MESKIPUN secara umum dikenal sebagai kota pudak, bagi pelancong atau pendatang baru tidak mudah mencari makanan khas yang identik dengan Kabupaten Gresik, Jawa Timur (Jatim), yang memiliki 18 kecamatan ini. Kenapa? Karena makanan khas ini secara khas juga hanya dibuat oleh beberapa warga di sepanjang Jalan Sindujoyo, Kecamatan Gresik.
"Sejak tahun 1941 ketika saya mulai belajar membuat pudak sampai sekarang, ya, hanya di sepanjang jalan ini bisa ditemui pembuat pudak yang langsung menjual di toko miliknya," jelas Mahmudin (72), salah satu sesepuh pembuat pudak di Jalan Sindujoyo, Sabtu (9/3/2002). Ia menambahkan, kalaupun di tempat lain di Gresik ditemukan pudak, bisa dipastikan pudak itu berasal dari Jalan Sindujoyo.
Oleh karena itu, hanya di sepanjang Jalan Sindujoyo yang letaknya di sebelah utara Pasar Kota-lah bisa ditemui toko-toko yang menjual pudak. Toko-toko ini sekaligus menjadi tempat produksi dan tempat tinggal pembuat pudak yang umumnya memang satu keluarga. Makanan ini umumnya diberi merek sesuai dengan nama toko pemiliknya, seperti Pudak Kelapa Dua atau Pudak Sari Kelapa yang letak kiosnya saling berseberangan.
"HARUS digantung begini biar pudaknya terus kering," jelas Agus (18), pembuat pudak sambil melayani pembeli di Toko Pudak Kelapa Dua yang dijaganya. Ia menambahkan, dengan digantung pudak yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula ini tidak akan berair karena terpaan angin, dan menjadi tahan lama.
Setengah jam kemudian, beberapa pembeli lain berdatangan, dan puluhan gandeng pudak yang berisi masing-masing 10, yang dijajar rapi di salah satu batang bambu, habis terjual. "Memang, kalau Sabtu atau Minggu pembeli pudak lebih banyak. Mereka umumnya membeli banyak dan dipakai untuk hidangan selamatan atau pertemuan lainnya," jelas pria tamatan SMA yang belajar membuat pudak dari pamannya.
Tidak hanya warga Gresik yang membeli makanan yang rasanya manis ini. Warga sekitar Gresik, seperti Lamongan, Mojokerto, dan Sidoarjo, terutama hari Sabtu dan Minggu atau hari libur, sering datang khusus membeli makanan dengan bungkus pelepah pohon jambe ini. Kalau hendak membeli dalam jumlah yang banyak, pembeli biasanya memesan terlebih dahulu. "Seminggu lalu ada orang Sidoarjo yang memesan 80 gandeng pudak. Katanya untuk acara ulang tahun," tutur Agus.
Karena hari Sabtu biasanya permintaan pudak cukup banyak, Agus dan tiga orang lainnya sudah siap membuat pudak lagi saat gandengan pudak di salah satu batang bambu mulai menipis. Jika ramai seperti ini, Agus dan dan tiga orang lain yang memiliki tugas berbeda-beda itu membuat pudak dua kali dalam sehari, pagi dan siang. Rata-rata setiap hari mereka membuat 300 gandeng pudak atau sama dengan 3.000 potong pudak. ***
SELAIN menyiapkan bahan-bahan pokok tepung beras, santan, dan gula putih, harus juga disiapkan terlebih dahulu wadah atau bungkus yang berasal dari pelepah pohon jambe. Pelepah ini harus dibentuk terlebih dahulu dengan mesin jahit agar rapi dan ukurannya sama. Jika permintaan banyak, Agus atau pembuat pudak lainnya mempekerjakan orang lain untuk menjahit pelepah jambe dengan upah Rp 10 per bungkus.
"Bungkus ini sangat penting," kata Agus sambil menjelaskan, pelepah pohon jambe didatangkannya dari Jember, karena di Gresik sendiri pohon jambe sudah sulit dijumpai karena habis ditebang akibat pembangunan.
Selain prosesnya lama-memakan waktu sekitar dua jam untuk mengukus hingga matang-tidak mudah membuat pudak, terutama memasukkan adonan tepung beras, santan, dan gula ke dalam wadah yang sudah terbentuk dengan jahitan benang putih. Memerlukan pengalaman dan keahlian khusus untuk bisa memasukkan adonan, karena semua jari tangan kiri dan kanan digunakan. Jari tangan kiri dipakai untuk membuka bungkus dan memegang wadah, sementara jari tangan kanan memegang cangkir untuk menuangkan adonan.
Setelah itu, pudak setengah jadi tersebut siap dikukus di dalam dandang bertingkat. Tiap dandang bisa diisi 100 pudak. Dan setelah matang dikukus, dalam keadaan masih hangat, pudak tersebut harus segera diikat dengan tali rafia satu per satu sambil disatukan dalam satu gandengan yang berisi 10 pudak.
Selesai diikat, puluhan gandengan pudak digantung di batang bambu. Pudak bisa bertahan tiga hari, dan tetap enak dimakan, asalkan menyimpannya digantung. Angin yang menerpa membuat makanan yang sarat kandungan air ini tetap kering.
Selain pudak, toko-toko di sepanjang Jalan Sindujoyo juga menjual beberapa makanan lain yang umumnya hasil produksi warga sekitar Gresik, seperti keripik kulit ikan, keripik teripang, pepes bandeng, jobong, madumongso, dan makanan kecil lainnya. Namun begitu, pudak tetap menjadi makanan utama yang dijual di toko-toko tersebut.
Oleh karena itu, ketika suatu kali pasokan pelepah pohon jambe yang memiliki lapisan tipis berminyak di salah satu sisinya tersendat, meskipun makanan lain cukup banyak, sejumlah pemilik toko memilih tidak berjualan. Inovasi bukan tidak mereka lakukan untuk mencari alternatif pengganti pelepah pohon jambe. "Kami pernah mencoba memakai daun jagung, tetapi tidak juga berhasil," kenang Agus.
Ketika ditanya mengenai pasokan pelepah pohon jambe yang mungkin terhenti karena pohonnya makin langka, Agus berujar, "Ya, enggak tahulah. Soal itu belum kepikir sekarang. Mungkin akan kembali seperti zaman dulu, pudak tanpa bungkusan atau dikenal dengan pudak wudo."
inu
Friday, February 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment