Tuesday, August 5, 2008

iklan kampanye

Sekretaris Tim Kampanye Mega-Hasyim, Heri Akhmadi, mengeluhkan iklim kampanye yang mulai keruh menghadapi pemilihan umum presiden dan wakil presiden putaran kedua, 20 September 2004.

Pasalnya, TKMH selalu dituding berada di balik kegiatan atau desas-desus yang merugikan kubu Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Menanggapi keluhan tersebut, anggota Tim Sukses Yudhoyono-Jusuf, Samuel Samson, mengemukakan, kekhawatiran digunakannya cara-cara yang tidak sehat oleh TKMH yang kerap diungkapkan oleh kubunya merupakan sebuah peringatan dan ajakan agar kompetisi dalam pemilu presiden putaran kedua dilakukan secara fair dan beradab.

Heri Akhmadi yang didampingi anggota Tim Hukum Tim Kampanye Mega-Hasyim (TKMH), Syarif Bastaman, mengatakan soal kampanye yang mulai mengeruh itu ketika menjelaskan posisi TKMH soal sayembara Indonesia Sukses di Media Center TKMH, Jakarta, Rabu (8/9).

"Kami beranggapan bahwa kami sebenarnya tidak perlu klarifikasi soal itu, karena itu adalah kegiatan masyarakat yang dibiayai oleh masyarakat itu sendiri," kata Heri.

Ia berpendapat Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) yang harus mengklarifikasi apa ada kaitannya sayembara Indonesia Sukses dengan TKMH. Jangan TKMH yang disuruh memberi klarifikasi. "Kami tidak tahu program itu. Orangnya pun tidak kenal. Apakah setiap kegiatan yang memberikan dukungan atau yang memberikan pandangan positif kepada Megawati harus kita klarifikasi?" kata Heri.

Menurut dia, akhir-akhir ini TKMH pun dituding seolah- olah pihak yang membikin soal selebaran gelap dan berbagai desas-desus. Ditegaskannya, TKMH pun tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu. "Bahwa orang lain atau masyarakat yang melakukan, itu tidak bisa kalau dia kebetulan membela Mega dan menghantam pihak lawan itu kemudian seolah-olah dari kami, tidak bisa seperti itu. Dalam masyarakat yang bebas, seperti itu tentu saja terserah kepada mereka," katanya.

Demikian pula kalau ada orang prihatin bahwa keberhasilan pembangunan selama ini tidak dikomunikasikan dengan baik, dan dia melakukannya, hal itu adalah hal yang biasa saja. Seperti selama ini media yang melaporkan hal-hal yang sifatnya negatif tentang Mega-Hasyim. "Apakah kalau media yang melaporkan hal negatif tentang Mega itu kita langsung menuding bahwa dia disponsori oleh Jenderal (Purn) Susilo? Kan tidak bisa begitu juga. Itu yang ingin saya harapkan, semua pihak nantinya juga adil dalam merespons masalah ini," katanya.

Heri mengemukakan, iklim kampanye mulai keruh. Dia mencontohkan, tiba-tiba saja anggota Tim Kampanye SBY- Kalla, Letnan Jenderal (Purn) Sudi Silalahi, mengatakan TKMH sudah memobilisasi mesin birokrasi. Bahkan, lebih buruk dari Orde Baru. Kemudian ada selebaran gelap. "Siapa tahu yang menerbitkan mereka-mereka sendiri untuk mengesankan bahwa mereka dizalimi," katanya.

Ingin menang
Samuel Samson yang juga Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia mengatakan bahwa kekhawatiran yang kerap diungkapkan Tim Sukes Yudhoyono-Jusuf didasarkan pada konsepsi kemenangan Yudhoyono.

"Kami ingin menang dengan diterima sebanyak mungkin rakyat. Kami tidak ingin menang dengan cara menyoroti kelemahan lawan yang membuat rakyat tak lagi rasional dalam menetapkan pilihannya. Siapa pun yang akan terpilih, apakah Pak SBY atau Ibu Mega, membutuhkan dukungan rakyat," ujarnya.

Mengenai kekhawatiran digerakkannya mesin birokrasi untuk mendukung Megawati, seperti ditudingkan Sudi Silalahi beberapa waktu lalu, Samuel mengaku memang cukup sulit membuktikannya karena banyaknya wilayah abu-abu (gray area) yang diciptakan oleh TKMH. "Situasinya tidak hitam-putih. Banyak gray area yang diciptakan sehingga sulit pembuktiannya. Akan tetapi, hal itu kami rasakan terjadi," katanya.

Menurut Samuel, kandidat yang bertarung, baik Yudhoyono maupun Megawati, memiliki tanggung jawab melakukan pencerahan kepada rakyat calon pemilih. Keberhasilan pelaksanaan pemilu presiden putaran pertama harus dilanjutkan dengan memberi kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat untuk menggunakan hak pilih. "Jangan rakyat dimobilisasi atau dipojok-pojokkan untuk menetapkan pilihan politiknya," ujar Samuel.

Dalam kaitan kampanye, anggota Panwas, Topo Santoso, mengingatkan, perlu diwaspadainya prakondisi untuk menciptakan kericuhan pada pemilu presiden putaran kedua, 20 September. "Sinyalemen seperti mengenai kecurangan pemilu yang dimunculkan ke tengah masyarakat bisa jadi merupakan indikasi awal ketidaksiapan pasangan calon dan tim kampanyenya untuk kalah dalam pemilu putaran kedua nanti," tutur Topo Santoso.

Masa-masa sampai penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden putaran kedua pada 5 Oktober nanti berpotensi sebagai masa kritis yang rawan benturan. Jika memang terjadi, proses penyelesaian gugatan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) juga merupakan saat yang menentukan. "Prakondisi dari sekarang itu yang mengkhawatirkan," kata Topo.

Isu mengenai kecurangan pasangan calon lain atau manipulasi oleh penyelenggara pemilu, misalnya, bisa terus-menerus diolah dan diembuskan ke tengah masyarakat. Dengan begitu, jika hasil pemilu ditetapkan, pendukung pasangan calon yang kalah bisa mempunyai cukup alasan untuk mempertanyakan keabsahan hasil pemilu. "Jadi, ini sebenarnya bisa disinyalir ada ketakutan, ketidaksiapan untuk kalah," kata Topo.

No comments: