Friday, February 22, 2008

anak-anak

AWAN gelap disertai gerimis, Minggu (10/3/2002) siang itu, tidak membuat suasana kelas berukuran 40 meter persegi tanpa lampu penerangan itu suram sedikit pun. Berkumpulnya sekitar 150 murid korban banjir Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ardirejo II, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur (Jatim), mampu menebarkan keceriaan.

Terlebih saat sekitar 30 murid Sekolah Dasar Katolik (SDK) Santo Fransicus Xaverius dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Katolik (SLTPK) Santo Elias, Situbondo, datang berbaur di antara mereka.

Keceriaan di wajah polos ratusan murid yang masih anak-anak ini makin terpancar saat Intan (10), murid kelas lima SDK, maju membawa amplop merah tertutup yang diiringi tepuk tangan ratusan pasang tangan mungil.

"Teman-teman, yang saya bawa ini angpao. Angpao adalah sebuah rezeki dari Tuhan yang perlu dibagi juga kepada sesama. Warna merah ini melambangkan kebahagiaan. Dengan menerima amplop merah ini, diharapkan teman-teman bisa memperoleh kebahagiaan," ujarnya yang disertai memerahnya muka.

Setelah Intan memberi penjelasan, bersamaan dengan redanya gerimis, satu persatu, murid SDN Ardirejo II keluar ruangan menuju lapangan. Di depan pintu, murid SDK dan SLTPK yang hampir semuanya keturunan Tionghoa berdiri dan siap membagikan angpao yang dijelaskan tadi.

Di lapangan terbuka, suasana ceria lebih terasa. Anak-anak dari tiga sekolah dengan latar belakang suku, agama, dan golongan berbeda ini saling berbaur dan menyapa. Sebelum pamit, beberapa orangtua yang turut mendampingi memberi paket bantuan ini berpesan, "Jangan dilihat jumlahnya, tetapi lihat persaudaraan dan bentuk kasih yang kami bawa. Kita semua satu dan bersaudara, apa pun suku, agama, dan golongannya."

Sebelumnya, masing-masing murid yang karena banjir bandang awal Februari lalu tidak sekolah selama dua minggu, menerima paket berupa pakaian seragam, tas, buku tulis, alat tulis, dan mi instan. Paket bantuan ini langsung diserahkan kepada para murid agar bisa kembali belajar. "Bantuan dengan cara seperti ini lebih tepat sasaran," ujar Kamil, Kepala SDN Ardirejo II.

Keceriaan yang kurang lebih sama muncul juga di dua sekolah lain yaitu SDN Sidorejo IV, Kecamatan Panji, dan SDN Kotakan II, Kecamatan Situbondo. Dua sekolah yang muridnya terkena banjir ini menerima paket serupa. Total bantuan yang diberikan untuk ketiga sekolah ini adalah 400 paket alat sekolah ditambah angpao, 100 dus mi instan, dan 10 bal terpal.

Tanggapan mereka yang menerima paket bantuan ini pun umumnya serupa. Mereka gembira, puas, dan merasa cara penyaluran dan bentuk bantuan yang diberikan tepat sasaran dan tepat guna. Komentar Ningsih (9), murid kelas tiga SD Ardirejo II yang meminta kami datang lagi sebelum kami tinggal mencerminkan hal ini. Ketika ditanya kenapa, dia bertutur, "Enggak, seneng aja bisa ramai-ramai."

ADALAH Masyarakat Tionghoa Jatim Peduli (MTJP) yang menggagas aksi peduli banjir dengan sasaran dan cara seperti ini. Penuh risiko memang, seperti seandainya ternyata paket bantuan yang dibawa tidak cukup. Namun, justru itu tantangannya dan tantangan ini dijawab dengan kerja sama dengan berbagai pihak.

Agar tidak kekurangan, sebelum bantuan diberikan, MTJP bekerja sama dangan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Situbondo melakukan pendataan sekolah mana saja yang mendesak diberikan bantuan agar aktivitas belajar bisa dilakukan.

"Sebelumnya kami telah mendata belasan sekolah dan mengirimkan enam data sekolah ke Surabaya melalui faksimile. Sebagai perbandingan, kami juga melakukan cek data ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Situbondo. Dari enam data tersebut, untuk sementara baru tiga sekolah yang mendapatkan bantuan," ujar pengurus PITI Situbondo Haritrianto.

Sebagai embrio, MTJP terbentuk oleh masyarakat Tionghoa aneka golongan dan agama usai peristiwa Mei 1998 yang traumatis sekaligus menjadi titik balik keberanian mereka untuk muncul ke ruang publik. Semula mereka bergabung dalam Perkumpulan Masyarakat Tionghoa Surabaya, namun karena berbeda visi, MTJP kemudian menarik diri dan berdiri sendiri.

DARI Surabaya, dengan empat kendaraan niaga dan satu truk boks ukuran sedang, 15 anggota MTJP menyambangi murid-murid di tiga SD yang hendak dibantu. Sebelumnya, mereka menjemput 30 murid SDK dan SLTPK untuk bersama-sama menyampaikan paket bantuan.

"Dengan cara seperti ini, kami ingin bantuan kami yang secara material tidak besar jumlahnya, tepat guna dan sampai kepada mereka yang sunguh-sungguh membutuhkan," jelas Anita Lie, yang bersama-sama MTJP beserta keluarganya ke Situbondo.

Mengenai anak-anak yang menjadi sentral dalam kegiatan ini, menurut Bingky Irawan, mewakili MTJP, mempunyai maksud mendalam agar sejak dini di antara anak-anak terwujud interaksi tali asih antar-suku, agama, dan golongan. "Sudah sejak 32 tahun selama Orde Baru kita sebagai bangsa dipetak-petakkan. Untuk pemulihannya dibutuhkan waktu minimal satu generasi. Untuk itu, biarlah anak-anak yang memulainya," paparnya.

Dengan maksud ini, usai memberikan bantuan kepada murid SDN Kotakan II, semua yang terlibat, baik anak-anak, guru, orangtua murid yang hadir, dan orangtua yang memfasilitasi kegiatan ini berbaur di lapangan. Dalam kebersamaan dan kegembiraan, meskipun kaya akan keragaman suku, agama, dan golongan, mereka menyanyikan lagu Sayonara keras-keras sambil melambai-lambaikan tangan.

Dan memang, kalau begini adanya, "...buat apa susah... buat apa susah... susah itu tak ada gunanya...", karena kita semua bersaudara dan siap saling membantu, meskipun di tengah perbedaan suku, agama, dan golongan yang sesungguhnya memperkaya keindonesiaan kita.

inu

No comments: