MATAHARI belum juga muncul. Namun, ribuan pasang mata telah terbelalak menjadi saksi ludes terbakarnya ribuan kios di Pasar Wonokromo yang tercatat memiliki 4.703 stan. Meskipun tidak ada korban jiwa, perasaan ribuan pemilik kios tersayat menyaksikan tumpuan hidup mereka terbakar habis bersamaan dengan asap tebal menjulang ke angkasa.
Minggu (26/5/2002) pagi itu, api yang mulai menyala di kios bubur ayam yang letaknya di tengah pasar tersebut diketahui sekitar pukul 04.30. Api menjalar begitu cepat tak terkendali. Beberapa saksi mata bersama pedagang lain kewalahan memadamkan kobaran si jago merah.
Kedatangan pasukan pemadam kebakaran (PMK) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan 10 mobil pemadam juga tidak mampu menguasai api. Mereka tiba di sekitar lokasi kebakaran setelah 45 menit api membakar kios-kios pasar peraih Adipura dari Pemkot Surabaya tiga kali berturut-turut (1996, 1997, dan 1998) itu. Api baru berhasil dijinakkan pukul 08.30, saat hampir semua stan telah rata dengan tanah.
Keterlambatan PMK dikeluhkan pedagang dan juga petugas keamanan pasar legendaris yang dibangun di era Presiden Soekarno tersebut. "Pemadam kebakaran datang terlambat. Mereka datang setelah hampir semua kios di pasar ini hangus terbakar," keluh Handiri, petugas keamanan Pasar Wonokromo ketika kebakaran itu terjadi. Akibat keterlambatan PMK, dan cepatnya api menjalar ke seluruh bagian pasar, muncul kecurigaan dari para pedagang bahwa kebakaran ini disengaja. Kalaupun tidak disengaja, kebakaran pasar sepertinya dibiarkan saja terjadi tanpa upaya maksimal dari petugas untuk memadamkannya.
Mengenai kecurigaan adanya unsur kesengajaan, Kepala Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya Djupri langsung membantah ketika ditemui saat kebakaran terjadi. "Tidak mungkin kalau ada unsur kesengajaan, karena setiap hari ada petugas keamanan yang berjaga-jaga. Namun, kalau human error mungkin saja," katanya tanpa merinci "makhluk" seperti apa human error tersebut.
KINI, sebulan telah berlalu sejak peristiwa kebakaran yang dalam beberapa jam saja membuat ribuan atau bahkan belasan ribu orang kehilangan mata pencaharian alias menganggur, dengan jumlah kerugian yang beragam. Hari pertama, ribuan pedagang hanya bisa meratap sedih sambil mencari lokasi lain di sekitar pasar untuk menggelar dagangannya.
Karena tidak semua pedagang mendapat tempat di sepanjang Jalan Stasiun Wonokromo, pada hari berikutnya para pedagang berkelompok membersihkan puing-puing sisa kebakaran. Perlahan-lahan dengan modal pinjaman seadanya, puluhan pedagang kembali mendirikan kios di lokasi bekas kebakaran.
Di tengah upaya para pedagang untuk tetap dapat menghidupi keluarganya ini, beredar berbagai versi mengenai rencana pemkot yang katanya akan menggandeng investor untuk membangun Pasar Wonokromo, dan rencana relokasi semua pedagang ke lahan milik kompleks pertokoan Mangga Dua Surabaya di Jalan Jagir Wonokromo.
Yang disesalkan para pedagang, dari rencana yang menyangkut kelangsungan hidup dan nasib mereka, Pemkot Surabaya tidak sekali pun mengajak mereka berdialog atau sekadar urun rembuk. Menurut para pedagang, pemkot seakan membisu kepada para pedagang yang terkena musibah, namun menjual mulut kepada investor yang sepertinya sangat ditunggu-tunggu kehadirannya bak malaikat penyelamat.
"Kami ini dianggap apa? Layaknya sebuah bencana, kami yang telah menjadi korban seharusnya didisikno (didahulukan). Tetapi, kenyataannya sampai sekarang pemkot hanya sibuk mencari investor, yang sampai sekarang juga belum bisa memberi kepastian," keluh Baini (55) dengan nada bertanya-tanya.
Oleh karena itu, pedagang barang pecah belah yang memiliki 21 surat stan sah di Los C yang semuanya ludes terbakar tersebut akan tetap bertahan di Pasar Wonokromo yang ditempatinya sejak pertama kali pasar itu berdiri. "Kami akan bertahan di sini. Biar saja pemkot asyik dengan rencananya, toh mereka tidak membutuhkan kami," tegasnya sambil melayani pelanggannya yang kembali berdatangan.
Aparat Pemkot Surabaya lewat para petugas keamanan pasar pernah datang, tetapi tidak untuk berdialog dan urun rembuk. Mereka datang menyampaikan surat larangan mendirikan kembali kios di bekas lokasi kebakaran. Larangan tanpa kejelasan solusi itu ditandatanggani oleh Pelaksana Tugas Wali Kota Surabaya Bambang DH, bertanggal 31 Mei 2002, dan sampai ke tangan para pedagang tanggal 2 Juni 2002.
Memang, dalam surat yang ditembuskan ke beberapa instansi terkait itu disebutkan bahwa lahan kompleks pertokoan Mangga Dua Surabaya sebagai tempat relokasi. Namun, para pedagang sudah telanjur membangun kembali kios mereka dengan modal tidak sedikit. Larangan dinilai para pedagang sudah terlambat. Dan, ketika mereka melihat tempat relokasi, mereka langsung menolak karena lokasinya di trotoar dan bahu jalan. Lagi pula, jumlah serta ukurannya tidak masuk akal, yaitu hanya 915 stan dengan ukuran sekitar satu meter persegi.
BUKAN hanya para pedagang yang menilai tidak masuk akalnya jumlah dan ukuran stan, namun para petugas PD Pasar Surya juga mengatakan hal senada. "Dengan luas sekitar satu meter persegi, bisa berjualan apa para pedagang jika menempati relokasi ini. Untuk badan saja, pasti sudah sulit," papar Imam C, staf PD Pasar Surya yang ditemui sedang menjaga stan yang sudah selesai dikerjakan.
Pembangunan tempat berjualan itu sekarang tidak jelas lagi kelanjutannya, lantaran rencana mendirikan lagi sekitar 4.000 stan di lahan kompleks pertokoan Mangga Dua Surabaya sesuai rencana sepihak Pemkot Surabaya ditolak oleh pemilik lahan. Bersamaan dengan selesainya kios di trotoar dan bahu Jalan Jagir Wonokromo itu, pihak Mangga Dua mendirikan tembok beton setinggi tiga meter di lahan sepanjang jalan tersebut.
Di tengah ketidakjelasan rencana Pemkot Surabaya ini, semua pedagang sudah hampir selesai mendirikan kiosnya kembali di lahan bekas kebakaran. Saat ini, hampir separuh pedagang sudah kembali menggelar dagangannya di dalam pasar. Bahkan, puluhan pedagang yang semula menggelar dagangan di tepi Jalan Stasiun Wonokromo berangsur-angsur masuk kembali ke dalam pasar karena kios mereka sudah siap ditempati kembali.
"Kalau menunggu rencana pemerintah yang sampai sekarang juga tidak jelas, mau makan apa saya. Kebutuhan setiap hari enggak bisa dibendung. Lagipula, keempat anak saya butuh biaya yang enggak sedikit, karena sebentar lagi tahun ajaran baru," ujar Nur (38) yang kembali berjualan pakaian di kiosnya di Los F.
Selain sambungan aliran listrik yang belum terpasang, kini sarana pasar sudah kian lengkap dan semakin ramai seperti sebelum terjadi peristiwa kabakaran. Para pembeli dan pelanggan pun sudah berangsur berdatangan. Beberapa pedagang justru sudah kembali memasang pesawat telepon karena kabelnya masih ada.
SAAT Pemkot Surabaya tampak tidak siap dengan rencana relokasi yang sering didengungkannya, dan saat ribuan pedagang tetap bertahan di lokasi bekas kebakaran untuk kembali berjualan, apa yang harus dilakukan?
Mungkin kita akan tertegun lama memikirkannya. Namun, jika bertanya kepada para pedagang yang penuh semangat dan optimistis untuk memulai babak baru kehidupannya setelah menjadi korban peristiwa kebakaran, jawabannya cukup sederhana.
"Saatnya pemkot turun ke sini. Ngomong dan berdialog langsung dengan pedagang. Pemkot harus jujur mengenai rencananya, dan harus juga mendengarkan pendapat kami. Berlarut-larutnya permasalahan pasar ini karena pemkot salah langkah dengan tidak pernah mengajak para pedagang berkomunikasi," ujar Agung (31), pemilik kios di Los C.
Tampak sederhana memang, namun itulah langkah awalnya yang menurut para pedagang akan lebih dapat memecahkan permasalahan. "Pedagang di sini mudah diatur asal diwongke (diorangkan dengan diajak dialog). Kalau masih seperti sekarang, di mana pemkot membisu, kami juga akan terus bertahan dengan cara kami sendiri," tegas Salim (43), pedagang gerabah di Los C.
Sebulan sudah kebakaran Pasar Wonokromo berlalu. Akankah Pemkot Surabaya terus membisu di hadapan ribuan pedagang yang menjadi korban, namun kini penuh semangat dan optimisme menata kehidupan mereka setelah hasil jerih payahnya bertahun-tahun hangus terbakar bersama dengan kios-kios mereka? Hanya Pemkot Surabaya yang tahu jawabnya....
inu
Friday, February 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment