ketat dari DPR justru akan menjadi cambuk bagi pemerintah untuk bekerja lebih baik," ujarnya.

Jusuf justru khawatir jika yang duduk di pemerintah dan di parlemen sama saja seperti kabinet pelangi sekarang ini. Dengan diakomodasinya seluruh kekuatan politik di parlemen dalam kabinet, efektivitas pemerintah dalam menjalankan kebijakannya ternyata juga tidak semulus yang dibayangkan. "Untuk beberapa kebijakan, tentangan keras terhadap kebijakan pemerintah justru muncul dari Fraksi PDI-P. Jadi, tidak ada lagi alasan pentingnya koalisi permanen di parlemen," papar Jusuf.

Dengan bekal pengalaman sejarah bangsa dalam berpolitik, meskipun mengharapkan munculnya oposisi yang kuat untuk menyehatkan demokrasi, Jusuf merasa yakin, di masa mendatang tidak akan tumbuh oposisi yang kuat dan mutlak. Dengan bekal kiprahnya berpolitik di Golkar, Jusuf merasa yakin politisi Golkar tidak akan teguh berpendirian. "Politisi Golkar itu sangat realistik dalam melihat persoalan. Lagi pula, kalau kami menang, kami yakin dengan dukungan rakyat kepada pemerintah yang dipilih secara langsung," ujarnya.

Meskipun yakin dengan posisi minoritas di parlemen, Jusuf mengungkapkan tetap menjalin dan merintis koalisi dengan beberapa partai politik seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan PKS. Untuk rintisan koalisi ini, Jusuf memasang target setidaknya mendapat dukungan 40 persen di parlemen.

Dukungan setidaknya 40 persen diperlukan untuk menjalankan kebijakan pemerintah yang membutuhkan persetujuan DPR, misalnya soal anggaran dan pembuatan undang-undang. "Kalaupun tidak mendapat dukungan DPR, pemerintah tetap dapat menggunakan anggaran tahun sebelumnya. Yang jelas, DPR tidak lagi dapat menjatuhkan presiden. Kalau memang akan ada upaya itu, rakyat yang akan menjadi pelindung kami," ujar Jusuf.

inu

No comments: