BAGI para calon presiden dan calon wakil presiden, Senin 5 Juli 2004 kemarin benar-benar hari mendebarkan. Hari itu, sekitar 150 juta warga negara Indonesia akan menentukan pilihan. Rakyat akan menentukan, apakah mereka melesat atau harus terempas dari bursa pemilihan presiden.
Menghadapi hari itu, Wiranto dan keluarga menyiapkan diri. Meski malam harinya dia menonton final Piala Eropa di Tee-Box Cafe sampai pukul 01.20 WIB, subuh benar dia sudah bangun dan melaksanakan shalat. "Ibu Uga (istri Wiranto-Red) tadi pagi juga shalat tahajud," ucap seorang pengawal.
Pukul 07.00 Wiranto sudah bersiap-siap walaupun baru tiga jam kemudian ia bersama istrinya menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) 029 di SDN Bambu Apus 01, Kecamatan Cipayung, Jakarta, yang hanya beberapa ratus meter dari rumahnya.
Wiranto tampak berseri-seri dan rileks. Setibanya di TPS, dia menyapa wartawan. Saat akan memberikan suara, Wiranto malah sempat bercanda dengan fotografer dan juru kamera yang mengikuti di belakangnya. "Ayo minggir. Ini kan rahasia," ucapnya. Spontan, wartawan pun sadar dan menyingkir.
Seusai mencoblos, Wiranto kembali ke rumah. Namun, dia tak henti-hentinya mengirim minuman dan makanan ke TPS. Presiden Paguyuban Warung Tegal se-Jabotabek dan Jawa ini memang punya motto sederhana: "Wareg, Waras, Wasis".
PUKUL 06.00, TPS 05, Desa Nagrak, Gunung Putri, Bogor, telah ramai. Sisa-sisa acara beberapa warga nonton bareng sepak bola final Piala Eropa masih terserak. Begitu juga sisa acara doa bersama Susilo Bambang Yudhoyono di pendopo di samping rumah di Puri Cikeas.
Keramaian makin menjadi menjelang pukul 07.00 bersamaan dengan kedatangan beberapa petugas TPS. Selain warga, puluhan wartawan juga menambah keramaian. Yudhoyono yang tiba di TPS beberapa menit setelah pukul 09.00 didampingi istrinya, Kristiani Herawati. Dia terlihat segar, ceria, dan murah senyum. Sambil berjalan, Yudhoyono menjawab pertanyaan wartawan.
Meskipun optimistis dapat melaju ke putaran kedua, Yudhoyono mengkhawatirkan ada kejadian luar biasa yang mengubah kalkulasi kemenangannya. "Politik itu keras dan kejam. Untuk kekuasaan, orang bisa menghalalkan segala cara," ujarnya.
Dengan senyum Yudhoyono melambaikan tangan ke arah warga yang berteriak-teriak memanggilnya. Sambil menunggu, Yudhoyono, istri, dan anaknya diminta berputar-putar arah untuk diambil gambar oleh wartawan. Seusai mencoblos, wartawan terus memburu Yudhoyono untuk wawancara dan mengambil gambar. Tim sukses Yudhoyono akhirnya menggelar jumpa pers di pendopo rumahnya. Yudhoyono mengucap syukur karena pemilu berjalan baik, aman, dan lancar.
"Proses itu penting. Jika proses berjalan demokratis, hasilnya akan berkualitas," ujarnya.
DARI seluruh kampanye, acara dialog calon presiden barangkali paling melekat di benak Hamzah Haz. Itu dinyatakan kepada wartawan seusai mencoblos di TPS 30, Kelurahan Palmeriam, Matraman, Jakarta. Pagi itu, pukul 08.50, ia bersama istrinya, Asmaniah, dan tujuh dari 9 anaknya datang ke TPS dengan berjalan kaki dari rumahnya yang berjarak 100 meter.
Mereka hanya sepuluh menit di TPS. Itu sudah termasuk menuruti permintaan belasan fotografer, yang berharap dapat pose menarik. Melihat kesabaran melayani keinginan fotografer, tidak berlebihan jika Hamzah dikenal akrab dengan wartawan.
Ketika menunggu kesempatan mencoblos, atas permintaan fotografer, beberapa kali ia dan istrinya harus mengangkat surat suara yang dipegangnya. Bahkan, saat mau memasukkan surat suara ke kotak, ia harus "minta izin" para fotografer itu. "Sudah ya, ya, saya masukkan sekarang," katanya.
Seusai mencoblos, dua kali dia menerima wawancara. Di kedua kesempatan itu, Hamzah mengaku teringat acara debat capres yang dijalaninya empat hari sebelumnya. "Banyak yang belum tahu keadaan kita sebenarnya. Karena itu, masih banyak yang parsial dari debat-debat calon presiden, yang saya nilai, seperti cerdas cermat. Isinya tidak mendasar," katanya.
Tidak jelas, mengapa Hamzah teringat terus pada acara itu.
inu/sam/sut
Friday, March 14, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment