Tuesday, March 11, 2008

capres cerah

BARANGKALI pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakil presiden Jusuf Kalla adalah pasangan yang paling mengerti bagaimana memanfaatkan media massa dengan beriklan untuk memenuhi impian politik mereka.

Jauh sebelum masa kampanye dimulai 1 Juni 2004, kandidat yang dicalonkan Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang telah beriklan di sejumlah media massa.

Dituding mencuri start kampanye, Yudhoyono yang menjadi bintang iklan atas dirinya sendiri dan atas Jusuf Kalla mengelak. Apa yang dilakukannya itu telah dikonsultasikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tidak ada larangan untuknya. "Kami tidak berkampanye karena tidak ada ajakan untuk mencoblos atau menawarkan program. Kami hanya memohon doa restu seluruh rakyat setelah resmi dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden beberapa partai politik," ujar Yudhoyono ketika iklan itu kerap muncul.

Apa yang dilakukan Yudhoyono dan Jusuf Kalla dengan beriklan boleh jadi sah secara hukum seperti kerap ditegaskan Ketua Kelompok Kerja Kampanye KPU Hamid Awaluddin. Namun, publik tahu, apa yang dilakukan pasangan ini tidak lain daripada iklan untuk menjual diri. Apa yang dilakukan dan apa yang hendak dicapai dengan rangkaian iklan selama lebih kurang 10 hari itu adalah untuk menguatkan citra kesantunan yang telah ditangkap publik mengenai pasangan ini.

Karena itu, iklan kampanye yang terang-terangan dilakukan itu diakui sebagai upaya memohon doa restu. Santun sekali bukan! Berikut ini kutipan pernyataan Yudhoyono ketika memohon doa kepada rakyat dengan cara memuji pasangannya, "Saudara Muhammad Jusuf Kalla adalah seorang profesional dan pebisnis ulung. Berkepribadian sederhana, taat, dan cinta keluarga."

Seminggu berselang, muncul iklan pasangan lain dengan memanfaatkan momen bulan Mei yang penuh sejarah bagi bangsa. Calon presiden dari Partai Amanat Nasional yang lekat dengan momen tumbangnya rezim Orde Baru pada bulan Mei tampil ke muka dengan jargon reformasi yang diteriakkannya bersama-sama rakyat menjelang jatuhnya Jenderal Besar Soeharto. Sampai menjelang masa kampanye sesungguhnya, iklan yang mengaitkan reformasi yang belum selesai dengan Amien itu terus muncul di televisi. Citra Amien sebagai salah satu pendorong gerakan reformasi dikukuhkan dengan iklan yang tampil sederhana tersebut.

Masih memanfaatkan momen bulan Mei, Jenderal (Purn) Wiranto yang memiliki sisi gelap yang belum sepenuhnya terungkap di seputar peristiwa kerusuhan Mei 1998 tampil di layar kaca dalam paket iklan. Sama dengan tujuan Amien beriklan, Wiranto mengukuhkan citranya sebagai tentara yang tidak haus kuasa dan lebih unggul dibandingkan dengan Yudhoyono saingannya yang berdiri manggut-manggut di belakangnya.

Tidak mau ketinggalan dan kalah dalam persaingan, Yudhyono dan Jusuf Kalla tampil ke muka dengan memanfaatkan Hari Kebangkitan Nasional. Iklan "Bangkitlah Negeriku!" muncul di sejumlah media. Atas pelanggaran yang kasat mata ini, anggota Komisi Penyiaran Indonesia Bimo Nugroho meminta KPU bertindak tegas dan keras menegur kandidat yang kebelet itu. "Apa yang dilakukan kandidat adalah upaya menyiasati hukum. Yang mereka lakukan adalah kampanye dan KPU harus menegur keras," ujar Bimo.

Berpegang pada Surat Keputusan KPU Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Hamid berkeras bahwa apa yang dilakukan sejumlah kandidat bukanlah iklan kampanye. "Ketika iklan itu ditampilkan, mereka belum resmi menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Lagi pula, apa yang mereka lakukan tidak memenuhi unsur kampanye yang kami maksud yang sifatnya komulatif," papar Hamid dengan entengnya.

DENGAN aturan main yang penuh celah sehingga membuat pemain bersiasat untuk dapat keluar dari jerat, menjadi tidak lagi relevan penetapan masa kampanye selama satu bulan menjelang hari pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Perbedaannya mungkin hanya pada hilangnya perasaan malu-malu untuk menjual diri atau tepatnya menjual sisi cerah kandidat karena secara hukum memang dipersilakan.

Untuk keperluan menjual titik cerah dan mengukuhkan citra itu, mulai Selasa besok, sejumlah media massa baik elektronik dan cetak akan dibanjiri iklan kampanye (jargon dan slogan) yang isinya nyaris seragam meskipun dilakukan kandidat yang berbeda. Untuk keperluan menjual sisi cerah kandidat ini, sejumlah konsultan komunikasi dan biro periklanan terjun langsung menggarapnya berdasarkan pesanan.

Wakil Ketua Bidang Media Tim Kampanye Wiranto-Salahuddin Wahid Karna B Lesmana menjelaskan, untuk pasangan yang dicalonkan Partai Golkar ini telah disiapkan tiga versi iklan kampanye di televisi. Masing-masing versi ada yang berdurasi 30 detik dan ada yang berdurasi 45 detik.

Tiga versi iklan kampanye ini menurutnya menghabiskan dana Rp 1 miliar untuk ongkos produksi. Dana yang lebih besar dipergunakan untuk biaya pemasangan iklan yang diperkirakan mencapai Rp 10 miliar. Untuk iklan televisi sekitar 70 persen, radio 15 persen, dan media cetak 15 persen. "Kami juga sedang menjajaki billboard, media iklan luar ruang," ujarnya.

Menurut Wakil Ketua Tim Media lainnya, Tito Sulistio yang membawahi langsung bidang riset, public event, dan produksi media, konsep awal iklan berasal dari pihaknya. Namun, dalam pelaksanaan kemudian dibahas bersama dengan biro iklan profesional.

Dalam pembuatan iklan Wiranto-Wahid, timnya bekerja sama dengan empat biro iklan yaitu JC&K, Saka Infosa, Hamdan Communication, dan Prinsip. Pimpinan proyek pencitraan Wiranto-Wahid di media massa adalah JC&K. Upaya menciptakan citra dan mengukuhkannya dalam satu bulan masa kampanye dilakukan juga pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo. Paquita Wijaya, deputi dua media center tim kampanye Amien-Siswono yang menangani pembuatan citra mengatakan, ada enam versi iklan kampanye dengan durasi 30 detik yang dipersiapkan. Dalam iklan tersebut diangkat platform partai, masalah pendidikan, dan pertanian.

Menurutnya, konsep iklan kampanye berbeda dengan iklan Hari Kebangkitan Nasional Amien yang muncul di televisi dan radio hingga saat ini. Dalam iklan kampanye mendatang, Amien-Siswono ingin mengingatkan kembali kepada masyarakat mengenai banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pada era reformasi sekarang ini.

Konsep iklan yang akan dimunculkan selama kampanye nanti lebih menonjolkan testimonial orang lain. Artinya, Amien tidak perlu menjelaskan tentang dirinya, namun lebih mengangkat pengakuan dan pandangan tokoh masyarakat, masyarakat awam, dan profesional tentang Amien. "Konsep iklan ini memang sudah digodok bersama, untuk menjaring berbagai masukan dan ide. Maka jadilah konsep iklan seperti yang diinginkan sekarang ini sebagai produk bersama," ujar Paquita.

Proses pembuatan iklan ini menurut Paquita mendapat bantuan dari banyak pihak. Tidak heran kalau biaya yang dikeluarkan menjadi lebih kecil dibandingkan jika harus ditanggung sendiri semuanya. Jumlahnya tidak lebih dari Rp 1,5 miliar untuk enam versi iklan kampanye.

Jika Wiranto-Wahid dan Amien-Siswono lebih menekanzkan kerja bareng sejumlah biro iklan dan kaum profesional lainnya, pasangan Yudhoyono-Kalla mempercayakan penuh penciptaan dan pengukuhan citra atas diri mereka kepada Hotline Advertising yang didirikan Subiakto Priosoedarsono. Baik tim sukses Yudhoyono-Kalla maupun pihak Hotline Advertising tertutup mengenai bagaimana proses pembentukan citra ini dilakukan.

Public Relations Manager Hotline Advertising Ratna Marhaendra tidak bersedia memberi komentar apa pun mengenai pembuatan iklan pasangan Yudhoyono-Kalla dengan alasan terikat kontrak untuk tidak berkomentar. Mengenai apa yang akan dilakukan dalam kampanye, Ketua Seksi Kampanye Yudhyono-Kalla Umar Said mengemukakan, yang dilakukan tidak lain dari menampilkan dan menguatkan persepsi dan ketokohan Yudhyono- Kalla.

Mengenai visi, misi, dan program untuk sementara akan ditinggalkan selama masa kampanye. "Ini kami lakukan karena terus terang saja, di tingkat akar rumput masyarakat tidak peduli dengan visi, misi, atau program. They donÆt care! Ini bukan Amerika Serikat atau Eropa. Karena itu kami berkonsultasi dengan banyak pihak yang kompeten untuk membuat jargon dan slogan," ujar Umar.

PENDEKATAN iklan kampanye dengan menggunakan jargon, slogan, dan menghindarkan pemaparan visi, misi, dan program kandidat memang tidak terhindarkan mengingat sejumlah keterbatasan dan kendala yang ada. Praktisi iklan sekaligus managing director biro iklan Ad-house Paramacipta Soebiagdo menilai, iklan kampanye kandidat akan seragam dengan menonjolkan sisi kelebihan dan kekuatan (sisi cerah) masing-masing kandidat.

"Mereka, siapa pun para capres-cawapres itu, cenderung menginginkan biro iklan untuk mengemas ÆkekuatanÆ mereka. Akibatnya, pada kampanye salah seorang kandidat tampak ingin menonjolkan latar belakang kekuatan dan kemampuannya berkontribusi pada negara," ujar Soebiagdo.

Kandidat seperti itu tambah Soebiagdo, emoh menampilkan sisi kelemahan yang mereka miliki. Kecenderungan seperti itu justru memukul biro iklan. Biro iklan mengalami kesulitan memunculkan ide serta kreativitas yang mereka miliki. Padahal, jika kandidat berminat mengemas sisi kelemahan mereka dengan cerdas, hal itu dapat lebih menguntungkan. Mengemas kelemahan dan mengeksplorasinya dengan baik justru mampu menyedot empati audiens.

"Dengan berempati, orang tidak lagi sekadar dibuat sadar (aware) untuk kemudian paham (comprehend), dan memutuskan untuk beraksi (action) dalam artian mau membeli ÆprodukÆ yang diiklankan. Konsep seperti itulah yang setidaknya menjadi parameter baik tidaknya sebuah iklan," tambahnya.

Sayangnya, tambah Soebiagdo, konsep iklan seperti itu saat ini sama sekali tidak menarik minat atau dilirik para kandidat capres-cawapres. Hal itu karena para kandidat lebih peduli dan menginginkan biro iklan menonjolkan kekuatan, yang mereka anggap mereka miliki dalam bentuk jargon dan slogan yang mudah diingat.

Saat ini biro iklan Soebiagdo tengah menggarap iklan kampanye salah seorang kandidat, yang sayangnya menurut Soebiagdo juga "terperangkap" untuk emoh mengikuti "kiat sukses beriklan" miliknya.

Untuk kandidat yang satu ini akhirnya Soebiagdo memutuskan lebih memfokuskan iklan- iklan kampanyenya ke segmen akar rumput kandidat, yang lebih dikenal sebagai kaum sarungan itu melalui media fliers, selebaran, brosur, dan keping vcd, ketimbang melalui media massa.

Memang tidak dipungkiri oleh Soebiagdo, beberapa biro iklan terjebak dalam satu keadaan di mana mereka lebih memilih untuk menuruti si pemesan iklan karena dikejar target pemasukan. Apalagi diakui pula, pemasukan dari belanja iklan para kandidat capres-cawapres untuk memoles diri mereka dalam masa kampanye kali ini sangat menguntungkan jika dilihat dari segi bisnis.

Pada prinsipnya Soebiagdo meyakini sebuah biro iklan memang harus selalu tanggap dalam berupaya menangkap peluang. Dengan begitu segala kesempatan yang muncul selalu berorientasi bisnis, bahkan kalaupun biro itu mencoba berorientasi ke dalam sisi politik, pada akhirnya segi bisnis tetap dominan.

Untuk itu sebuah biro iklan harus memiliki kemampuan mengembangkan konsep (concept development) yang matang dengan cara memahami pasar dari produknya yang akan diiklankan itu.

"Dalam dunia periklanan kami mengenal satu prinsip yang kami sebut state of mind atau tahapan pola pikir. Tahapan itu dimulai dari membuat sadar (aware) pada produk yang diiklankan, paham (comprehend), yakin (convince), ingin membeli (action), dan terakhir memelihara (maintain) orang agar mau tetap membeli," ujar Soebiagdo.

Justru dalam konteks ini, seringnya client sudah cukup puas dengan sekadar "dikenal" dan "dibeli" oleh para konsumen konstituen mereka. Keadaan itu juga berpengaruh pada kalangan biro iklan. Mereka terjebak untuk cukup puas memproduksi iklan yang sifatnya datar dan hampir semuanya sama rata sama rasa.

Sebuah kampanye presiden menurut Soebiagdo seharusnya tidak boleh hanya sekadar mengajak orang untuk "Ayo, pilihlah saya". Hal itu berarti sama dengan sikap tidak mau tahu apakah masyarakat sudah yakin, mengerti, atau mengenal siapa si kandidat sebenarnya.

"Saya juga tidak bisa menyalahkan teman-teman jika kemudian berprinsip asal biro mereka dibayar layak. Kampanye seperti itu buat saya belum baik dan benar. Sama artinya kami membodohi rakyat. Untuk perkara ini saya memang cenderung sangat fanatik," ujar Soebiagdo.

Menurut Soebiagdo, prospek bisnis pembuatan iklan kampanye lumayan menguntungkan. Bahkan diilustrasikan, keuntungan yang diperoleh dari satu iklan kampanye bahkan bisa dipakai untuk sedikit "bersantai-santai" selama setahun.

"Penjualan (billing) iklan yang kami peroleh bisa lima kali lipat dari yang bisa kami dapat dari iklan produk, bahkan yang sudah sangat terkenal sekali- pun. Akan tetapi peluang ini tetap berisiko tinggi mengingat kami berurusan dengan lembaga yang tidak berbadan hukum seperti parpol," ujar Soebiagdo.

inu/sut mam/dwa

tim jenderal

Seusai undian nomor urut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Minggu (23/5) malam, para capres dan cawapres diminta memverifikasi nama mereka. Ejaan, gelar, dan pangkat mereka pun diperiksa.

Ada yang sedikit "aneh" ketika itu. Mereka yang pensiunan tentara ternyata meminta pangkat mereka tidak dicantumkan. Maka jadilah nama Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Agum Gumelar pun tanpa "jenderal (purn)", tetapi gelar-gelar lainnya dipasang dari gelar H (haji), Ir, Drs hingga SIP atau Prof.

Tidak jelas benar mengapa para pensiunan jenderal itu ogah mencantumkan pangkatnya. Padahal biarpun sudah pensiun, orang biasanya masih bangga dengan pangkatnya itu walaupun diembeli kata "purn" dalam tanda kurung, yang artinya purnawirawan alias pensiunan tentara.

Boleh jadi mereka sudah sadar bahwa mereka sudah pensiun, sekarang sudah menjadi warga sipil, sehingga tidak perlu lagi membawa-bawa pangkat dalam kehidupan kesehariannya. Atau, bisa juga mungkin, mereka agak enggan mencantumkan pangkatnya di tengah isu kekhawatiran kembalinya militerisme dalam kehidupan politik Indonesia. Setidaknya masih banyak pendapat bahwa seolah-olah jika capres dari militer-ya para jenderal itu-berkuasa, maka Indonesia akan kembali menjadi militeristik.

Namun terlepas dari lepas pangkat itu, sejarah panjang militer Indonesia dalam perpolitikan Indonesia sudah terlalu panjang. Orde Baru "berhasil" menebar mereka di segala posisi, dari wali kota, bupati, gubernur, hingga pengurus olah-raga!

Beberapa diakui kepiawaiannya menerapkan "manajemen militer" yang rapi, tegas, disiplin dan teratur dalam kehidupan sipil. Setidaknya ilmu dan taktik perang mereka dianggap juga bisa diterapkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan keseharian. Namun lainnya, juga banyak mendapat kritikan pedas karena menerapkan sistem komando dan main perintah seringkali tidak cocok dengan kehidupan sipil yang demokratis.

Turunnya Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto dalam pemerintahan di Indonesia tidak serta-merta meluluhlantakkan sendi-sendi militerisme dalam sistem politik Indonesia. Meskipun militer berhasil digiring keluar dari parlemen, dorongan untuk memiliki kekuatan seperti militer tampaknya masih sangat kuat mempengaruhi partai politik di Indonesia.

Sejumlah kalangan mengkhawatirkan munculnya kembali militerisme dalam kehidupan perpolitikan kita. Namun kalangan lainnya juga mengkritik sipil yang masih kedodoran mengelola berbagai persoalan.

DI tengah kontroversi militerisme semacam itu, nama-nama para jenderal-walaupun sudah pensiun-ternyata masih tetap tersebar di antara tim kampanye pasangan calon presiden-wakil presiden.

Sebut saja mantan Kepala Staf Sosial Politik ABRI Letjen (Purn) Moh Ma'ruf yang menjadi Ketua Tim Nasional Kampanye Capres Yudhoyono-Jusuf Kalla. Tim sukses Yudhoyono- Kalla memang diperkuat sedikitnya delapan jenderal purnawirawan, dua mantan panglima ABRI/TNI duduk dengan jabatan sebagai dewan pengarah kampanye. Mereka adalah Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Jenderal (Purn) Edi Sudradjad dan Laksamana (Purn) Widodo AS. Di jajaran dewan pengarah, terdapat juga Mayjen (Purn) Evert Erenst Mangindaan yang mantan Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) VIII-Trikora dan Gubernur Sulawesi Utara. Salah satu sekretaris tim Ma'ruf adalah Mayjen (Purn) Samsoedin. Selain itu juga masih ada Mayjen (Purn) Djali Yusuf, mantan Panglima Kodam Iskandar Muda; Ketua Badan Pemenangan Pemilu Marsma (Purn) Suratto Siswodihardjo.

Demikian juga Partai Golkar. Walaupun Ketua Panitia Kampanye Partai Golkar dipercayakan kepada Slamet Effendi Yusuf, partai yang menjagokan capres-cawapres Wiranto-Salahuddin Wahid ini menempatkan mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fahrul Razy sebagai wakil Slamet dengan sekretarisnya Mayjen TNI (Purn) Affandi. Selain mereka, tercatat juga Letjen TNI (Purn) Suaidi Marasabessy yang menjadi Koordinator Bidang Perencanaan, Konsepsi, dan Evaluasi; Mayjen TNI (Purn) Tulus Sihombing (Direktur Informasi, Organisasi Gabungan, Kepala Bagian Kontra Isu); Mayjen TNI (Purn) Sonny Sumarsono (Wakil Kepala Bagian Hubungan Kelembagaan); Mayjen TNI (Purn) Soentoro (Korda Jatim); Letjen Nurfaizi (Korda Jateng); Laksamana Pertama (Purn) Afwan Madani; Mayjen TNI (Purn) Nasution (Korda Aceh).

Bahkan, di partai politik yang pernah menjadi korban keganasan militerisme seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pun ada pensiunan jenderal yang masuk. Tidak hanya sampai di situ, di partai motor reformasi seperti Partai Amanat Nasional (PAN) pun, juga ada pensiunan jenderal yang bergabung.

Di antara Tim 20 (Tim Kampanye PDI-P untuk pasangan Megawati Soekarnoputri-KH Hasyim Muzadi) juga hadir Mayjen (Purn) Theo Syafei (Ketua DPP) yang juga mantan Pangdam IX/Udayana dan Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI.

Di PAN, tidak tanggung-tanggung, Mayor Jenderal TNI (Purn) Suwarno Adiwijoyo (mantan Assospol Kasospol ABRI) yang bergabung di PAN langsung punya posisi yang penting di PAN. Bahkan, posisinya sebagai salah satu ketua di DPP PAN kembali dikukuhkan oleh formatur kongres I PAN di Yogyakarta tahun 2000. Saat ini, Suwarno masuk dalam Dewan Penasihat Amien Rais for Presiden. Posisi sebagai dewan penasihat ini, memberikan kewenangan kepada Suwarno untuk memberikan nasihat baik diminta ataupun tidak pada tim kampanye Amien Rais for Presiden.

Meskipun demikian, menurut Kepala Staf Tim Kampanye Amien Rais for Presiden Eddy Soeparno, kewenangan kebijakan ada bagian lain. Yaitu, Dewan Kebijakan dan Strategi. Di Dewan Kebijakan dan Strategi inilah rencana dan kebijakan untuk kampanye Amien Rais digodok.

"Jadi, untuk kebijakan dan strategi pada tataran teknis, tidak dilakukan oleh Dewan Penasihat, tetapi oleh Dewan Kebijakan dan Strategi," ujarnya.

Di PPP, Letnan Jenderal TNI (Purn) Mohammad Yunus Yosfiah yang baru lepas dari menteri penerangan, langsung menduduki jabatan sebagai sekretaris umum. Sebuah jabatan yang sangat prestisius di partai politik. Pasalnya, sekumlah yang sehari-hari menjadi penanggung jawab kebijakan partai.

Tidak heran, kalau dalam tim kampanye Hamzah Haz yang maju sebagai kandidat presiden bersama calon wakil presiden Agum Gumelar, Yunus menduduki posisi sebagai penasihat. Dalam pelaksanaan sehari-harinya, Tim Kampanye pasangan Hamzah-Agum dijabat oleh Hasrul Azwar yang menjadi ketua timnya. Selain Yunus, mantan Kapuspen ABRI Brigade Jenderal TNI Abdul Wahab Mokodongan menjadi wakil ketua tim kampanye pasangan Hamzah-Agum.

SUDAH dipastikan pengalaman kemiliteran mereka dalam hal taktik dan strategi dari para purnawirawan jenderal itulah yang sangat dibutuhkan oleh masing-masing tim kampanye. Suaidi Marasabessy mengakui, keberadaan pensiunan tentara itu diperlukan untuk memberi sumbangan tenaga sesuai dengan keahlian masing-masing. Slamet Effendi menilai, orang yang berlatar belakang militer juga memiliki hal-hal positif, seperti kedisiplinan tinggi dan taat pada tugas masing-masing. "Mereka itu mengerti apa yang menjadi tugasnya. Tapi, bukan berarti tidak kristis," tandasnya.

Soal apakah seorang sipil akan kesulitan mengatur para jenderal, dia mengatakan, baik sipil maupun militer, seluruhnya bekerja di bawah sistem organisasi sehingga dia mengaku sama sekali tidak menemui kesulitan. Terlebih, dirinya yang juga mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor sudah terbiasa bekerja sama dengan militer maupun dengan Nahdlatul Ulama.

"Saya kan mantan Ketua Umum GP Ansor. Jadi, bintangnya sembilan," ucapnya berkelakar menunjuk jumlah bintang yang ada di lambang NU yang memang berjumlah sembilan.

Sedangkan menurut Suratto dari tim kampanye Yudhoyono-Kalla mengakui, kehadiran sejumlah purnawirawan di lingkaran dekat Yudhoyono dimaksudkan untuk meraih dukungan keluarga besar TNI yang tersebar di seluruh Indonesia.

MENURUT pengamat politik dari LIPI Ikrar Nusa Bhakti soal tim sukses, keinginan capres (dari kalangan militer) melibatkan para purnawirawan dalam tim suksesnya lantaran kesamaan almamater dan sebagai anggota keluarga besar TNI. "Para capres berharap, keterlibatan para purnawirawan mampu membawa gerbong besar mereka di masa lalu. Ini yang harus diwaspadai. Jangan sampai gerbong besar anggota TNI yang masih aktif turut terseret dalam pertarungan kekuasaan tersebut" kata Ikrar beberapa waktu lalu.

Kelebihan yang diambil dari para purnawirawan adalah penguasaan para purnawirawan terhadap medan perpolitikan di Indonesia. Tidak heran, mereka yang terlibat dalam tim sukses itu adalah mereka yang sebelumnya aktif di bidang sosial dan politik ABRI ketika itu. "Mereka sungguh paham memperoleh informasi dan memanfaatkannya untuk propaganda," kata Ikrar.

Kelebihan yang hendak diperoleh dari para purnawirawan itu adalah efektifnya pelaksanaan tugas dengan sistem komando. Dari atas hingga bawah, terdapat satu bahasa yang dapat sama-sama dipahami untuk kemudian diterjemahkan pelaksanaannya di lapangan. Tidak ada kemungkinan perdebatan yang panjang mengenai hal yang tidak perlu.

Bahkan, motor reformasi di Indonesia seperti Amien Rais yang akan maju menjadi salah satu kandidat presiden mendatang pun sempat mengungkapkan pikiran bahwa tokoh-tokoh militer memang masih dibutuhkan dalam politik. Padahal, politik merupakan locus dari masyarakat sipil.

Menurut Ikrar, pensiunan militer dalam partai politik memang tidak bisa dicegah. Namun, masuknya faham militerisme dalam partai politik harus ditolak.

Problemnya, menurut Ikrar, militer di Indonesia memang memiliki tradisi korps yang sangat kuat. Seringkali cara berpikirnya pun tidak berubah. Tidak heran kalau cara berpikir dan bertindak pun rasanya tidak akan berpindah dari referensi pemerintahan Jenderal (Purn) Soeharto.

Senada dengan Ikrar, Sejarawan Universitas Indonesia Anhar Gonggong menilai, pensiunan militer memang berhak masuk dalam partai politik. Hanya saja, tetap harus diwaspadai munculnya militerisme dalam partai politik dan masyarakat.

Militerisme, lanjut Anhar, tidak hanya bisa dimunculkan oleh anggota militer ataupun pensiunan militer, tetapi juga bisa dimunculkan masyarakat sipil. Ini memang salah satu kisah sukses pemerintahan Orde Baru yang berhasil memasukkan faham militer dalam benak masyarakat.


inu/sut/mam/bur/ush

kampanye wiranto

Iklan "kampanye" calon presiden dari Partai Golongan Karya Jenderal (Purn) Wiranto yang ditayangkan sebelum masa kampanye dinilai telah memanipulasi fakta. Iklan yang dimaksudkan untuk penggalangan dukungan itu dibuat dengan memotong fakta sehingga merugikan publik yang tidak paham mengenai peristiwa kerusuhan Mei 1998.

Penilaian tersebut dikemukakan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Bimo Nugroho, Selasa (25/5). "Ada manipulasi kemasan dalam iklan kampanye Wiranto. Fakta yang ada di seputar kerusuhan Mei 1998 dipotong-potong dan diarahkan untuk mendapatkan dukungan. Interpretasi yang dimanipulasi tersebut merugikan publik karena fakta yang ditampilkan diambil sepotong-sepotong," ujar Bimo dalam diskusi aturan kampanye di Jakarta.

Bimo menilai, munculnya manipulasi fakta dalam iklan "kampanye" merugikan publik disebabkan juga karena kelambanan KPI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam membuat aturan. Dengan munculnya iklan "kampanye" Wiranto, publik yang tidak mengerti peristiwa kerusuhan Mei 1998 dirugikan karena mendapat informasi keliru.

"Kita tahu, pada Mei 1998 terjadi kerusuhan besar dan aparat keamanan, termasuk TNI dan Polri, gagal menjaga keamanan. Kita lihat dalam iklan itu, Wiranto seolah-olah sangat hebat karena tidak memanfaatkan kesempatan yang terbuka untuk memperebutkan kekuasaan," ujar Bimo.

Atas pelanggaran ini, Bimo meminta agar KPU mengambil tindakan keras. Akan tetapi, Ketua Kelompok Kerja Kampanye KPU Hamid Awaludin mengaku tidak bisa menindak sejumlah hal yang dinilai sebagai pelanggaran tersebut karena tidak memenuhi unsur kampanye secara kumulatif seperti diatur dalam SK KPU Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kampanye.

Atas penilaian KPI, anggota Tim Sukses Wiranto, Tito Sulistio, mengatakan, iklan Wiranto tidak menggunakan peristiwa kerusuhan Mei 1998 sebagai latar belakang seperti ditangkap Bimo. Apa yang disampaikan Wiranto mengenai tidak akan memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memperebutkan kekuasaan merupakan dokumentasi umum.

inu

ferry santoro

"SAYA bersyukur kepada Allah SWT karena diberi umur panjang dan keselamatan. Perjalanan saya panjang sekali dan melelahkan selama hampir 11 bulan sejak saya disandera anggota Gerakan Aceh Merdeka bersama almarhum Ersa Siregar, 29 Juni 2003."

Juru kamera RCTI Ferry Santoro menarik napas panjang. Di tengah kelelahannya tersebut, setiba di Jakarta, dia masih harus ke Istana Negara untuk bertemu Presiden Megawati Soekarnoputri, jumpa pers serta siaran langsung hingga pukul 23.00 di studio tempatnya bekerja.

Selasa (18/5) malam itu kepada wartawan dia menceritakan perjalanannya dalam genggaman Gerakan Aceh Merdeka (GAM) selama 11 bulan. "Saya jalani hari demi hari, terus-menerus, dan kerap dalam perjalanan berpindah-pindah tidak menentu itu terjadi kontak senjata. Saat terjadi kontak senjata, saya selalu menghindar dan menghindar. Saya selalu berdoa agar selamat," tuturnya.

Selama 11 bulan penyanderaan dan berkelana mencari perlindungan dari hutan ke hutan dan dari bukit ke bukit, Ferry mengaku tidak pernah disatukan dengan sandera sipil lainnya. Ia hanya disatukan dengan almarhum Ersa sebelum tewas dalam kontak tembak antara pasukan GAM yang mengawalnya dengan aparat TNI di Desa Alue Matang Aron, Kecamatan Simpang Ulim, Aceh Timur.

Mengenai tewasnya Ersa yang selalu bersama-sama dengannya melewati hari-hari panjang melelahkan, Ferry memiliki catatan khusus. Sebelum kontak tembak, sekitar pukul 12.00, Ferry dan Ersa tidur-tiduran bersebelahan di kamp yang tinggi posisinya di tengah rawa-rawa dan pohon nipah. Tidak ada firasat apa-apa sebelumnya. "Kami sedang asyik mengobrol tiba-tiba terdengar suara tembakan. Tidak tahu arah datangnya tembakan itu karena terhalang pepohonan," ujar Ferry.

Begitu mendengar suara tembakan, secara spontan Ferry yang berada di sisi kanan melompat ke kanan sambil merayap, sementara Ersa yang berada di sisi kiri melompat ke kiri. Ketika itu, ada tujuh orang anggota GAM yang bersama-sama beristirahat di kamp itu. Bersama dua anggota GAM, Ferry berusaha menjauh sambil terus mendengar suara tembakan.

"Ketika suara tembakan tidak lagi terdengar, saya dan dua anggota GAM telah menjauh sekitar satu kilometer. Saya mau balik ke kamp melihat kondisi Ersa, tetapi anggota GAM bilang agar mundur saja. Saya baru tahu Ersa tewas satu hari setelah kejadian. Saya diberi tahu Ishak Daud melalui telepon satelit yang dibawa anggota GAM," papar Ferry.

"Apa yang saya jalani selama penyanderaan seperti menghitung hari," katanya. Bobot tubuhnya yang semula 80 kilogram melorot hingga 58 kilogram. Selama dalam sandera GAM, Ferry mengaku menderita diare selama dua minggu. "Tidak ada obat-obatan dan saya yang selalu dikawal anggota GAM tidak bisa turun ke kampung. Di tengah hutan tempat saya bersembunyi, ada semacam biji salak. Tiap hari saya makan dan akhirnya sembuh juga diare saya," paparnya.

Meskipun ketersediaan makanan dan minuman sangat terbatas, Ferry mengaku diperlakukan baik oleh anggota GAM. Untuk berkomunikasi dengan Komandan Operasi GAM Wilayah Peureulak, Aceh Timur, Ishak Daud, Ferry menggunakan telepon satelit yang dipegang anggota GAM yang menjaganya. "Mengenai rencana pembebasan 13 Mei 2004, saya mendengarnya dari Ishak Daud melalui telepon satelit, 10 Mei 2004," jelasnya.

Hari-hari panjang penuh penantian tanpa kepastian untuk kembali pulang itu akan dituliskannya kembali dalam sebuah buku.


inu

sikap pepabri

Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI hanya akan memberikan dukungannya kepada calon presiden dari kalangan purnawirawan militer, yakni Partai Demokrat Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono dan calon presiden dari Partai Golongan Karya Jenderal (Purn) Wiranto.

Mengenai siapa salah satu dari mereka yang akan dipilih, Pepabri memberikan kebebasan kepada anggota dan mitra sejajarnya untuk menentukan pilihan berdasarkan kepercayaan dan kata hati nurani.

"Dukungan kepada Yudhoyono dan Wiranto sangat wajar karena mereka merupakan bagian dari keluarga besar kami," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Pepabri Inspektur Jenderal (Purn) Putera Astaman usai silaturahmi dengan Yudhoyono dan Wiranto di Jakarta, Senin (17/5).

Dalam silaturahmi itu, Wiranto datang bersama beberapa anggota tim suksesnya yang juga purnawirawan untuk memaparkan visi dan misinya lebih awal.

Ditanya apakah dalam dialog dibicarakan mengenai menguatnya gerakan penolakan terhadap calon presiden berlatar belakang militer, Wiranto mengatakan, "Tidak. Karena kalau itu dibahas tidak akan ada habisnya. Saya minta sebaiknya proses pemilihan presiden diwarnai dengan cara-cara yang jujur, demokratis, menghargai kontestan lain, dan jangan saling mengganggu."

Yudhoyono yang juga diiringi beberapa anggota tim suksesnya yang juga purnawirawan datang ke acara silaturami tersebut setelah Wiranto pergi. Namun, Yudhoyono mendapat sambutan meriah. Para purnawirawan tetap menanti hingga acara selesai. Sambutan meriah ini membuat Ketua Umum Partai Demokrat Subur Budhisantoso merasa yakin bahwa dukungan keluarga besar purnawirawan tidak akan berubah dan tetap ditujukan kepada Yudhoyono.

Pilihan Pepabri kepada kedua calon presiden purnawirawan itu didasarkan pada figur mereka yang dinilai memancarkan penampilan, pandangan, dan sikap sebagai negarawan. Selain itu, baik Yudhoyono dan Wiranto dinilai sehat jasmani dan rohani, pancasilais, agamis, berbudi luhur, terbuka, santun, dan memiliki rekam jejak yang baik dalam pengabdiannya kepada negara. Dalam kaitan dengan purnawirawan, Pepabri tidak memberikan dukungan kepada Jenderal (Purn) Agum Gumelar karena hanya sebagai calon wakil presiden.

Dalam acara yang dihadiri sekitar 600 pengurus Pepabri hadir sejumlah pensiunan tentara dan mantan pejabat negara semasa Orde Baru seperti Try Sutrisno, Widodo AS, Soerjadi Soedirja, Basofi Soedirman, R Suprapto, Inten Suweno, dan Mien Sugandhi.

Putera meminta agar dukungan Pepabri kepada Yudhoyono dan Wiranto disosialisasikan ke seluruh pengurus di daerah. Keputusan Pepabri untuk mendukung calon presiden purnawirawan sama dengan keputusan Pepabri sebelum pemilu legislatif untuk hanya mendukung dan memilih calon anggota legislatif berlatar belakang purnawirawan.

Sementara itu, tim kampanye Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menyiapkan sedikitnya 1.000 orang juru kampanye yang akan diberi pembekalan untuk dijadikan juru kampanye di seluruh Indonesia. Mereka akan mendapat pembekalan dari Yudhoyono dan Kalla di Jakarta, Selasa (18/5).

Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum Partai Demokrat Marsekal Pertama (Purn) Suratto Siswodihardjo mengungkapkan, 1.000 orang anggota juru kampanye itu direkrut dari Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia yang mencalonkan pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.

inu

capres

DARI kacamata aktivis dan pengamatan politik peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mochtar Pabottingi, peluang semua pasangan calon presiden-wakil presiden lolos putaran pertama dan masuk putaran kedua hampir sama kecuali Hamzah Haz-Agum Gumelar. Setelah itu, dua yang paling lemah adalah Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi dan Jenderal (Purn) Wiranto-Salahuddin Wahid.

Megawati hampir dalam semua hal dinilai tidak nyandak dan selalu terlambat. Kalaupun dalam tiga tahun terakhir kelihatannya baik, dalam hal itu adalah hadiah dari lawan-lawan politiknya yang telah sepakat untuk tidak mengganggu pemerintahan Megawati sampai tahun 2004. Lawan-lawan politiknya sepakat untuk membiarkan Megawati memerintah sampai tahun 2004. "Kita tidak ingin tiap tahun ganti presiden," ujarnya.

Saat ini, pemerintahan Megawati telah bergerak ke arah otoritarianisme. Hal itu tercermin dari keluarnya undang-undang penyiaran, perilaku aparat kepolisian, dan kedekatannya pada militer dengan memberi tempat yang banyak kepada militer. Selain itu, korupsi dalam pemerintahan Megawati, seperti disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), luar biasa besarnya. Banyak pihak menyatakan magnitude korupsi dalam tiga tahun pemerintahan Megawati komparabel dengan korupsi 32 tahun pemerintahan Soeharto!

Kalau Wiranto, menurut Pabottingi, begitu terpilih dan naik menjadi presiden, kita akan sibuk terus dengan demonstrasi. Diperkirakan tidak akan ada urusan internasional yang bisa lancar karena kasus-kasusnya. Urusan dengan negara-negara besar tidak akan begitu gampang. Akan banyak diplomatic hazard atau diplomatic difficulties. Tidak terbatas pada hubungan diplomatik, tetapi soal hubungan dagang dengan Uni Eropa yang mempertahankan dan memegang teguh mengenai hak asasi manusia juga akan terganggu.

PASANGAN calon yang hampir berimbang adalah Yudhoyono-Kalla dengan Amien-Siswono. Keunggulannya terletak pada latar belakang Yudhoyono yang militer dan keberhasilan Amien selama menjadi Ketua MPR. Kelemahan utama Yudhoyono terletak pada Partai Demokrat yang didirikannya. Calon anggota legislatif dari Partai Demokrat tidak terseleksi dengan baik. Namun, dari segi niat baik, Yudhoyono masih mendingan.

Kelebihan Amien adalah doktor di bidang politik. Amien bersih, yang didampingi Siswono yang juga bersih. Perkara bersih ini, Amien-Siswono melampaui Yudhoyono-Kalla yang juga relatif bersih. Nilai tambah lain, dia yang paling menginginkan kursi presiden itu dibandingkan dengan calon presiden lainnya. Ini nilai plus karena untuk keinginan itu, Amien konsisten dan tidak malu-malu.

Kelemahan Amien, seperti banyak dilihat orang, adalah mencla-mencle. "Tetapi kalau saya lihat, kenapa Amien bersikap seperti itu adalah karena perolehan suaranya kecil dalam Pemilu 1999." Jadi, dia harus pandai-pandai bermain agar tidak tergeser dari kursi Ketua MPR itu. Realitas di bawah membuat dia harus mencla-mencle. Itu adalah bagian dari upayanya untuk tetap bertahan. Akan tetapi, hal-hal prinsip dia tidak jual, terutama prinsipnya untuk bersih.

Jusuf Kalla itu problem solver, cepat mengambil tindakan, dan orang luar Jawa. Kelebihan pasangan Yudhoyono-Kalla ini hampir setara dengan pasangan Amien-Siswono. Namun, pasangan mana yang akan dapat maju di putaran kedua atau terpilih menjadi presiden, masih sulit diprediksi. Sebab, peta kekuatan dan kelemahan bisa berubah ketika dihadapkan pada basis dukungan.

inu