RUANGAN berukuran 2x3 meter di salah satu sudut di Desa Klangonan, Kecamatan Kebomas, Gresik, Jawa Timur (Jatim), tampak sederhana. Tidak ada ubin ataupun langit-langit. Batu batako berwarna abu-abu kehitaman yang disusun sebagai tembok ruangan telanjang tidak terbungkus plesteran semen sama sekali.
Namun, di situ perhiasan yang dipahami sebagai simbol kemewahan dibentuk dan dihasilkan dari dua pasang tangan terampil perajinnya.
Dimulai dari melebur dan mencetak butir-butir timah seharga Rp 150.000 per ons ke dalam singen menjadi batangan perak. Batangan inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan baku cincin. Setelah diukur dan dipotong sesuai dengan ukuran lingkaran tangan pemesan yang umumnya warga sekitar Gresik, batangan itu digodam sesuai model yang diinginkan pemesan.
Untuk model, jenis, dan ragam hiasannya, pemesan tidak perlu repot-repot jika belum memiliki gambaran. Di ruang tersebut calon pemesan dimanjakan dengan adanya tiga majalah perhiasan terbitan luar negeri yang dibeli di sebuah pasar loak buku di Surabaya.
Pemesan bisa melihat-lihat, dan jika tertarik dengan salah satu model perhiasan di majalah tersebut, dua perajin, Ali Ruhama (42) atau Cak Ali dan Ahmad Nufajri (21) atau Ari, sanggup membuatkannya.
"Paling tidak kami butuh waktu tiga hari untuk menggarap sebuah pesanan cincin," ujar Cak Ali, 10 April. Dari seluruh proses, waktu terbanyak disita untuk mengerjakan detail-detail kecil seperti mengukir nama dengan gergaji rambut, membuat hiasan atau motif, dan menghaluskan cincin-cincin tersebut setelah jadi. Makin rumit motifnya, makin lama juga waktu yang dibutuhkan.
Dari satu ons perak yang sudah dicetak menjadi batangan, rata-rata bisa dihasilkan 50 cincin. Setiap pesanan, rata-rata dikenakan biaya Rp 12.500. Selain perak, Cak Ali juga melayani pesanan pembuatan perhiasan dari emas, namun karena harganya mahal dan tidak tetap, ia tidak menyediakan stok. "Kalau ada yang memesan, saya baru membeli emas pada sepupu yang punya toko emas," ujarnya.
MESKIPUN hanya melayani pesanan warga Gresik, order pesanan tidak pernah sepi. Setiap hari ada saja warga yang memesan untuk dibuatkan aneka macam cincin, bros, gelang, dan perhiasan lain. Pesanan makin meningkat untuk saat-saat khusus, seperti misalnya pada Hari Kasih Sayang (Valentine's Day) yang dirayakan sebagian remaja pada setiap bulan Februari.
"Permintaan pada bulan itu meningkat tajam. Namun, karena keterbatasan tenaga dan peralatan, pesanan yang biasa diselesaikan tiga hari, pada saat-saat khusus baru bisa selesai setelah empat atau lima hari," jelas Ari yang sudah empat tahun "magang" pada Cak Ali. Umumnya Ari melayani pesanan remaja dan anak muda yang dekat dengan dunianya.
Peralatan yang menurut dia terbatas merupakan peralatan tradisional yang kerjanya lambat seperti kempus dan solder, godam, dan stempel nama. Peralatan yang sedikit modern yang digunakan hanya gerinda listrik dan bor gantung listrik. Selain itu, lamanya waktu pembuatan saat pesanan meningkat disebabkan juga karena dua perajin tersebut membatasi maksimal membuat tujuh cincin atau perhiasan lain dalam satu hari, demi kualitas.
"Memerlukan konsentrasi dan ketekunan untuk mengerjakan detail pada cincin seperti nama yang umumnya kecil-kecil," jelas Ari sambil melingkarkan batangan perak dan kemudian menyambungnya dengan patri dan pijer sebagai perekat.
PESANAN memang meningkat dan diakui oleh kedua perajin bahwa mereka sering kewalahan. Namun, ketika ditanya kenapa tidak mencari tambahan modal untuk membeli peralatan-peralatan yang lebih modern untuk mempercepat pekerjaan, Cak Ali yang sudah menekuni pekerjaan sebagai perajin cincin sejak 14 tahun itu berujar, "Saya dan juga orang sini enggak pandai mengelola uang."
Pria asli Gresik ini kemudian menceritakan latar belakang munculnya kesadaran tersebut. Beberapa tahun sebelumnya, perajin cincin dan perhiasan emas sepuhan banyak menjamur di desanya. Aktivitas perajin terus meningkat dengan dilibatkannya anak-anak, dan pemasaran hasil usahanya yang menembus Bali. Suatu kali ada tawaran bantuan dana untuk modal dari beberapa pihak, dan sebagian besar perajin menerima bantuan tersebut.
Namun, karena umumnya para perajin begitu sederhana dan seperti penuturannya tidak pandai mengelola uang, segera saja modal tersebut ludes untuk membeli barang-barang konsumtif seperti sepeda motor dan barang-barang lain yang tidak ada kaitannya dengan usaha. Akibatnya, satu persatu usaha yang diberi bantuan modal itu bertumbangan.
"Makanya, saya enggak mau waktu ditawari modal untuk mengembangkan usaha yang nyata-nyata bikin penyakit tersebut," ujar Cak Ali. Pria yang belajar membuat cincin dan perhiasan perak karena hobi ini kemudian menggantungkan kemajuan usaha kerajinan perhiasannya secara alami sesuai dengan kemampuannya.
DILIHAT dari hasil pekerjaannya yang rapi, halus, dan cepat, meskipun dengan peralatan sekadarnya dan tergolong tradisional, usaha ini sebetulnya cukup prospektif untuk dikembangkan. Hal ini sudah terbukti dengan adanya tawaran dinas terkait Pemerintah Kabupaten Gresik. Namun, karena trauma dengan pengalaman para perajin sebelumnya, Cak Ali tetap pada pendiriannya, menolak bantuan.
Menghargai trauma yang memang masuk akal ini, diperlukan terobosan atau langkah komprehensif dalam memberikan bantuan pengembangan suatu unit usaha kecil menengah. Pengucuran modal berupa dana memang diperlukan, namun harus disadari bahwa semua tidak lantas beres dan usaha menjadi berkembang setelah dana diberikan.
Karena pola pikir yang sederhana, kucuran dana justru kadang menjadi bumerang yang bisa mematikan usaha. Lalu apa yang harus dilakukan untuk memajukan usaha kecil yang potensial maju tersebut? Dalam kasus Cak Ali dan juga perajin lain seperti perajin sepuh emas dan pengusaha kerupuk yang ada di Desa Klangonan, perlu dipikirkan pembekalan pengetahuan administrasi dan manajemen keuangan secara sederhana, misalnya.
Harus disadari oleh semua pihak, terutama yang berambisi untuk memajukan usaha kecil, adanya dana tidak serta-merta memajukan suatu usaha. Perlu dukungan dan bantuan lain dalam bentuk peningkatan sumber daya manusia (SDM)-nya. Artinya, upaya pengembangan usaha kecil tidak bisa parsial, harus menyeluruh, melingkupi semua bidang, mulai dari produksi hingga pemasarannya juga.
inu
Friday, February 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment