Friday, February 22, 2008

kerajinan

ENGGAK nyangka. Semula saya enggak telalu banyak berharap. Yang ada di benak saya, Gresik adalah kota kecil. Tetapi, belum juga pesta kerajinan dibuka, pengunjung sudah berjubel. Supaya mereka tidak kecewa, kami sepakat membuka pesta kerajinan ini sehari sebelum waktu yang sudah direncanakan," papar Syaiful Anies, memberi gambaran antusiasme masyarakat "kota pudak" Gresik untuk datang ke Pesta Kerajinan Jogja (PKJ) yang ia koordinir.

Tidak hanya itu, acara yang sesuai izin yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi (Disparinkom) Kabupaten Gresik harus ditutup pukul 22.00, akhirnya baru ditutup pukul 23.00. Alasannya sama, selepas batas waktu yang diizinkan, Sabtu (16/3/2002), pengunjung PKJ yang digelar di Gedung Nasional Indonesia yang letaknya di pusat Kota Gresik, masih memenuhi ruangan tanpa pendingin itu.

Pada hari berikutnya, Minggu, saat secara resmi PKJ dibuka untuk selama 10 hari berikutnya, pengunjung tetap membeludak. Terang saja, hal yang semula tidak diduga ini membawa berkah bagi 28 perajin yang ambil bagian dalam pesta kerajinan yang baru pertama kali digelar di Gresik ini.

"Hasil penjualan dalam dua hari ini menggembirakan, dengan omzet masing-masing perajin bervariasi antara Rp 500.000 sampai Rp 1,5 juta," jelas Nanda, Senin (18/3). Omzet penjualan hasil karya perajin batik kontemporer asal Yogyakarta ini dalam dua hari rata-rata mencapai sekitar Rp 1,5 juta.

ADALAH Paguyuban Perajin Indonesia (PPI) yang menggagas acara PKJ di Gresik ini. Dengan persiapan hanya dua minggu, Koordinator PPI Syaiful Anies mulai menghubungi semua instansi dan dinas terkait di Gresik untuk memperoleh izin tempat dan waktu pameran. "Karena mepetnya waktu, kami hanya mampu memasang delapan spanduk pameran dari 20 yang kami siapkan," ujar dia.

Gresik dipilih sebagai tempat PKJ, menurut Syaiful, merupakan langkah kebetulan dari rencana semula di Balai Pemuda, Surabaya, yang gagal terwujud karena gedung akan dipakai untuk suatu acara salah satu partai. "Gresik kami pilih karena lokasinya dekat dengan Surabaya, sehingga buyer langganan kami di Surabaya tidak perlu bersusah-susah mencari hasil kerajinan kami," ujar perajin batik dan pemilik Butik Gentong ini.

Karena berupa paguyuban dalam arti sesungguhnya, di mana keguyuban menjadi nilai utama, perpindahan tempat tidak terlalu membawa masalah bagi para perajin. "Kami sudah seperti grup ketoprak tobong tahun 70-an dulu yang berkeliling dari satu kota ke kota lain. Karena keakraban dan kesediaan untuk saling membantu, boyongan ke Gresik berjalan lancar," tutur Ketua PPI Suwarto Peyot.

Belum selesai PKJ di Gresik, PPI sudah mendapat tawaran untuk menyelenggarakan pameran serupa di Malang, Jawa Timur (Jatim). Tawaran pameran selama satu bulan ini merupakan kelanjutan dari suksesnya acara yang mereka gelar bulan Oktober 2001 di Malang. Dan, dalam semangat paguyuban, untuk menanggapi tawaran tersebut, malam seusai pameran anggota PPI berembuk.

Selain hasil kerajinan kulit dan batik, dalam pameran yang akan dibuka sampai 27 Maret ini dipamerkan dan dijual juga hasil kerajinan perak, relief batu, kayu, rotan, bonggol bambu, gerabah, kap lampu dari batu, dan kerajinan lainnya. Yang jelas, tidak ada perajin dengan hasil yang sama dalam satu pameran.

APAKAH PPI hanya menampung perajin asal Yogyakarta saja? Ternyata tidak. Dalam pameran yang sudah dilakukan PPI selama lebih dari 16 kali setiap bulan di Surabaya dan beberapa kali di Malang dan Jakarta, terdapat juga perajin dari luar Yogyakarta seperti perajin lampu motif Jepang asal Lamongan, dan perajin batik asal Solo, Jawa Tengah (Jateng).

Suwarto berharap, jika nanti perajin dari daerah lain bisa tergabung dalam paguyuban, pameran kerajinan tidak lagi hanya bernama Pesta Kerajinan Jogja, tetapi bisa Pesta Kerajinan Gresik, Malang, atau daerah-daerah lain. Kalau memungkinkan, perajin yang memiliki delapan karyawan ini berharap bisa menggelar pameran dengan skala yang lebih besar dengan nama Pesta Kerajinan Indonesia, misalnya.

inu

No comments: