Friday, March 14, 2008

koter sby

Calon presiden Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono membantah akan membubarkan komando teritorial (Koter) dan Komando Resor Militer (Korem) jika kelak terpilih, seperti terdapat dalam dokumen tidak resmi Partai Demokrat.

"Menjelaskan adanya dokumen dari antah berantah itu, saya menelepon langsung Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Staf TNI AD Jenderal Ryamizard Ryacudu untuk mengatakan bahwa hal itu tidak benar," tegas Yudhoyono saat menerima kunjungan 26 Pimpinan Daerah Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI (GM FKPPI) yang dipimpin Ketua Pengurus Daerah GM FKPPI Eddy Rumpoko.

Mantan Kepala Staf Sosial Politik ABRI dan Kepala Staf Teritorial ABRI itu berpendirian, untuk mengemban tugas pertahanan negara, Koter dan Korem harus tetap dipertahankan. "Yang tidak boleh ada adalah fungsi sosial dan politik sesuai amanat reformasi. Dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, keberadaan koter itu legal dan konstitusional. Jangan termakan isu. Sesuai amanat reformasi, yang harus dihentikan adalah peran politik TNI," paparnya.

Yudhoyono menyambut baik kedatangan "adik-adik" GM FKPPI sekaligus untuk kangen-kangenan. Dia meminta GM FKPPI memberi penjelasan kepada masyarakat agar jangan hitam putih dan apriori memandang. "Saya sangat alergi dengan pernyataan antimiliter. Apa yang salah dengan tentara? Profesi tentara itu sama saja dengan profesi sebagai guru, nelayan, dan politisi yang sama-sama merupakan profesi terhormat. Sesat pernyataan yang mengatakan mantan militer pasti militeristik!" ujarnya.

Yudhoyono mengakui, di dunia ini memang ada tentara yang setelah menjadi penguasa berbuat lalim dan fasis seperti juga di negeri ini di mana setelah berkuasa ternyata represif. Namun itu adalah karakter individu, bukan karena latar belakangnya sebelum menjadi penguasa.

Dia meminta agar nilai, jati diri, dan konsensus dasar (fundamental consensus) bangsa dijaga dan dipertahankan. Konsensus dasar itu adalah Pancasila sebagai falsafah dan ideologi.

inu

mimpi oposisi

PENGHITUNGAN suara di masing-masing tempat pemungutan suara dalam Pemilihan Umum 5 April 2004 belum juga dimulai. Mereka yang sulit bangun pagi dan tidak ingin hak politiknya hilang sia-sia masih mengantre di sejumlah TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Namun, optimisme akan cukup memperoleh dukungan suara rakyat bagi partai yang disiapkannya sejak tahun 2001 sebagai kendaraan politik menuju Istana Negara telah disampaikan.

"KOALISI secara terbatas untuk pemerintahan yang kuat dan efektif diperlukan. Untuk itu, aturan main dan etika harus dibangun. Kabinet pelangi seperti sekarang ini terbukti tidak efektif. Dengan diwadahinya setiap fraksi dan partai politik dalam kabinet, logikanya setiap kebijakan pemerintah didukung oleh parlemen. Dalam kenyataannya, logika itu tidak dijumpai," ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan "kabinet pelangi" Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu.

Pandangan tersebut disampaikannya sesaat setelah berkeliling Kota Bogor meninjau pelaksanaan pemilu legislatif. Sambil menunggu pesanan soto ayam kegemarannya di warung pinggir jalan, Yudhoyono mengemukakan, "Oposisi diperlukan untuk sehatkan demokrasi. Koalisi terbatas hanya dengan beberapa partai politik di pemerintahan memungkinkan tumbuhnya oposisi yang bisa memberikan check and balance kepada the rulling party."

Malam harinya, optimisme Yudhoyono yang menjadi mesin pendulang suara untuk Partai Demokrat mendapat peneguhannya. Bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung tema bersih dan peduli, Partai Demokrat mampu membuat kejutan dengan perolehan suara cukup besar di sejumlah kota besar. Partai-partai besar seperti Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tak mampu membendung aliran suara kepada dua partai ini di Jakarta.

Mendapati hasil pemilu legislatif, keesokan harinya, Yudhoyono menggelar jumpa pers. Menggunakan jaringan lamanya di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, puluhan wartawan berdatangan ke rumahnya di Puri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Selain mengucapkan syukur dan terima kasih atas dukungan rakyat kepada partai yang dibidaninya, Yudhoyono kembali menegaskan sikapnya untuk membangun koalisi terbatas sehingga memungkinkan tumbuh kuatnya oposisi.

Setelah kemudian Partai Demokrat dinyatakan bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden karena persentase perolehan suaranya, Yudhoyono mewujudkan rintisan gagasannya untuk membangun koalisi terbatas. Setelah menjadi calon presiden pertama yang mengumumkan pasangan calon wakil presidennya dari Partai Golkar Jusuf Kalla, Yudhoyono mendeklarasikan pencalonannya ke KPU.

Dalam deklarasi 10 Mei 2004 itu, pasangan Yudhoyono-Jusuf secara resmi diajukan oleh Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Ketiga pucuk pimpinan partai politik hadir dan menandatangani berkas pencalonan Yudhoyono-Jusuf ke KPU. Bergabungnya PBB untuk mencalonkan Yudhoyono sempat menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran karena adanya perbedaan platform dengan Partai Demokrat dan PKPI.

"Saya memahami yang menjadi kekhawatiran banyak orang mengenai dugaan adanya upaya dari PBB untuk mengubah pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Mengenai kekhawatiran itu, saya kira PBB dan Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra bisa memberi penjelasan dengan gamblang. Bagi saya, sebagai politisi, pemahaman Pak Yusril mengenai kebangsaan dan keislaman sangat matang," papar Yudhoyono.

Meskipun tampaknya mantap dengan dukungan tiga partai politik yang hanya meraih 69 suara atau sekitar 12 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Yudhoyono sebetulnya mengharapkan dukungan dan kebersamaan yang lebih besar dari partai politik lain. Sebelum beberapa partai politik mencalonkan presiden dan wakil presidennya masing-masing dan mengambil posisi saling berkompetisi, Yudhoyono mengaku telah menjalin komunikasi politik yang intensif dan berjalan baik dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PKS.

Kini kompetisi tahap pertama yang mengelompokkan elite partai politik telah usai. Tiga dari lima pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dinyatakan gugur. Pengumuman hasil penghitungan suara oleh KPU yang menyatakan pasangan Yudhoyono-Jusuf unggul di urutan pertama dengan 33 persen suara meneguhkan kembali optimisme Yudhoyono. Acceptance speech telah disiapkan sebelum KPU mengumumkan hasil penghitungan suara. Ledakan kecil di Kantor KPU membuyarkan acara yang telah sempurna disiapkan di pendopo samping rumah Yudhoyono yang baru dibangun.

Acceptance speech Yudhoyono lantas ditunda pada malam harinya sesaat selepas KPU menetapkan hasil pemilu presiden dan wakil presiden putaran pertama. Segaris dengan gagasan awalnya mengenai koalisi terbatas, dalam kesempatan yang disiarkan secara luas oleh televisi tersebut Yudhoyono mengajak rakyat calon pemilihnya melepaskan simbol-simbol partai politik.

"Dalam berjuang ke depan, simbol tidak penting. Bahkan saya mengajak untuk melepas simbol-simbol itu. Masa depan kita sebagai bangsa tidak ditentukan oleh simbol-simbol. Perjuangan merebut masa depan pun tidak dibatasi simbol-simbol. Untuk merebut masa depan ini, kita tidak dibatasi umur, asal keturunan, asal partai, asal ormas, laki-laki atau perempuan, ataupun agama kita," paparnya dengan suara mantap di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media massa.

BELUM selesai tiga pasang kandidat yang dinyatakan tidak lolos membuat pernyataan menerima hasil pemilu putaran pertama, dua kandidat yang akan berkompetisi di pemilu putaran kedua telah bermanuver menggalang dukungan.

Sementara Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi asyik mencoba menjajaki koalisi tingkat elite partai politik, Yudhoyono memilih untuk mengajak rakyat berkoalisi. Tidak heran, selepas masa kampanye pemilu putaran pertama, Yudhoyono gemar bersafari keliling kota menjumpai pemilihnya yang sedang kesusahan karena bencana atau saat shalat Jumat. Terakhir, Jumat lalu, Yudhoyono shalat Jumat di Masjid Al-Azhar, Jakarta. Seusai shalat Jumat, Yudhoyono merayakan Hari Anak Nasional kedua bersama anak-anak yang didatangkan oleh Hotline Advertising, yang selama ini menggarap pembentukan citranya.

Sikap Yudhoyono yang terkesan menjauhi para elite politik yang dalam pemilu putaran pertama terbukti tidak mampu "menggiring" massa menumbuhkan sikap antipati beberapa elite partai politik. Disikapi seperti ini, Yudhoyono tetap mantap dengan pendiriannya. Sebagai wakil presiden, Jusuf Kalla meneguhkan pendirian pasangannya tersebut.

Jusuf Kalla yang ditemui di Graha Anugerah tempat tim suksesnya bekerja, Kamis lalu, mengaku tidak khawatir dengan minimnya dukungan parlemen jika akhirnya terpilih sebagai wakil presiden berpasangan dengan Yudhoyono. "Idealnya memang ada koalisi besar di parlemen agar pemerintah dapat menjalankan tugasnya secara efektif. Namun, kami tidak pernah khawatir dan tidak pernah menganggapnya sebagai masalah jika ternyata tidak mendapat dukungan yang besar di parlemen. Kontrol dan kritik yang ketat dari DPR justru akan menjadi cambuk bagi pemerintah untuk bekerja lebih baik," ujarnya.

Jusuf justru khawatir jika yang duduk di pemerintah dan di parlemen sama saja seperti kabinet pelangi sekarang ini. Dengan diakomodasinya seluruh kekuatan politik di parlemen dalam kabinet, efektivitas pemerintah dalam menjalankan kebijakannya ternyata juga tidak semulus yang dibayangkan. "Untuk beberapa kebijakan, tentangan keras terhadap kebijakan pemerintah justru muncul dari Fraksi PDI-P. Jadi, tidak ada lagi alasan pentingnya koalisi permanen di parlemen," papar Jusuf.

Dengan bekal pengalaman sejarah bangsa dalam berpolitik, meskipun mengharapkan munculnya oposisi yang kuat untuk menyehatkan demokrasi, Jusuf merasa yakin, di masa mendatang tidak akan tumbuh oposisi yang kuat dan mutlak. Dengan bekal kiprahnya berpolitik di Golkar, Jusuf merasa yakin politisi Golkar tidak akan teguh berpendirian. "Politisi Golkar itu sangat realistik dalam melihat persoalan. Lagi pula, kalau kami menang, kami yakin dengan dukungan rakyat kepada pemerintah yang dipilih secara langsung," ujarnya.

Meskipun yakin dengan posisi minoritas di parlemen, Jusuf mengungkapkan tetap menjalin dan merintis koalisi dengan beberapa partai politik seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan PKS. Untuk rintisan koalisi ini, Jusuf memasang target setidaknya mendapat dukungan 40 persen di parlemen.

Dukungan setidaknya 40 persen diperlukan untuk menjalankan kebijakan pemerintah yang membutuhkan persetujuan DPR, misalnya soal anggaran dan pembuatan undang-undang. "Kalaupun tidak mendapat dukungan DPR, pemerintah tetap dapat menggunakan anggaran tahun sebelumnya. Yang jelas, DPR tidak lagi dapat menjatuhkan presiden. Kalau memang akan ada upaya itu, rakyat yang akan menjadi pelindung kami," ujar Jusuf.

inu

birokrasi tim sukses

Iklim birokrasi yang melingkupi Susilo Bambang Yudhoyono yang tampak di antara sejumlah anggota Tim Kampanye Nasional SBY-JK dinilai memagari dan menjauhkan Yudhoyono-Kalla dari rakyat calon pemilih. Meskipun mereka sementara unggul dalam pemilu putaran pertama, Tim Kampanye Nasional SBY-JK harus bekerja lebih keras dan tidak mabuk kemenangan serta terbius puji-pujian pencari kekuasaan.

"Pertarungan di putaran kedua akan lebih berat karena dua kandidat akan saling berhadapan dan pertarungan menjadi pertarungan hidup dan mati. Untuk memperluas dukungan, tim sukses harus lebih aspiratif dan empatik terhadap rakyat. Budaya birokrasi yang dibawa anggota tim sukses yang umumnya mantan tentara dan pejabat harus dilebur. Selama ini, birokrasi justru memagari dan menjauhkan SBY dari rakyat," ujar Penasihat Relawan SBY Djohan Effendi seusai pembukaan Silaturahmi Nasional Relawan SBY, Minggu (25/7).

Mantan Sekretaris Negara di era pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid itu menilai, bersamaan dengan kemenangan Yudhoyono dalam pemilu putaran pertama, tim sukses dan beberapa orang yang merasa dekat dengan Yudhoyono seperti mabuk kemenangan. "Yudhoyono harus lebih berhati-hati untuk maju ke putaran kedua. Jangan terbius puji-pujian dan suara yang indah-indah dari beberapa orang saja. Dengarkanlah suara tulus dari rakyat yang kadang-kadang memang pahit dan menyakitkan," ujarnya.

Djohan menilai, di sekitar Yudhoyono belakangan ini terlalu banyak disesaki oleh "penjaga pintu" yang merasa paling dekat dengan Yudhoyono. Dengan orang-orang yang memiliki mentalitas pejabat dan birokrat ini, upaya untuk memperluas dukungan rakyat kepada Yudhoyono-Kalla dalam pemilu putaran kedua dapat terhambat. "Harus disadari dan dikembangkan bahwa tim sukses Yudhoyono adalah rakyat. Hal ini kurang dilihat oleh tim sukses yang birokratis itu," paparnya.

Untuk memperbesar dukungan rakyat dan melibatkan rakyat secara langsung sebagai tim sukses Yudhoyono-Kalla, Relawan SBY sedang mempersiapkan upaya-upaya counter terhadap mobilisasi dari elite politik dengan melakukan pendekatan langsung kepada rakyat.

"Upaya Relawan SBY akan kami lakukan guna menghadapi konspirasi elite untuk meraih kekuasaan yang makin marak dilakukan akhir-akhir ini. Kami akan melakukan pendidikan politik dan kami yakin rakyat cukup cerdas untuk menentukan pilihannya secara otonom tanpa terpengaruh konspirasi elite yang mengejar kekuasaan," ujar Djohan.

inu

spiderman jadi jurkam

ANDA (16) terlihat bingung saat duduk di kursi empuk berwarna merah di Studio 21 Planet Hollywood, Jakarta, Sabtu (17/7). Anak jalanan yang sehari-hari menggelandang di Stasiun Manggarai ini masih belum memahami apa yang sedang dialaminya. Bersama Yohan (12), Ade (14), dan Jana (13), teman-temannya menggelandang, Anda tertegun memandang gambar pada layar sangat lebar disertai suara menggelegar dan kadang-kadang mengagetkannya.

Tak beberapa lama, ketertegunan Anda berubah. Sambil mendekap botol air mineral dan makanan kecil pembagian, Anda tersenyum karena mulai mengenali tokoh yang muncul di layar. "Wah Sepidermen," ujarnya. Bersama tiga temannya, Anda mulai asyik menikmati film yang sedang menggemparkan dunia hiburan itu.

Sebentar saja, keceriaan terpancar dari wajah-wajah sekitar 100 anak jalanan yang didatangkan ke Planet Hollywood untuk bersama calon presiden Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menonton film Spider-Man 2. Yudhoyono bersama istrinya, Kristiani Herawati, datang atas undangan Gerakan Perempuan Pro SBY. Acara bertema "Peduli Anak Jalanan" itu dirancang untuk memperingati Hari Anak Nasional.

Sebelum acara nonton bareng, sekitar 100 anak jalanan yang didatangkan dari Stasiun Pasar Senen dan Stasiun Manggarai itu berdialog dengan Yudhoyono. Dipandu artis cilik Joshua, dua anak jalanan bertanya dengan lugunya mengenai pandangan Yudhoyono tentang anak jalanan.

Anda yang mendapat kesempatan pertama bertanya dengan lugas dan lugu meminta komitmen Yudhoyono, "Kami pengen tanya. Kalau Bapak jadi presiden, gembel kayak kami ini nantinya diusir apa kagak pak?"

Mendengar pertanyaan lugu ini, beberapa panitia terperangah. Setelah diberi kode pembawa acara, Joshua meminta Anda mengulangi pertanyaan dengan kalimat lebih baik. Anda pun mengulangi dengan kata-kata lebih "santun".

Yudhoyono lantas menjawab pertanyaan itu dengan berputar-putar dulu. "Kalau kesejahteraan kita baik, ekonomi kita baik, masyarakat kita tenteram, tidak akan ada lagi anak jalanan atau anak telantar. Negara akan berjuang. Pemimpin akan bekerja keras agar kita terbebas dari tragedi ini. Tentu di waktu mendatang akan dipikir bagaimana anak-anak telantar dapat bersekolah sehingga tidak ada gembel atau anak jalanan."

Sambil berusaha mencari kata-kata yang mudah dipahami anak-anak jalanan, Yudhoyono melanjutkan jawabannya, "Perlu kerja keras pemerintah, gubernur, bupati, dan wali kota agar semua masalah dapat dipecahkan dengan baik. Yang jelas, pemerintah tidak boleh menggusur atau mengusir warganya tanpa mencari pemecahan masalah. Tertib kota harus terpelihara, sementara yang tidak beruntung diberi kesempatan yang lebih baik."

Belum tahu apakah Anda puas atau tidak dengan jawaban Yudhoyono, Joshua beralih pada Vina (10). Murid Sekolah Dasar 05 Pagi, Senen, itu mengaku dirinya tidak dibebani biaya sekolah. "Tapi saya harus membayar uang buku Rp 200.000 jika ingin sekolah. Ini bagaimana Pak?" tanyanya.

Yudhoyono menarik napas sejenak sebelum menjawab. Seperti kepada Anda, Yudhoyono mengungkap lagi, negara harus sekuat tenaga membantu rakyatnya, khususnya anak-anak, agar dapat bersekolah. Entah paham atau tidak, selama mendengar penjelasan Yudhoyono yang menggunakan bahasa yang "tinggi-tinggi" anak-anak lebih asyik bermain dengan kaus baru yang dibagikan. Untuk mengarahkan perhatian, penyelenggara acara meminta anak-anak bertepuk tangan.

Suasana kaku dan formal mencair ketika dialog usai. Menjelang pemutaran film, Yudhoyono bersama istrinya berbaur bersama anak-anak untuk bernyanyi bersama, Lagu Pelangi. Suasana makin cair saat anak-anak dipersilahkan mengambil tempat duduk sebelum pemutaran film. Dan suasana berubah ceria saat Spiderman beraksi melempar jaring laba-labanya bergelayutan di tengah keramaian Kota New York. Tepuk tangan spontan mengiringi aksi Spiderman.

"Seneng. Pertama kali saya nonton di bioskop begini," ujar Anda sambil tersipu.

Ketika ditanya apa yang dipahami dari acara itu, Anda berujar, "Katanya Pak SBY mau jadi presiden. Saya sih seneng waktu didatangin mbak-mbak yang mau ngajak nonton Sepidermen bareng Pak SBY. Dapet makanan lagi. Hari ini saya libur nyapu di gerbong dan di stasiun. Semoga kami terus diperhatiin."

inu

dekati rakyat

Calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus mendekati rakyat calon pemilih untuk memperbesar dukungan dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden putaran kedua. Setelah sehari sebelumnya mengunjungi korban kebakaran di Tanah Abang, Jumat (16/7), Yudhoyono shalat Jumat di Masjid Jami At Taqwa At Tahiriyah, Jakarta, dan berdialog dengan pengurus masjid.

Seperti kedatangannya di tengah-tengah keramaian sebelumnya, Yudhoyono kemarin disambut meriah. Seusai shalat, Yudhoyono dikerumuni jemaah yang ingin berjabat tangan dengannya. "Untuk melanjutkan kompetisi, saya memilih berkomunikasi dengan rakyat secara lebih intens. Rakyat perlu tahu pikiran, isi, dan solusi yang kami tawarkan. Mengenai koalisi, itu merupakan keniscayaan demi pemerintahan stabil. Namun, koalisi yang akan kami bangun adalah koalisi terbatas," ujar Yudhoyono.

Sebelum shalat Jumat, Yudhoyono datang ke Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, untuk menjenguk cendekiawan Nurcholish Madjid yang terbaring sakit lebih dari satu pekan di rumah sakit itu. Bersama Heru Lelono dan Mayjen (Purn) Djali Yusuf, Yudhoyono bertemu dengan Nurcholish sekitar 20 menit. "Kondisi Cak Nur (sapaan Nurcholish) terlihat sehat. Kami tadi guyon sebagai kawan," ujar Yudhoyono.

Yudhoyono mengaku berbicang-bincang dengan Nurcholish seputar proses demokrasi yang tengah berlangsung. "Bangsa ini perlu pencerahan dan nasihat Cak Nur. Tadi beliau terlihat sehat dan tetap peduli dengan proses demokrasi yang berlangsung," paparnya.

Sebagai kawan Nurcholish, Yudhoyono bercerita ketika masih bersama-sama menggagas upaya melakukan reformasi dalam TNI. Atas sumbangan pemikiran Nurcholish, didapati pemahaman bahwa antara demokrasi dan TNI tidak ada pertentangan. "TNI dan demokrasi itu compatible," ujarnya.

inu

128 kompleks tni/polri

BOLEH jadi, seminggu setelah calon presiden dari Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, berkampanye di Gelanggang Olahraga Bung Karno, 27 Juni 2004 lalu, tukang ojek dan sopir angkutan kompleks perumahan tentara yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta tersenyum ketika pulang ke rumah membawa hasil keringatnya. Selama seminggu, tukang ojek dan sopir angkutan kompleks perumahan tentara itu mendapat keringanan bebas dari pungutan wajib setiap hari yang dipungut "pentolan-pentolan" kompleks tentara itu.

Bebasnya pungutan wajib yang dapat mencapai Rp 10.000 per hari itu diberlakukan sebagai imbalan karena telah bersedia mengantar rombongan massa, yang umumnya anggota keluarga tentara, menghadiri kampanye terbuka yang memenuhi Gelora Bung Karno. Tawaran menggiurkan ini disambut antusias tukang ojek dan sopir angkutan kompleks perumahan tentara yang tersebar di Jakarta.

"Ini bukan jokes. Ini sungguh-sungguh terjadi. Ada keinginan besar dari anggota keluarga tentara secara sukarela menunjukkan dukungannya kepada Yudhoyono. Untuk kampanye itu, ibu-ibu mereka bahkan memasak untuk memberi bekal nasi bungkus," ujar koordinator pengerahan massa keluarga besar tentara Tim Kampanye Nasional Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK), Zainal H Yusuf.

Menurut anak kolong ini, kegairahan anggota keluarga besar tentara memberikan dukungan kepada Yudhoyono yang berpasangan dengan pengusaha JK telah terlihat jauh sebelumnya. Dukungan besar kepada Partai Demokrat yang menaruh Yudhoyono sebagai ikon dalam pemilihan umum (pemilu) legislatif telah membuktikan cukup besarnya dukungan itu.

Menghadapi pemilu presiden dan wakil presiden putaran pertama, 5 Juli 2004 lalu, dukungan keluarga besar tentara kepada Yudhoyono serius digarap agar hasilnya menjadi optimal. Untuk keperluan itulah, Tim Kampanye Nasional SBY-JK yang dikomandani purnawirawan jenderal dan disesaki juga purnawirawan jenderal itu memetakan sungguh besarnya potensi suara keluarga besar tentara.

Upaya memberi ruang ekspresi politik kepada keluarga besar tentara, menurut Zainal, memiliki momentum yang tepat. Oleh Partai Golongan Karya (Golkar) yang selama ini menjadi ruang ekspresi purnawirawan dalam berpolitik, terbukti bahwa mereka dan anggota keluarga besarnya "disia-siakan". Dalam daftar urut calon anggota legislatif di Partai Golkar, para purnawirawan jenderal ditempatkan di nomor urut yang jauh dari harapan bisa terpilih.

Atas perlakuan tidak mengenakkan dari Partai Golkar tersebut, anggota keluarga besar tentara diibaratkan seperti anak ayam kehilangan induk. "Perlakuan tidak mengenakkan itulah yang menyebabkan anggota keluarga besar tentara yang diwadahi Pepabri dan FKPPI mulai berangsur-angsur menarik diri dari Partai Golkar. Kesempatan itulah yang kemudian kami garap sungguh-sungguh," ujarnya.

Menurut data yang dimiliki Zainal, Pepabri yang mewadahi purnawirawan TNI dan Polri hingga ke tingkat akar rumput dan FKPPI yang mewadahi putra-putri purnawirawan dipetakan memiliki anggota sekitar 16,6 juta orang di seluruh Indonesia. Pepabri yang datanya sahih memiliki anggota sekitar 12,6 juta, sedangkan FKPPI memiliki anggota sekitar 4 juta. Potensi makin besar setelah Pemuda Panca Marga yang memiliki anggota sekitar 4 juta orang memberikan dukungan kepada Yudhoyono.

"Dengan kultur komando dan disiplin yang tinggi, potensi keluarga besar tentara lebih menggiurkan untuk ditangani dibandingkan mengelola potensi yang dimiliki partai politik. Dengan efektifnya komando, termasuk dalam pilihan politik, keluarga besar tentara dapat disamakan dengan sebuah aliran politik. Kita tidak pernah bisa membayangkan bagaimana efek bawaan seorang purnawirawan di lingkungannya. Meskipun hanya seorang sersan, seorang purnawirawan kerap menjadi komandan di lingkungannya. Ini yang kami pertimbangkan," ujar Zainal.

Segera setelah Pepabri secara kelembagaan memberikan dukungannya kepada Yudhoyono dan Wiranto sebelum masa kampanye lalu, Tim Kampanye Nasional SBY-JK bekerja. Pertama dipetakan jumlah kompleks tentara dan polisi yang tersebar di Jakarta, yang kemudian tercatat jumlahnya mencapai 128 kompleks perumahan. Untuk mengefektifkan upaya pencarian dukungan, dipeganglah "pentolan" masing-masing kompleks.

Oleh Zainal yang sebelumnya malang melintang di organisasi keluarga tentara, dipeganglah "pentolan" untuk masing-masing angkatan sebagai koordinator lapangan. "Agak lama membuat persiapan, pemetaan, dan koordinasi lapangan itu. Kami baru mendapatkan kepastian dukungan anggota keluarga besar tentara dari para ÆpentolanÆ itu empat hari sebelum kampanye besar di Gelora Bung Karno. Setelah sepakat, kami konsolidasi tanpa biaya. Kampanye di Gelora Bung Karno menjadi ujian efektivitas organisasi yang mereka wakili," kata Zainal.

Saat konsolidasi, untuk ujian efektivitas organisasi anggota keluarga besar tentara tersebut disediakan tiga sektor di gelora Bung Karno, yaitu sektor XII, XII, dan VIP Timur. Namun, dalam perjalanan waktu yang mepet menjelang kampanye terakhir itu, beberapa "pentolan" itu meminta tambahan tempat menjadi lima sektor.

"Permintaan kami penuhi meskipun semula kami agak ragu. Akan tetapi, pada hari pelaksanaan kampanye, lima sektor mulai dari sektor IX sampai XIV yang kami siapkan ternyata penuh bahkan sejak pukul 09.00. Selain mencengangkan kami, kenyataan ini membuktikan bahwa organisasi keluarga besar tentara berjalan efektif," ujarnya.

Tidak hanya dalam kampanye terbuka dukungan keluarga besar tentara terbukti. Dalam pemilu presiden dan wakil presiden langsung pertama kali di Indonesia itu, suara mereka diserahkan kepada Yudhoyono. Perolehan suara di tiap-tiap TPS di lingkungan tentara menunjukkan hal tersebut. "Sebagian besar kompleks tentara kami kuasai.

Sementara untuk kompleks Polri, kami hanya mampu menguasai dua saja karena keluarga Polri tampaknya lebih terpikat kepada pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi," kata Zainal.

inu

citra sby

SEPERTI sudah diduga dan dianalisa sebelumnya, sebagian besar suara alumni Cilangkap dan anggota keluarga besarnya memberikan dukungan kepada calon presiden dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Jusuf Kalla. Tidak heran jika pasangan yang juga dicalonkan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan Partai Bulan Bintang (PBB) ini dielu-elukan saat penghitungan suara di tempat pemungutan suara mereka.

HIDUP SBY! Hidup JK! Bersama kita bisa!" Begitu salah satu teriakan massa seperti paduan suara yang menggema dari TPS-TPS yang terletak di lingkungan tentara. Di sebagian besar TPS di Kelurahan Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur, misalnya, teriakan massa yang terlihat bergembira itu menggema di 100 TPS dari 103 TPS yang ada di sekitar Kompleks Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu. Di 100 TPS tersebut, Yudhoyono menang mutlak meninggalkan pesaing terdekatnya Amien Rais-Siswono Yudo Husodo yang hanya mampu menang di tiga TPS.

Gema teriakan massa menyambut kemenangan pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla saat penghitungan suara di TPS bergema juga di hampir seluruh lingkungan tentara yang ada di Jakarta. Seperti di Cijantung, kemenangan mutlak pasangan purnawirawan jenderal dan pengusaha ini juga dirayakan secara meriah dengan sorak-sorai di kawasan perumahan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (TNI AD), kawasan Halim Perdana Kusuma (TNI AU), dan kawasan Sunter-Kodamar (TNI AL).

"Sudah kami duga dan perkirakan sebelumnya mengenai besarnya dukungan keluarga besar TNI kepada pasangan Yudhoyono-Kalla. Keyakinan kami akan dukungan suara keluarga besar TNI menguat ketika kami menggelar kampanye rapat umum mengakhiri masa kampanye Yudhoyono-Kalla di Gelanggang Olahraga Bung Karno, 27 Juni 2004 lalu. Lima tribun yang kami sediakan untuk keluarga besar TNI di Jakarta penuh bahkan sejak pukul 09.00. Sejak itu kami menjadi semakin yakin akan besarnya dukungan mereka," ujar anggota seksi pengumpulan dan pengolahan data Tim Kampanye Nasional SBY-JK Zainal H Yusuf, di Jakarta, Kamis (8/7).

Meskipun mengaku terkejut dengan dukungan besar keluarga besar Cilangkap dan alumninya, Zainal mengaku suara yang diperoleh pasangan Yudhoyono-Kalla di kantong tentara telah terpetakan sebelumnya. Memetakan dan memprediksi arah pilihan politik tentara menurut Ketua Bidang Organisasi PKPI ini lebih mudah karena kultur komando, disiplin tinggi, dan kepastian data anggota.

Ditanya kenapa antusiasme keluarga besar tentara kepada pasangan Yudhoyono-Kalla begitu tinggi, Zainal mengangkat tangan tanda tidak tahu secara pasti. Namun, berdasarkan pengalamannya sebagai anak kolong, Zainal berujar, "Kami sebagai anak tentara sejak kecil mendambakan pemimpin yang gagah dan kuat. Kegagahan kami temukan pada sosok tentara. Karena itu, omong kosong jika anak tentara tidak mengharapkan tentara menjadi presiden."

Ditanya lebih lanjut mengapa di antara tiga figur purnawirawan jenderal yang maju ke muka pilihan lebih banyak dijatuhkan kepada Yudhoyono, Zainal kembali berujar, "Selain mendambakan pemimpin yang kuat dan gagah, kami juga mengidam-idamkan pulihnya kembali citra tentara. Kami anggota keluarga besar tentara melihat Yudhoyono dapat memulihkan kembali citra tentara karena sedikitnya masalah di sekitarnya jika dibandingkan dengan Wiranto."

MENURUT analisa dan hitungan Tim Kampanye Nasional SBY-JK, dibandingkan dengan partai politik, organisasi keluarga besar tentara dilihat lebih efektif menjadi "mesin politik". Dengan jumlah purnawirawan beserta anggota keluarganya yang mencapai lebih dari 12 juta, dapat dibayangkan berapa suara yang dapat diperoleh jika potensi tersebut dimanfaatkan secara tepat. "Dalam menggarap besarnya potensi suara keluarga besar tentara, kami juga mempertimbangkan efek dominonya. Umumnya purnawirawan apa pun pangkat terakhirnya tetap menjadi komandan di lingkungan tempat tinggalnya," ujarnya.

Karena itu, pernyataan resmi dari Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI (Pepabri) untuk mendukung calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wiranto lantas ditindaklanjuti dengan upaya pendekatan door to door. Untuk melipatgandakan upaya itu, seminggu setelah PKPI mencalonkan Yudhoyono-Kalla, jaringan anggota keluarga besar tentara yang telah terbentuk dan berjalan efektif di PKPI digerakkan.

Jaringan anggota keluarga besar tentara di PKPI ditampung dalam Barisan Muda PKPI yang didalamnya masuk Pemuda Panca Marga dan Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI (FKPPI). "Setelah PKPI mencalonkan Yudhoyono, jaringan FKPPI dan PPM bergerak. Dengan bergeraknya jaringan ini, tergaraplah potensi besar suara keluarga tentara," ujar Zainal yang juga Ketua Bidang Organisasi PKPI.

EFEKTIVITAS upaya penggalangan keluarga tentara oleh jaringan yang mereka miliki terbukti secara nyata di sejumlah kompleks tentara dan Polri di Jakarta. Dari 128 kompleks tentara yang ada di Jakarta, menurut catatan Zainal, setidaknya ada 80 kompleks yang dimenangkan Yudhoyono. Kemenangan itu merata di seluruh angkatan baik Kompleks TNI AD, TNI AU, maupun TNI AL.

Sebagai contoh di Kelurahan Cijantung, tempat bertebarannya kompleks perumahan TNI AD. Di kelurahan ini, pasangan Yudhoyono-Kalla menang telak. Dari 103 TPS dengan 22.833 suara pemilih yang dinyatakan sah di kelurahan itu, Yudhoyono menang di 100 TPS memperoleh 10.106 suara. Menyusul di urutan kedua pasangan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo dengan 6.396 suara.

Calon presiden lain yang juga purnawirawan jenderal, Wiranto, yang berpasangan dengan Salahuddin Wahid, berada di urutan keempat dengan perolehan 2.255 suara di bawah perolehan pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi yang memperoleh 3.806 suara. Di kompleks tentara, pilihan memang cuma dua yaitu kalau tidak Yudhoyono maka Wiranto. Kandidat lain tampak hanya sebagai penggembira saja karena hanya mendapat suara belasan saja per TPS yang rata-rata memiliki pemilih 200 orang.

Contoh perolehan suara Yudhoyono-Kalla di lingkungan perumahan tentara di Jakarta menguatkan anggapan sebelumnya mengenai besarnya dukungan anggota keluarga besar tentara kepada Yudhoyono. Di pundak Yudhoyono, keluarga besar anggota tentara menyerahkan harapan pulihnya citra tentara yang menjadi bulan-bulanan reformasi. Yudhoyono lebih dipercaya karena dinilai tidak banyak bermasalah dibanding calon tentara lainnya.

Sekali tentara tetap tentara!

inu

senin coblos

BAGI para calon presiden dan calon wakil presiden, Senin 5 Juli 2004 kemarin benar-benar hari mendebarkan. Hari itu, sekitar 150 juta warga negara Indonesia akan menentukan pilihan. Rakyat akan menentukan, apakah mereka melesat atau harus terempas dari bursa pemilihan presiden.

Menghadapi hari itu, Wiranto dan keluarga menyiapkan diri. Meski malam harinya dia menonton final Piala Eropa di Tee-Box Cafe sampai pukul 01.20 WIB, subuh benar dia sudah bangun dan melaksanakan shalat. "Ibu Uga (istri Wiranto-Red) tadi pagi juga shalat tahajud," ucap seorang pengawal.

Pukul 07.00 Wiranto sudah bersiap-siap walaupun baru tiga jam kemudian ia bersama istrinya menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) 029 di SDN Bambu Apus 01, Kecamatan Cipayung, Jakarta, yang hanya beberapa ratus meter dari rumahnya.

Wiranto tampak berseri-seri dan rileks. Setibanya di TPS, dia menyapa wartawan. Saat akan memberikan suara, Wiranto malah sempat bercanda dengan fotografer dan juru kamera yang mengikuti di belakangnya. "Ayo minggir. Ini kan rahasia," ucapnya. Spontan, wartawan pun sadar dan menyingkir.

Seusai mencoblos, Wiranto kembali ke rumah. Namun, dia tak henti-hentinya mengirim minuman dan makanan ke TPS. Presiden Paguyuban Warung Tegal se-Jabotabek dan Jawa ini memang punya motto sederhana: "Wareg, Waras, Wasis".

PUKUL 06.00, TPS 05, Desa Nagrak, Gunung Putri, Bogor, telah ramai. Sisa-sisa acara beberapa warga nonton bareng sepak bola final Piala Eropa masih terserak. Begitu juga sisa acara doa bersama Susilo Bambang Yudhoyono di pendopo di samping rumah di Puri Cikeas.

Keramaian makin menjadi menjelang pukul 07.00 bersamaan dengan kedatangan beberapa petugas TPS. Selain warga, puluhan wartawan juga menambah keramaian. Yudhoyono yang tiba di TPS beberapa menit setelah pukul 09.00 didampingi istrinya, Kristiani Herawati. Dia terlihat segar, ceria, dan murah senyum. Sambil berjalan, Yudhoyono menjawab pertanyaan wartawan.

Meskipun optimistis dapat melaju ke putaran kedua, Yudhoyono mengkhawatirkan ada kejadian luar biasa yang mengubah kalkulasi kemenangannya. "Politik itu keras dan kejam. Untuk kekuasaan, orang bisa menghalalkan segala cara," ujarnya.

Dengan senyum Yudhoyono melambaikan tangan ke arah warga yang berteriak-teriak memanggilnya. Sambil menunggu, Yudhoyono, istri, dan anaknya diminta berputar-putar arah untuk diambil gambar oleh wartawan. Seusai mencoblos, wartawan terus memburu Yudhoyono untuk wawancara dan mengambil gambar. Tim sukses Yudhoyono akhirnya menggelar jumpa pers di pendopo rumahnya. Yudhoyono mengucap syukur karena pemilu berjalan baik, aman, dan lancar.

"Proses itu penting. Jika proses berjalan demokratis, hasilnya akan berkualitas," ujarnya.

DARI seluruh kampanye, acara dialog calon presiden barangkali paling melekat di benak Hamzah Haz. Itu dinyatakan kepada wartawan seusai mencoblos di TPS 30, Kelurahan Palmeriam, Matraman, Jakarta. Pagi itu, pukul 08.50, ia bersama istrinya, Asmaniah, dan tujuh dari 9 anaknya datang ke TPS dengan berjalan kaki dari rumahnya yang berjarak 100 meter.

Mereka hanya sepuluh menit di TPS. Itu sudah termasuk menuruti permintaan belasan fotografer, yang berharap dapat pose menarik. Melihat kesabaran melayani keinginan fotografer, tidak berlebihan jika Hamzah dikenal akrab dengan wartawan.

Ketika menunggu kesempatan mencoblos, atas permintaan fotografer, beberapa kali ia dan istrinya harus mengangkat surat suara yang dipegangnya. Bahkan, saat mau memasukkan surat suara ke kotak, ia harus "minta izin" para fotografer itu. "Sudah ya, ya, saya masukkan sekarang," katanya.

Seusai mencoblos, dua kali dia menerima wawancara. Di kedua kesempatan itu, Hamzah mengaku teringat acara debat capres yang dijalaninya empat hari sebelumnya. "Banyak yang belum tahu keadaan kita sebenarnya. Karena itu, masih banyak yang parsial dari debat-debat calon presiden, yang saya nilai, seperti cerdas cermat. Isinya tidak mendasar," katanya.

Tidak jelas, mengapa Hamzah teringat terus pada acara itu.

inu/sam/sut

fitnah sby

Calon presiden dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bersyukur selama satu bulan masa kampanye berjalan dengan aman. Memasuki masa tenang sebelum hari pemilihan, 5 Juli 2004, Yudhoyono meminta agar calon pemilihnya terus waspada karena penyebaran fitnah dan kebohongan akan terus terjadi dalam bentuk lain. Selain itu, Yudhoyono meminta mewaspadai kemungkinan terjadinya serangan fajar pada hari pemilihan.

"Kita harus terus waspada. Kalau dalam kampanye mereka mampu menyebar fitnah dan kebohongan. Saya ingatkan, besok hal itu bisa terjadi lagi dalam bentuknya yang lain. Di minggu tenang, kasak-kusuk kebohongan dan intimidasi bisa terjadi. Serangan fajar bisa terjadi juga di hari pemilihan. Apa pun juga bisa terjadi," ujar Yudhoyono menutup masa kampanye dengan dialog politik di hadapan anggota tim suksesnya dan wartawan, Kamis (1/7).

Selain meminta calon pemilihnya waspada, Yudhoyono meminta agar pada hari pemilihan dan hari-hari setelahnya rakyat turut mengawasi kemungkinan adanya kecurangan penghitungan hasil suara. Agar dapat diawasi, Yudhoyono meminta hasil penghitungan suara dari tempat pemungutan suara hingga tingkatan yang lebih tinggi dibuka secara transparan kepada rakyat.

Selama satu bulan berkampanye keliling Indonesia bersama Jusuf Kalla, Yudhoyono memetik beberapa pelajaran penting yaitu rakyat di seluruh Indonesia pada dasarnya mampu dan bersedia menerima perbedaan pendapat. Rakyat sudah cukup dewasa dan arif berpolitik. Keberagaman akar masyarakat baik agama, suku, dan daerah asal tidak menjadi bagian efektif untuk menarik simpati rakyat. Rakyat telah terbiasa dalam keberagaman.

"Meskipun rakyat memiliki kesadaran dan kepedulian politik yang tinggi, mereka umumnya kekurangan informasi yang benar dan akurat. Rakyat tidak tahu harus ke mana menanyakan kebenaran berita-berita," kata Yudhoyono memaparkan.

inu

nuarta

"BELAKANGAN ini saya bingung kenapa hidup di zaman yang menggelisahkan seperti ini. Apa ini bagian dari karma yang harus saya terima dan jalani?" Pertanyaan itu dikemukakan pematung Nyoman Nuarta (52) ketika diminta membaca puisi dalam acara yang digelar salah satu calon presiden di Jakarta, Senin (28/6). Meskipun telah diberi buku kumpulan puisi yang dapat dipilih untuk dibaca, Nyoman lebih memilih mengungkapkan kegelisahannya mendapati perkembangan politik terakhir.

"Saya tidak habis mengerti dengan kebijakan bangsa ini yang diambil para politisi dan pemimpinnya. Sementara bangsa lain di dunia ke kanan, kita ke kiri. Kita serba beda dan serba tertinggal karena perbedaan itu," ujar pematung Mandala Garuda Wisnu Kencana yang megah berdiri di Bali tersebut.

Pria kelahiran Tabanan, Bali, ini juga gelisah melihat kelakuan politisi yang menggunakan agama sebagai alat meraih dan mempertahankan kekuasaan. "Di luar negeri, orang takut menggunakan agama. Akan tetapi, di sini, kita melihat orang mengembar-gemborkan agama, tetapi kelakuannya jauh dari nilai agama," ujar Nyoman yang rambutnya telah memutih semua.

Mengenai bagaimana seharusnya ber-Tuhan, ayah dua anak yang tinggal di Bandung, Jawa Barat, ini mempunyai pengalaman menarik ketika berada di Korea Selatan. Ketika itu Nyoman bekerja dengan orang Korea Selatan yang hasil kerjanya baik dan bagus. "Ketika itu saya bertanya agama orang itu. Namun, orang itu menjawab, ÆSaya tidak punya agama. Tetapi saya takut dengan Tuhan.Æ Jawaban itu mengentakkan saya," paparnya.

Kegelisahan Nyoman yang diungkapkan dengan perlahan lebih mencekam dibandingkan artis sebelumnya yang membaca puisi dengan gaya dan nada suara dibuat-buat. Setelah seluruh hadirin hanyut dalam suasana permenungan yang mendalam, Nyoman turun panggung. Sejenak, hiruk-pikuk acara yang dipadati pesohor itu berhenti mengantar Nyoman menuju kursi.

inu

kerbau kalla

Pukul 16.00 WITA. Kendaraan rombongan calon wakil presiden Jusuf Kalla melaju kencang dalam kawalawan patroli jalan raya menuju Bandar Udara Selaparang, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Di tengah jalan, timbul niat yang semula sudah direncanakan untuk mengunjungi Pasar Hewan Kecamatan Cakranegara, Mataram, yang jaraknya tidak jauh dari bandara. Iring-iringan kendaraan lantas berputar arah.

Tidak lama kemudian rombongan tiba di pasar yang ramai tidak hanya oleh kerumunan orang, tetapi juga hewan kerbau dan kuda. Melihat rombongan kendaraan dalam pengawalan datang, kerumunan massa mengalihkan pandangan ke arah datangnya rombongan.

Mengetahui bahwa yang datang adalah Jusuf yang dikenal sebagai pasangan capres Susilo Bambang Yudhoyono, massa lantas mengaraknya menuju tempat jual beli kerbau. Tim kampanye lantas sibuk mengatur strategi agar gambar yang direkam para fotografer dan kamerawan dramatik. Maka, diaturlah rencana agar ada kesempatan Jusuf mengelus-elus sapi dan bertanya harganya. Rencana siap dilaksanakan dan dua kerbau telah dipilih.

Massa berkerumun di belakang dua kerbau sementara fotografer dan kamerawan berdiri berhadap-hadapan dengan Jusuf. Masih dalam keriuhan massa, Jusuf bersiap-siap menjamah dua kerbau yang terlihat malu-malu kerbau. Mungkin karena gemas atau karena terdorong akibat berdesak-desakan, sebelum Jusuf menjamah dua kerbau tambun itu, (maaf) bokong kerbau terpukul dan terdorong.

Kontan, kerbau yang tadinya malu-malu kerbau hendak dijamah Jusuf meronta dan mengamuk. Massa lantas berhamburan mencari perlindungan yang aman. Jusuf dan wartawan menyingkir sambil tersenyum penuh kekagetan.

Boleh jadi kerbau itu mengamuk karena ogah dipolitisasi...

inu

cita-cita sby

RINDUNYA hatiku padamu,
Kekasih tambatan jiwa
di seberang sana.
Bolehkah kutitipkan salam
lewat burung kenari
yang terus bernyanyi.
Sayang, aku kangen
pada pelangi di matamu,
dan
kasih indah di dadamu
Masihkah bersemi?

PUISI empat bait tersebut ditulis Susilo Bambang Yudhoyono menjelang Hari Kasih Sayang (ValentineÆs Day), 11 Februari 2004. Puisi berjudul Kangen itu merupakan satu dari 31 puisi yang pembuatannya dikebut Yudhoyono dalam rentang waktu kurang dari dua bulan sejak 7 Januari sampai 16 Februari 2004. Puisi itu membuka buku kumpulan puisi Taman Kehidupan yang diterbitkan pada masa kampanye pemilu legislatif, Maret 2004.

Beberapa puisi, termasuk puisi Kangen yang menjadi andalan itu, dicantumkan juga dalam biografinya setebal 1.023 halaman yang diluncurkan pada 31 Maret 2004. Dalam biografi yang ditulis Usamah Hisyam itu, Yudhoyono yang sedang menanjak popularitasnya ketika itu, lantaran polemik dengan Taufik Kiemas, digambarkan serba sempurna.

Di samping tempaan raga yang dijalani selama karier militernya sejak tahun 1970, jiwanya juga tertempa. Puisi-puisi melankolis itu adalah bukti tempaan atas jiwanya. Citra keseimbangan raga dan jiwa itu yang kira-kira ingin ditampilkan lewat ketergesa-gesaannya menulis puisi di tengah kesibukannya memikirkan nasib rakyat Aceh yang hidup di bawah rasa takut karena dilegalkannya adu senjata mencabut nyawa.

Keinginan untuk selalu tampil serba sempurna ini membuat Yudhoyono yang memperoleh gelar jenderal kehormatan tahun 2000 dari Presiden Abdurrahman Wahid terkesan lamban bersikap dan peragu. Kesan lamban bersikap dan peragu tersebut segera dibantah Yudhoyono lewat biografi. Kehati-hatian dan penuh pertimbangan yang membuatnya kerap terkesan lamban dan peragu.

YUDHOYONO lahir dari lingkungan keluarga prihatin. Sebagai Komandan Komando Rayon Militer (Danramil) yang wilayah tugasnya mencakup satu kecamatan, Soekotjo (ayahnya) tidak berkecukupan secara ekonomi. Dengan pangkat pembantu letnan satu (peltu), gajinya sangat kecil. Terlebih Soekotjo bertugas di daerah terpencil dan gersang, sepi dari "sabetan".

Sebagai anak tunggal pasangan Soekotjo dan Siti Habibah, Yudhoyono yang lahir seusai azan dzuhur, 9 September 1949, cukup mendapatkan kasih sayang. Soekotjo yang menjabat sebagai Danramil selama empat periode di sejumlah kecamatan di Pacitan menanamkan disiplin dan kerja keras.

Yudhoyono lahir tanpa ditunggui ayahnya di rumah kakeknya di Desa Tremas, 12 kilometer dari Kota Pacitan. Untuk kelancaran sekolahnya, Yudhoyono tinggal bersama Sasto Suyitno, pamannya yang menjadi Lurah Desa Ploso, Pacitan.

Sejak menjadi murid Sekolah Rakyat Gajahmada (sekarang SDN Baleharjo I), Yudhoyono yang dipanggil Susilo atau Sus oleh kedua orangtuanya sudah tampak menonjol.

Saat SMA, Yudhoyono bersama teman-teman membentuk Klub Rajawali untuk bermain voli dan Band Gaya Teruna untuk bermusik. Di band itu Yudhoyono memainkan bass. Ia kerap menjadi vokalis untuk menyanyikan lagu sedih dan sendu, Telaga Sunyi karya Koes Plus. Hobi bermusik Yudhoyono yang dijadikan andalan saat berkampanye bermula dari sini. Namun, saat kampanye Yudhoyono tidak lagi menyanyikan lagu sedih dan sendu Telaga Sunyi. Lagu Pelangi di Matamu milik Jamrud yang mirip dengan syair puisinya menjadi pilihannya.

LAYAKNYA pemuda lain dari daerah gersang dan terpencil, keluar daerah untuk mengubah nasib adalah sebuah dorongan, tuntutan, dan harapan. Pengalaman getir menyaksikan perceraian kedua orangtuanya memacu Yudhoyono lebih keras lagi berupaya.

Mewarisi sikap ayahnya yang keras, Yudhoyono berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri).

Karena terlambat mendaftar, Yudhoyono tidak langsung masuk Akabri saat lulus SMA akhir tahun 1968. Satu tahun sebelum masuk Akabri, Yudhoyono sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 Nopember Surabaya (ITS). Namun, Yudhoyono kemudian memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama di Malang, Jawa Timur. Di Malang ia dapat lebih leluasa mempersiapkan diri masuk Akabri. Tahun 1970 Yudhoyono masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung.

Saat Yudhoyono menjalani pendidikan militer, Mayjen Sarwo Edhi Wibowo yang kemudian menjadi bapak mertuanya bertindak sebagai Gubernur Akabri. Yudhoyono satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, Prabowo Subianto,Yudi M Yusuf, dan Wresniwiro. Di akhir pendidikan, Yudhoyono yang mendapat julukan Jerapah menyabet predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan mendapat lencana Adhi Makasaya. Presiden Soeharto menyerahkan lencana itu kepada Yudhoyono.

Selain meraih prestasi terbaik, di tahun keempat pendidikan militer inilah cintanya tumbuh dan bersemi. Tidak tanggung-tanggung, putri Sarwo Edhie, Kristiani Herrawati, diincarnya. Pertemuan pertama dengan Kristiani yang kini menjadi istrinya terjadi saat sebagai Komandan Divisi Korps Taruna Yudhoyono melapor kepada Sarwo Edhie mengenai satu kegiatan. Saat itu Kristiani sedang berlibur di Lembah Tidar menemui orangtuanya.

Sejak pertemuan pertama di Lembah Tidar itu, Yudhoyono kerap menyempatkan diri main ke rumah dinas gubernur dengan harapan bertemu Kristiani. Setelah lebih saling mengenal satu sama lain, keduanya lantas pacaran. Mendengar hubungan cinta putranya dengan putri Sarwo Edhie, Soekotjo kaget bukan kepalang dan menganggap Yudhoyono salah bergaul.

Namun, lantaran Yudhoyono mampu meyakinkan ayahnya bahwa perbedaan status tidak menjadi pertimbangan utama dalam hubungan cintanya, Yudhoyono dan Ani terus melangkah. Sebetulnya, yang lebih dulu senang pada Yudhoyono adalah istri Sarwo Edhie. Lampu hijau ini memperlancar hubungan kasih Yudhoyono dan Ani.

Karena kemudian berpisah, Ani ke Korea Selatan ikut ayahnya sebagai Duta Besar di Korea Selatan dan Yudhoyono ke Amerika Serikat mengikuti pendidikan Airborne dan Ranger, sepasang kekasih ini menunda pernikahan. Pernikahan baru dilaksanakan 30 Juli 1976 bersama-sama dengan dua putri Sarwo Edhie lain yang juga mendapat jodoh tentara. Lantaran unik, pesta pernikahan tiga bersaudara yang dilangsungkan di Hotel Indonesia itu menjadi tontonan tamu hotel.

Bersama Ani, Yudhoyono dikaruniai dua putra, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono yang mengikuti jejak ayahnya menjadi tentara (lulusan terbaik Akmil 2000) dan Edhie Baskoro Yudhoyono yang mengurungkan niat menjadi tentara seperti ayahnya lantaran reformasi yang memaki tentara. Baskoro kemudian memilih kuliah di Curtain University, Australia.

Yudhoyono mengakhiri karier militernya sebagai Kepala Staf Sosial Politik ABRI yang kemudian berubah nama karena reformasi menjadi Kepala Staf Teritorial TNI, tahun 1998-1999. Akhir karier militer ini menyisakan duka karena sebagai tentara SBY ingin menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD dan bahkan Panglima TNI yang memang terbuka peluangnya. Keputusan Presiden Abdurrahman Wahid menjadikannya sebagai Menteri Pertambangan dan Energi membuyarkan keinginannya.

Bersamaan dengan masa akhir karier militernya itu, SBY dan keluarga tinggal di Puri Cikeas, Gunung Puteri, Bogor, Jawa Barat. Dari rumah yang dibangun di atas tanah seluas lebih dari 3.000 meter itu, SBY membangun mimpinya untuk menjadi presiden.

MIMPI menjadi orang nomor satu di negeri ini makin kencang diupayakan perwujudannya oleh SBY sejak kekalahannya di putaran kedua pemilihan wakil presiden dalam Sidang Istimewa MPR, Juli 2001. Setelah kekalahan itu, muncul rekomendasi beberapa kalangan yang meminta SBY bersiap mencalonkan diri sebagai presiden dengan langkah mendirikan partai politik. Satu tahun kemudian, SBY melontarkan nama partai yang akan dipakainya: Partai Demokrat.

Setelah SBY secara lisan menjelaskan ciri partai politik yang diinginkannya, termasuk working ideologi-nya nasionalis-religius, hari berikutnya di kantor Tim Kresna Bambu Apus, niat mendirikan partai politik direalisasikan. Awal Agustus 2002, SBY mengadakan pertemuan terbatas yang dihadiri Prof Subur Budisantoso, Prof Irsan Tanjung, dan Dr Achmad Mubarok. Partai Demokrat didirikan dengan komitmen utama sebagai kendaraan SBY mewujudkan mimpi besarnya menjadi presiden.

Mimpi besar itu mulai dibangun bersamaan dengan tugas negaranya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Konsentrasinya yang terpecah tersebut sedikit banyak terasakan oleh Megawati yang ingin kembali menjadi presiden. Persaingan tertutup dalam satu perahu itu kemudian menjadi terbuka karena pernyataan suami Megawati, Taufik Kiemas. Buntut persaingan terbuka ini, SBY mundur dari kabinet menjelang kampanye pemilu legislatif.

Bersamaan dengan meningkatnya popularitas SBY, Partai Demokrat sebagai partai pendatang baru menuai hasil memuaskan dalam pemilu legislatif. Berada di urutan kelima dengan perolehan suara 8.455.225 SBY memiliki kendaraan untuk pencalonan dirinya sebagai presiden.

Meskipun demikian, Yudhoyono merasa tidak nyaman jika hanya dicalonkan oleh partai yang didirikannya saja. Setelah berkeliling mencari mitra koalisi, Partai Bulan Bintang (PBB) serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sepakat bersama-sama mencalonkannya. Sebagai wakil presiden, SBY memilih Jusuf Kalla, orang yang pertama kali memberinya selamat setelah mundur dari Kabinet Gotong Royong.

Dengan bergabungnya Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra, pasangan Yudhoyono-Kalla mengedepankan visi yang sepertinya merupakan gabungan tiga tokoh ini, yaitu aman, adil, dan sejahtera. Mengenai syariat Islam yang diusung Yusril lewat PBB, SBY berpendapat, "Syariat Islam yang diperjuangkannya ada dalam bingkai konstitusi berikut Pembukaan UUD 1945. Saya sangat memahami cita-citanya untuk mewujudkan kehidupan yang betul-betul Islami di negeri ini."

Genderang kompetisi telah ditabuh. Menjelang berakhirnya masa kampanye, tabuhan genderang kompetisi semakin kencang sehingga kerap memerahkan telinga para kandidat dan tim suksesnya. Namun, jauh sebelum kompetisi digelar, seusai mencoblos dalam pemilu legislatif, di sebuah warung soto ayam pinggir jalan, SBY berujar,

"Bagi saya Megawati atau Amien Rais itu bukan musuh, tetapi kompetitor. Karenanya, mari berkompetisi secara sehat dalam bingkai demokrasi!"

inu

coblos kumis bugis

LELAH dan jenuh juga rasanya mengujarkan materi kampanye yang sama secara berulang-ulang dan terus-menerus. Tidak hanya di panggung kampanye terbuka, dalam kesempatan dialog tertutup dengan peserta terbatas dan ketika ditanya wartawan, jawaban calon presiden dan wakil presiden tetap sama saja. Bahkan untuk pertanyaan apa pun, seorang kandidat selalu menyelipkan kata akuntabel, transparan, dan sesuai prinsip demokrasi.

Setelah berbusa-busa memaparkan visi, misi, dan programnya di hadapan warga Papua di Hotel Serayu, Mimika, Papua, pekan lalu, Jusuf Kalla bertanya, "Sudah tahu gambar saya di surat suara? Nomor berapa?" Serentak peserta dialog tertutup yang kebanyakan merupakan perantau asal Sulawesi Selatan menjawab: "Empat! "

Hendak meyakinkan agar calon pemilihnya tidak salah mencoblos gambarnya, Kalla mendeskripsikan dirinya dengan Susilo Bambang Yudhoyono. "Benar, nomor empat. Yang satu tinggi besar, yang satu berkumis asal Bugis. Dari semua calon presiden dan wakil presiden, cuma saya yang berkumis. He-he-he..., jangan lupa ya. Yang satu ganteng, yang satu lagi berkumis. Dan berkumis, sudah pasti itu ganteng," ujar Kalla masih terkekeh dengan kumis tipisnya yang memutih.

Cerita perihal kumis ini membuat ibu-ibu meringis setelah jenuh mendengarkan paparan visi, misi, dan program yang sulit dicerna dan dibayangkan pelaksanaannya. Pak Kalla mesti tahu, banyak juga orang-orang yang gemes sama kumisnya karena itu mengingatkan pada seorang pemimpin yang sangat legendaris dengan kumis khasnya.

inu

kampanye hitam

Gencarnya kampanye hitam (black campaign) yang dilakukan hampir semua tim sukses calon presiden dan wakil presiden ataupun para pendukungnya untuk meraih kemenangan dalam pemilihan umum, 5 Juli 2004, membuat panik tim sukses pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.

Merasa "digebuki" dengan kampanye hitam yang membuat goyah pilihan para calon pemilihnya, tim pembela hukum Yudhoyono-Kalla menyiapkan pengaduan ke aparat kepolisian dengan bekal sejumlah bukti yang telah dikumpulkannya.

"Apa yang disampaikan kepada masyarakat melalui sejumlah media, seperti pesan layanan singkat dan selebaran mengenai Partai Demokrat dan Yudhoyono secara keliru dan memutarbalikkan fakta, merupakan upaya pembodohan dalam demokrasi. Rakyat yang akan menggunakan hak pilihnya kini menjadi bingung dengan informasi yang tidak benar itu," ujar juru kampanye nasional Yudhoyono-Kalla yang juga Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Marsekal Pertama (Purn) Suratto Siswodihardjo di Jakarta, Minggu (20/6).

Menurut dia, kampanye hitam yang dilakukan bergelombang dengan tujuan menjatuhkan popularitas Yudhoyono ini dilakukan oleh salah satu kandidat bersama anggota tim suksesnya. Untuk kesimpulan ini, Suratto mengaku telah mendapatkan bukti berupa alamat faksimile, baik di Surabaya maupun di Kediri, Jawa Timur.

"Kampanye hitam dilakukan karena kandidat dan tim sukses salah satu kandidat itu kehabisan akal untuk bersaing secara sehat. Untuk sementara, kami belum dapat menyebut kandidat dan tim sukes mana yang melakukan kampanye hitam itu," ujarnya.

Ditanya kenapa menjadi panik dengan kampanye hitam jika faktanya tidak seperti yang digambarkan dalam materi kampanye hitam itu, Suratto mengaku, tim sukses Yudhoyono-Kalla tidak lagi bisa tinggal diam karena ternyata cukup berpengaruh bagi mayoritas pemilih yang akses informasinya terbatas. "Selama ini kami terus diantemi (dipukuli). Kini kami tidak lagi bisa hanya diam saja. Cara-cara itu harus dilawan," paparnya.

Tiga materi Suratto merinci, hingga saat ini ada tiga materi kampanye hitam yang masih gencar dilakukan oleh lawan politik Yudhoyono untuk menurunkan popularitasnya. Tiga materi kampanye hitam yang disebarkan lewat layanan pesan singkat (SMS) dan selebaran itu adalah mayoritas anggota DPR yang terpilih dari Partai Demokrat beragama Kristen, pengurus Partai Demokrat yang didirikan Yudhoyono beragama Kristen, dan Yudhoyono lebih pro-Kristen daripada pro-Islam.

Menurut Suratto, mengenai anggota DPR Partai Demokrat, dari 57 kursi yang diperoleh, 41 beragama Islam, 13 beragama Kristen, dua beragama Hindu, dan satu beragama Buddha. Dari 75 pengurus Partai Demokrat, 48 di antaranya beragama Islam, 24 beragama Kristen, dua beragama Hindu, dan satu beragama Buddha.

"Jadi, kalkulasi bahwa dari 57 anggota DPR Partai Demokrat 34 di antaranya beragama Kristen itu tidak benar dan menyesatkan," ujarnya.

Dengan sejumlah bukti yang diperolehnya mengenai operasi kampanye hitam berikut orang- orang yang ada di belakangnya itu, tim pembela hukum Yudhoyono-Kalla menyiapkan pengaduan atas fitnah murahan yang merugikan dan mencemarkan nama Yudhoyono. Pengaduan itu akan dilakukan segera ke aparat kepolisian.

inu

sby amien...

KEKURANGAN suporter yang tertib tertata dengan kaus seragam tidak membuat pendukung Amien Rais kehilangan akal dalam menunjukkan dukungannya kepada calon presidennya yang belakangan ini mudah sekali tersenyum simpul. Hal itu terjadi ketika Dewan Kesenian Jakarta menggelar acara dialog Visi dan Strategi Kebudayaan Calon Presiden 2004 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (14/6).

Dalam dialog yang dipadati pengunjung itu, calon presiden Partai Amanat Nasional Amien Rais tampil bersama calon presiden Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Tiga calon presiden lain yang diundang, yaitu Wiranto, Megawati Soekarnoputri, dan Hamzah Haz, tidak hadir.

Jika diamati, Amien Rais memang paling rajin menghadiri acara-acara debat atau dialog antarcalon presiden. Wiranto pernah tidak datang ketika diundang SCTV saat diminta untuk berdialog dengan Amien Rais dengan pemandu Rosiana Sialalahi.

Nah, seusai dialog di Graha Bhakti Budaya TIM yang berlangsung sekitar dua jam itu, kedua kandidat yang paling getol menanggapi tawaran debat ini mendapat sambutan tepuk tangan gemuruh dari pengunjung. Diberi sambutan meriah, Yudhoyono dan Amien lantas bersama-sama melambaikan tangan. Spontan dari arah belakang, rombongan pemuda yang menggunakan kaus seragam bergambar Yudhoyono berteriak-teriak, "SBY...! SBY...! SBY...!"

Teriakan serentak ini disambut pendukung lain yang ada di depan mereka. Pendukung Amien yang tidak sebanding jumlahnya dengan pendukung Yudhoyono semula hanya melongo sambil tengak-tengok kiri dan kanan. Seolah tidak kehabisan akal, setiap pendukung Yudhoyono berteriak SBY, pendukung Amien menimpali dengan berteriak Amien seperti mengakhiri sebuah doa.

"SBY...! Amien... SBY...! Amien... SBY...! Amien..."

Mirip orang mengamini mereka yang berdoa.

Yah, namanya pendukung walaupun lelah dan belum makan siang ternyata tak mengendorkan semangat mereka untuk mendukung para calon presiden jagoannya.

inu

suara cilangkap

Seharusnyalah pemilihan umum presiden dan wakil presiden berjalan tenang. Seluruh calon presiden dan calon wakil presiden telah menandatangani prasasti untuk siap menang dan siap menerima kekalahan sebelum masa kampanye dimulai. Disepakati juga seluruh kandidat untuk bersaing secara fair dan meninggalkan cara yang justru akan mencederai demokrasi.

Keharusan pemilu presiden-yang pertama kali melibatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan secara langsung ini-berjalan tenang adalah dikemukakannya komitmen aparat kepolisian untuk mengawal secara proporsional dan netral seluruh kandidat. Salah satu bentuk komitmen ini adalah memberi pengawalan khusus kepada kelima pasang kandidat.

Keharusan berjalan tenangnya pemilu presiden yang menampilkan tiga purnawirawan jenderal juga dikemukakan berulang kali oleh Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI). Mabes TNI bertekad sungguh-sungguh keluar dari panggung politik praktis dengan bersikap netral. Disadari Mabes TNI, politik praktis yang dilibati selama Orde Baru merusak tentara.

Keharusan pemilu presiden berjalan tenang juga merupakan komitmen dari tiga purnawirawan jenderal untuk tidak menggunakan institusi militer yang membentuknya demi perebutan kekuasaan.

Ketiga jenderal, yaitu Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (yang paling yunior), Jenderal (Purn) Wiranto, dan Jenderal (Purn) Agum Gumelar sudah sejak pemilu legislatif mengemukakan tidak akan menggunakan gerbongnya yang masih tercecer di Mabes TNI untuk mewujudkan ambisinya.

Komitmen tiga purnawirawan jenderal untuk tidak melibatkan tentara dalam panggung politik praktis melegakan banyak kalangan. Untuk lebih meyakinkan mereka yang masih saja khawatir dengan komitmen tiga purnawirawan jenderal ini, secara khusus Yudhoyono mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu tokoh di lingkungan tentara yang memulai reformasi menghapus peran sosial politik tentara. Dengan penjelasan itu, Yudhoyono ingin mengatakan bahwa tidak mungkin dia menelan ludahnya sendiri.

Seolah ingin menjawab kekhawatiran beberapa kalangan mengenai hengkangnya tentara dari panggung politik yang penuh gebyar dan menggiurkan, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto memberi pengarahan kepada seluruh Panglima Komando Utama Mabes TNI beberapa jam sebelum kampanye presiden dimulai.

Dengan komitmen semua pihak yang memiliki potensi untuk saling sikut demi kepentingan kekuasaan ini, sekali lagi, seharusnyalah pemilu presiden berjalan tenang karena fairness yang menjadi sendi demokrasi tetap terjaga. Mempertegas kesungguhan tentara dalam memberi tindakan kepada anggota dan institusi di bawah Mabes TNI yang terbukti tidak netral, Endriartono tidak segan menyebut oknum tentara itu sebagai pengkhianat bangsa.

PADA tingkat wacana formal terbuka, terjawab sudah kekhawatiran sejumlah kalangan mengenai akan dilibatkannya tentara dalam panggung politik kekuasaan. Jawabannya adalah tidak mungkin! Jawaban ini setidaknya melegakan dua pasang kandidat berlatar belakang sipil beserta tim suksesnya.

Dengan komitmen Mabes TNI dan tiga purnawirawan jenderal untuk menjaga tentara dan jaringannya tetap netral, Amien Rais yang semula getol ingin pasangan berlatar belakang militer lebih lega. Calon presiden yang kemudian berpasangan dengan Siswono Yudo Husodo ini setidaknya merasa mendapat perlakuan sama dari Cilangkap, yang meskipun kecil jumlahnya tetapi teruji luas jaringan dan soliditasnya.

Jika ancaman gelar pengkhianat bangsa siap disematkan dipundak tentara yang terbukti tidak netral, untuk anggota keluarga tentara, Mabes TNI memberi keleluasaan.

Bahkan, Cilangkap menganjurkan hak suara yang dimiliki anggota keluarga tentara digunakan. Kepada alumni Cilangkap atau purnawirawan, Mabes TNI juga menganjurkan dan mendorong agar hak politik digunakan.

Untuk lingkaran kedua Cilangkap yang terdiri atas anggota keluarga tentara dan purnawirawan ini, Mabes TNI mempersilakan seluruh kandidat bersama tim suksesnya berlomba-lomba merebut simpati.

Untuk hal ini, Endriartono meminta agar digunakan cara-cara bersih dan diingatkan sekali lagi agar struktur Mabes TNI dan tentara aktif tidak ditarik-tarik untuk digunakan.

Lantas ke mana kira-kira suara lingkaran kedua Cilangkap diarahkan dalam pemilu presiden. Untuk pemilu legislatif dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 5 Juli 2004 lalu, mudah ditebak ke mana sebagian besar suara lingkaran kedua Cilangkap di arahkan.

Satu bulan sebelum 5 April 2004, Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI (Pepabri) secara tegas mengarahkan anggota keluarga besarnya dan mitra sejajarnya untuk mendukung calon anggota legislatif dari purnawirawan, warakawuri, istri, dan putra-putri purnawirawan beserta partai politiknya.

Atas arahan ini, bersamaan dengan melejitnya popularitas Yudhoyono, purnawirawan jenderal yang menjadi pendiri Partai Demokrat, partai baru ini kebanjiran dukungan.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Marsekal Pertama (Purn) Suratto Siswodihardjo seusai pemilu legislatif mengakui, sebagian besar suara lingkaran kedua Cilangkap diarahkan ke Partai Demokrat. "Tidak dapat dibantah, Yudhoyono-lah yang menjadi daya tariknya. Saya pun hanya nunut," ujar Suratto yang tinggal bersebelahan dengan Yudhoyono di Cikeas, Bogor.

Pernyataan Suratto bahwa sejumlah besar suara keluarga besar Cilangkap dan alumninya ditujukan ke Partai Demokrat bukan tanpa dasar. Di hampir seluruh kelurahan dan kecamatan yang memiliki kompleks TNI/Polri, perolehan suara Partai Demokrat yang mencalonkan Yudhoyono sebagai presiden unggul dibandingkan dengan perolehan suara partai lain (Lihat Tabel).

Di Kelurahan Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur, tempat Kompleks Komando Pasukan Khusus berada, Partai Demokrat meraih 922 suara di posisi teratas disusul Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Di Kelurahan Cilangkap, Cipayung, Jakarta Timur, tempat Markas Besar TNI berada, Partai Demokrat meraup 1.161 suara disusul PKS dan Partai Golkar.

Di Kelurahan Setu yang bersebelahan dengan Cilangkap, Partai Demokrat meraup 1.140 suara disusul PKS dan Partai Golkar. Di Kelurahan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, tempat Kompleks TNI AL berada, Partai Demokrat unggul atas PKS dan PDI-P dengan 2.946 suara. Di Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, tempat Asrama Brigade Mobil berada, Partai Demokrat memimpin dibayangi PKS dan PDI-P.

Ketika cakupan diperluas ke tingkat kecamatan di DKI Jakarta, di mana terdapat beberapa kompleks TNI/Polri, Partai Demokrat unggul juga. Di Kecamatan Tanjung Priok, Pasar Rebo, dan Ciracas, Partai Demokrat juga unggul di posisi pertama. Padahal, pada Pemilu 1999, daerah-daerah tadi merupakan "wilayah" PDI-P.

Melihat data perolehan suara Partai Demokrat yang menyandarkan diri pada figur Yudhoyono, Suratto mantap berujar bahwa anggota keluarga besar Cilangkap beserta alumninya berjasa besar bagi melonjaknya perolehan suara Partai Demokrat dalam pemilu legislatif. Munculnya Yudhoyono dalam pemilu legislatif sebagai representasi terkuat anggota keluarga besar Cilangkap dan alumninya tidak tertandingi alumni Cilangkap lain yang terjun ke dunia politik.

Akankah dukungan serupa diperoleh Yudhoyono dalam pemilu presiden mendatang setelah secara tidak terduga Jenderal (Purn) Wiranto seniornya memenangi Konvensi Calon Presiden Partai Golkar?

KEMENANGAN Wiranto dalam Konvensi Calon Presiden Partai Golkar memang membuat kalang kabut tim sukses Yudhoyono. Tim sukses yang menempatkan sejumlah purnawirawan jenderal pemikir dan pembuat strategi ini mengaku harus merevisi sejumlah rencana, strategi, dan target.

Sekretaris Tim Nasional Mayor Jenderal (Purn) Samsoedin menyebut Wiranto sebagai pesaing kuat Yudhoyono karena memiliki jaringan luas dan orang kuat di belakangnya. Dukungan keluarga besar Cilangkap dan alumninya yang nyaris solid kepada Yudhoyono terpecah dengan majunya Wiranto.

Agar tidak diliputi kebingungan dengan tampilnya dua jenderal purnawirawan yang mencalonkan diri sebagai presiden, DPP Pepabri menggelar silaturahmi tertutup dengan Wiranto dan Yudhoyono. Seluruh pengurus DPP dan DPD Pepabri beserta mitra sejajarnya seperti organisasi putra-putri tentara hadir dalam silaturahmi 17 Mei 2004 lalu.

Seperti sudah diduga, DPP Pepabri bersama mitra sejajarnya hanya akan memberikan dukungannya kepada capres dari kalangan purnawirawan militer, yaitu Wiranto dan Yudhoyono. Siapa yang akan dipilih, Pepabri meminta pilihan didasarkan pada hati nurani dan pertimbangan rasional.

Meskipun kesempatan sama seolah diberikan DPP Pepabri kepada Wiranto dan Yudhoyono, alumni Cilangkap yang bersemboyan sekali prajurit tetap prajurit ini lebih nyaman bersama Yudhoyono.

Dibandingkan dengan Wiranto, Yudhoyono dinilai tidak memiliki banyak persoalan hukum dan persoalan dengan Orde Baru. Banyaknya purnawirawan jenderal yang menjadi anggota tim sukses Yudhoyono memberi indikasi ke mana sebenarnya suara alumni Cilangkap diberikan.

Sebut saja, selain tim sukses diketuai Letnan Jenderal (Purn) Moh MaÆruf, dua mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Edi Sudrajat dan Laksamana (Purn) Widodo AS duduk dalam jajaran dewan pengarah. Begitu tercatat sebagai alumni Cilangkap akhir tahun 2003, mantan Panglima Kodam Iskandar Muda Mayor Jenderal (Purn) Djali Yusuf juga menempel Yudhoyono.

Dukungan alumni Cilangkap dan keluarga besarnya secara formal hanya kepada Yudhoyono dan Wiranto ini membuat Jenderal (Purn) Agum Gumelar yang merupakan teman satu angkatan Wiranto "cemburu". Menanggapi "kecemburuan" ini, DPP Pepabri lantas membesarkan hari Agum yang dipilih berpasangan dengan Hamzah Haz. Seusai menggundang Agum, Ketua DPP Pepabri Inspektur Jenderal (Purn) Putera Astaman menyatakan, Pepabri juga memberi dukungan kepada Agum.

Lantas, dengan wacana terbuka itu, ke mana arah suara anggota keluarga besar Cilangkap dan alumninya ditujukan? Dadu sudah dilempar!

Ketidakpastian muncul lantaran panjangnya waktu permainan. Meski demikian, satu yang pasti: sekali prajurit tetap prajurit!

inu

tentara gamang

KESADARAN akan lenyapnya 893 pucuk senjata pabrikan berikut ratusan ribu amunisi campuran untuk keperluan angkatan bersenjata menyusul kerusuhan di Asrama Brigade Mobil (Brimob), 21 Juni 2000, muncul kembali setelah aksi penembak jitu (sniper) menewaskan dua anggota Brimob dari Markas Besar Kepolisian RI yang diperbantukan pada Kepolisian Daerah Maluku, Bharatu Lalu Syafrudin dan Bharatu S Daeng.

Lantaran aksi penembak jitu makin meresahkan masyarakat, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) melakukan langkah darurat, yakni memerintahkan Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Mayjen Syarifuddin Sumah untuk menggelar satuan pemburu dan pelumpuh para penembak jitu/gelap itu.

"Karena status daerah adalah tertib sipil, satuan yang terdiri dari satuan taktis dan intelijen tentunya harus berkoordinasi dengan Polda Maluku sebagai komando pengendali," ujar Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin di Jakarta, Jumat (30/4) kemarin.

Berdasarkan pemetaan yang dilakukan Mabes TNI, senjata yang beredar di masyarakat digunakan di lima daerah rawan, yaitu Batu Merah, Talake, Tugu Proklamasi, Kudamati, dan Perigi Lima. Di lima daerah ini intensitas penggunaan senjata tinggi sekali.

Selain menggunakan ratusan pucuk senjata yang dirampas dari Markas Brimob dan belum kembali, tidak tertutup kemungkinan ada pasokan senjata dari luar negeri. "Menjadi tugas TNI dan Polri untuk menemukan kembali ratusan pucuk senjata yang belum ditemukan itu," ujar Sjafrie.

Sjafrie tidak mengelak saat ditanya adanya unsur pembiaran atau tidak adanya upaya pencegahan terkait dengan meningkatnya aktivitas Front Kedaulatan Maluku/Republik Maluku Selatan (FKM/RMS). "Minimal harus ada ultimatum dari komando pengendali. Panglima Kodam Pattimura telah memberi ultimatum atas peningkatan aktivitas FKM/RMS. Akan tetapi, karena tidak punya kewenangan untuk proaktif mengambil tindakan, ultimatum kami tidak bunyi," paparnya.

LANTARAN tidak jelasnya sikap pemerintah terhadap aktivitas FKM/RMS yang menggunakan sentimen keagamaan untuk tujuan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, aparat TNI menjadi gamang. Berbeda dengan aparat kepolisian yang dapat proaktif bertindak, aparat TNI harus menunggu adanya keputusan politik pemerintah untuk mengambil tindakan yang diperlukan terkait dengan konflik Ambon.

"Jangan anggap remeh konflik Ambon. Kami melihat ada ketidaksiapan aparat yang bertugas menghadapi kondisi taktis di Ambon sehingga menelan puluhan korban seperti sekarang ini," ujar Sjafrie. Terkait dengan penembak gelap itu, Sjafrie tidak yakin di Ambon telah bergentayangan para penembak gelap yang sengaja menembak dari jarak jauh secara jitu. Tertembaknya dua anggota Brimob di bagian leher dapat saja dilakukan mereka yang memegang senjata jenis M-16 misalnya.

"Tidak terlalu sulit mengoperasikan senjata untuk kemudian mengenai leher misalnya. Tinggal diarahkan ke arah kepala saja dapat dipastikan leher korban akan terkena. Tapi saya belum yakin soal sniper ini," ungkap Sjafrie.

Dalam mengatasi konflik Ambon, TNI menyarankan agar Polda Maluku sebagai komando pelaksana memperhatikan dan memahami secara sungguh- sungguh sejarah dan peta kekuatan di lima daerah yang tidak pernah sepi dari kekerasan bersenjata. Kelima daerah itu adalah Batu Merah, Talake, Tugu Proklamasi, Kudamati, dan Perigi Lima.

"Perlu ada kebijakan pemerintah untuk mengintensifkan pengamanan di lima daerah bersejarah dalam konflik bersenjata itu. Kegamangan aparat untuk bertindak dan mengatasi konflik di Ambon perlu dijawab pemerintah. Perlu ketegasan menyikapi aktivitas FKM/ RMS karena TNI sebagai alat negara tidak dapat proaktif bertindak tanpa keputusan politik pemerintah," kata Sjafrie menambahkan.

INU