SEJAK 11 Maret 2004, pedagang soto ayam yang biasa mangkal di depan Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat di Jalan Pemuda, Jakarta, lebih banyak memiliki waktu untuk bercengkerama dengan anak-anaknya. Pasalnya, soto ayam dagangannya habis terjual lebih cepat dari hari-hari sebelumnya.
Kalau biasanya soto ayam dagangannya baru habis sore hari, dalam sebulan terakhir, soto yang dijajakan diatas trotoar dan bahu jalan itu sudah tandas sejak siang hari. "Banyaknya orang yang datang ke Kantor DPP Partai Demokrat membuat soto ayam saya cepat habis," ujar pedagang soto ayam sambil mencuci mangkuk dan piring kotor yang menumpuk.
Sementara pedagang soto ayam bergegas pergi, di dalam Kantor DPP Partai Demokrat beberapa orang sibuk membolak-balik dan mencari kartu tanda anggota (KTA) Partai Demokrat yang selesai dibuat. Meskipun KTA telah dikelompokkan berdasarkan daerah, tidak cukup mudah mencari KTA yang dimaksud lantaran banyaknya KTA yang dibuat.
"Setiap hari sejak Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan mundur dari Kabinet Gotong Royong, 11 Maret 2004, kami menerima setidaknya 1.000 formulir permohonan pembuatan KTA setiap hari. Permintaan pembuatan KTA terus meningkat menjelang pemilihan presiden. Di Jakarta saja, setelah pemilu legislatif lalu, kami telah membuatkan 18.000 KTA baru," ujar anggota Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Tri Yulianto di Jakarta, Minggu (25/4).
Meskipun hari Minggu Kantor DPP Partai Demokrat tutup, antusiasme sejumlah anggota masyarakat untuk membuat KTA partai yang baru naik daun ini tetap tinggi. Rohadi (47), warga Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara, datang ke Kantor DPP Partai Demokrat untuk mengambil sejumlah formulir. "Saya membawa 10 lembar formulir karena warga di sekitar tempat saya tinggal banyak yang ingin membuat KTA Partai Demokrat tetapi tidak sempat ke sini. Jadilah saya yang dimintai tolong mengambilkan formulir," ujar Rohadi.
Rohadi yang sehari-hari tukang ojek di Terminal Rawamangun, Jakarta Timur, mengaku sejak 2001 menjadi anggota Partai Demokrat. Seperti puluhan teman-teman yang telah diambilkan formulir pembuatan KTA, ketertarikannya pada Partai Demokrat terutama karena figur Yudhoyono. "Untuk partainya nanti dulu. Yang pasti, keinginan membuat KTA karena kami melihat ada SBY di situ," ungkap Rohadi.
Meskipun berprofesi sebagai tukang ojek, Rohadi yang sebelum bergabung dengan Partai Demokrat menjadi simpatisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengaku sangat paham dengan politik. Pemahamannya itu diperoleh dari kegemarannya menyimak seluruh berita, utamanya dari televisi. "Saya membatasi diri untuk pulang ke rumah setelah mengojek pukul 18.00 setiap hari. Setelah itu, saya duduk di depan televisi menyimak seluruh berita yang ada," ujarnya.
Rohadi menceritakan, ketika Pemilu 1999 dirinya dan beberapa teman yang saat ini bergabung dengan Partai Demokrat merupakan ujung tombak kemenangan PDI-P di kawasan Kelapa Gading. Namun, bersamaan dengan perselisihan pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P untuk memperebutkan jabatan, Rohadi dan beberapa temannya perlahan-lahan hengkang.
"Saat Pemilu 2004, di tempat pemungutan suara (TPS) saya, Partai Demokrat menang telak. Padahal dalam pemilu sebelumnya PDI-P yang berjaya. Kemenangan tidak terduga ini membuat sejumlah warga ingin membuat KTA Partai Demokrat. Kami ingin memastikan dukungan kami kepada SBY dengan KTA ini," ujar Rohadi.
Menurut Yulianto, banyaknya warga masyarakat yang ingin membuat KTA Partai Demokrat tidak hanya terjadi di Kantor DPP Partai Demokrat. Karena masing-masing DPD dan DPC Partai Demokrat diberi kewenangan untuk membuat KTA, kesibukan pembuatan KTA juga terjadi di hampir seluruh daerah. "Berdasarkan data kami minggu lalu, di seluruh Indonesia telah kami keluarkan sekitar 15 juta KTA. Jumlah ini meningkat 100 persen jika dibandingkan jumlah KTA sebelum pemilu legislatif," jelasnya.
Banyaknya warga masyarakat yang mencari identitas politik baru dengan ramai-ramai membuat KTA Partai Demokrat ini tercium sejak tiga bulan lalu oleh Yus Nur Rahmadin (44). Pedagang konveksi di Pasar Tanah Abang, Jakarta, yang telah bergabung dengan Partai Demokrat sejak 2001 ini memutar haluan. "Ada peluang bisnis yang cukup besar. Dengan modal 10 juta dan fanatisme saya pada SBY, saya memulai bisnis jual pernak-pernik Partai Demokrat," ujar Yus yang membuka kios di depan Kantor DPP Partai Demokrat.
Bersamaan dengan ramainya Kantor DPP Partai Demokrat, Yus kecipratan rezeki juga. Setiap hari, omzet penjualan pernak-pernik Partai Demokrat yang diproduksi bersama 12 karyawan rata-rata mencapai Rp 500.000. Tidak hanya kaus dan bendera bergambar Yudhoyono, Yus juga membuat dan menjual blangkon dan kipas. "Karena keinginan membesarkan partai, saya selalu ikut kegiatan partai untuk menjual pernak-pernik yang banyak dicari," paparnya.
Diakui Rohadi, pernak-pernik bergambar Yudhoyono yang menjadi idolanya menambah kemantapannya akan pilihan politiknya. Selain secara formal memiliki KTA, belum pas rasanya kalau belum memiliki pernak-pernik sang idola. Begitu mendapat 10 lembar formulir, Rohadi melenggang pergi menggenggam identitas politik barunya....
inu
Monday, March 10, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment