NYARIS tidak ada kegiatan bongkar kapal barang di Pelabuhan III Gresik sepanjang Rabu (27/2/2002) lalu. Ratusan truk yang umumnya berusia lebih dari 10 tahun dengan cat terkelupas dan penuh karat, terparkir di tepi dermaga. Jumlah lebih banyak terdapat di areal parkir di sekitar pelabuhan dengan pemandangan umum: sopir terlelap tidur di dalam truk, hanya duduk-duduk bergerombol, atau mengobrol di warung minum.
Apakah karena siang itu panas terik sehingga orang di pelabuhan enggan beraktivitas? Ternyata bukan.
Suasana sepi dan nyaris tanpa kegiatan di Pelabuhan III Gresik seperti terpotret siang itu merupakan pemandangan umum sejak lima bulan lalu. Akibatnya, ratusan atau mungkin lebih dari seribu orang yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas bongkar-muat di pelabuhan ini, seperti sopir truk, kenek, kuli angkut, dan karyawan perusahaan pelayaran rakyat, menganggur.
"Sudah lebih dari tiga minggu saya enggak lagi mengangkut barang dari kapal. Bukan karena malas, tetapi karena memang enggak ada kapal barang yang bongkar," keluh Totok (34) setengah putus asa sambil memandang jauh ke perairan Selat Madura. Selama tidak ada pekerjaan, Totok, dan juga ratusan sopir lainnya, hanya luntang-lantung, duduk-duduk di warung minum, atau memancing sambil menunggu kabar mengenai kapal yang akan bongkar muatan.
Begitu ada kabar mengenai kapal yang akan bongkar muatan, ratusan sopir truk lalu berkerumun melihat jumlah barang yang dibawa kapal tersebut. Setelah itu, mereka masing-masing berhitung, apakah mereka kebagian mengangkut barang karena antrean nama sopir di dua kayu kaso sepanjang 1,5 meter sudah penuh di kedua sisinya.
"Di kaso yang satu lagi, saya ada di urutan 204, dan pasti enggak akan kebagian bongkar," ujar Paidi (45) tanpa beranjak dari tempat duduknya.
NYARIS tidak adanya kegiatan bongkar di pelabuhan yang menjadi pintu masuk kayu-kayu dari Pulau Kalimantan ini merupakan akibat langsung dari operasi yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) terhadap kapal-kapal pengangkut kayu ilegal.
Menurut data di Kantor Administrasi Pelabuhan III Gresik, dalam dua bulan terakhir terjaring 27 kapal dari berbagai perusahaan pelayaran rakyat yang umumnya memuat kayu.
Setelah terjaring, ke-27 kapal tersebut ada dalam pengawasan Polisi Air dan Udara (Polairud) Surabaya, dibantu seluruh staf pelabuhan dengan tidak memberikan pelayanan clearance out (surat izin berlayar) kepada kapal-kapal tersebut. Lima dari ke-27 kapal tersebut, yakni Kapal Layar Motor (KLM) Sari Murni, KLM Berkah Nur, KLM Sumber Harapan, KLM Bintang Persada, dan KLM Akhiar Putra, tidak jelas perusahaan ekpedisinya.
Akibat lesunya kegiatan bongkar ini hampir semua perusahaan pelayaran rakyat yang terdapat di sepanjang Jalan Yos Sudarso, Gresik, yang berjumlah sekitar 40 perusahaan dan mempekerjakan rata-rata 10 karyawan, tutup sejak 1 Februari. Di pintu-pintu kantor perusahaan itu tertulis pengumuman: Maaf, kantor tutup. Beberapa orang yang ada di kantor tersebut umumnya hanya menjaga atau datang ke kantor karena tidak punya kegiatan lain.
"Sudah sebulan ini kantor tutup, dan terang saja gaji bulanan sebesar Rp 400.000 yang biasa saya terima, tidak lagi saya terima bulan ini," jelas Parto (28), karyawan lapangan PT Jaya Mulia Yusuf yang bertugas mengatur bongkar muat barang.
Akibat tutupnya kantor ini, pemuda asal Yogyakarta ini menjual 30 gram emas yang dimilikinya untuk menghidupi istri dan seorang anaknya.
"Mungkin minggu depan, handphone saya yang akan saya jual untuk melunasi kredit motor yang sudah telanjur saya ambil, dan juga untuk bayar sekolah anak," ujar Parto sambil mengisap rokok dalam-dalam. Sejak awal Februari, perusahaan tempat Parto bekerja juga sudah merumahkan 12 karyawan yang lain.
Tidak hanya sopir, kenek, dan karyawan perusahaan pelayaran rakyat yang kehilangan penghasilan karena lesunya aktivitas bongkar barang di pelabuhan tersebut. Kuli angkut yang jumlahnya lebih dari 400 orang juga kehilangan penghasilan. "Susah kalau sepi begini, mau pulang di kampung sudah selesai musim tanam, jadi, ya, nunggu saja, siapa tahu kayu-kayu di kapal yang disita akan segera dibongkar," ujar Subaidi (45) yang datang dari Rembang, Semarang, bersama 23 teman sedesanya.
Harapan Subaidi merupakan harapan ratusan orang yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas di pelabuhan tersebut. "Kami enggak mengerti soal sita-menyita dan undang-undang. Yang penting, biar disita barang cepat dibongkar sehingga kami dapat sedikit uang untuk makan," ujar Basun, sopir truk yang sudah dua minggu tidak mendapat order.
inu
Friday, February 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment