Monday, February 25, 2008

istighotsah

SUNGGUH sangat beralasan. Kenapa pada awalnya, ketika belum ada penjelasan resmi dari panitia penyelenggara, pihak Komando Daerah Militer (Kodam) V Brawijaya menolak mengizinkan rencana istighotsah (doa) di lapangan yang biasa digunakan untuk latihan militer itu.

Ingin tahu alasannya, tengoklah apa yang tertangkap mata saat memandang lokasi Istighotsah Nasional yang mampu menyedot sekitar 500.000 nahdliyin dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur (Jatim), Minggu (9/3), usai acara itu.

Lapangan yang sebelumnya ditumbuhi rumput hijau berubah jadi semacam kubangan. Sampah kertas yang digunakan sebagai alas duduk berceceran di mana-mana, sisa-sisa gelas, botol, dan kardus minuman dalam kemasan berserakan. Jika pernah melihat kondisi suatu wilayah pascabanjir di Jakarta, kondisi di lapangan Kodam V Brawijaya tidak jauh berbeda.

Namun, setelah mendapat penjelasan komprehensif dari panitia pelaksana mengenai kepentingan doa bersama itu yang tidak hanya diperuntukkan bagi nahdliyin, tetapi juga bagi bangsa dan bagi perdamaian dunia, pihak Kodam V Brawijaya dapat menerima kondisi lapangan yang tak ubahnya seperti kawasan pascabanjir di Jakarta itu.

"Kami melihat kepentingan yang lebih besar di balik acara doa bersama itu. Karenanya, izin penggunaan lapangan untuk acara itu diberikan," ujar Kepala Penerangan Kodam V Brawijaya Letnan Kolonel Djoko Agus, meralat keterangan sebelumnya yang menyatakan tidak akan memberikan izin untuk penggunaan lapangan Kodam V Brawijaya.

KEPENTINGAN yang lebih besar. Itulah yang meluluhkan ketegaran Kodam V Brawijaya yang semula menegaskan tidak akan memberikan izin penggunaan lapangan untuk kepentingan di luar kegiatan latihan militer. Takut jadi preseden buruk buat yang lain, katanya.

Meskipun secara teoretis muluk-muluk kepentingan yang lebih besar diterjemahkan demi penyelamatan bangsa dan negara dan demi perdamaian dunia seperti diujarkan dalam taushiyah (rekomendasi), ada kepentingan lebih besar yang secara riil dihidupi ratusan ribu nahdliyin. Bagi mereka, penyelamatan bangsa dan perdamaian dunia mungkin tidak bersentuhan langsung dengan kehidupannya.

"Saya senang datang ke sini bersama rombongan warga Panceng, Gresik. Selain ingin berdoa dan bertemu langsung dengan para kiai, kami datang untuk sekaligus rekreasi. Perbekalan sudah lengkap," ujar Solichin (45) yang mengaku datang ke lokasi istighotsah sejak malam sebelum acara itu digelar.

Solichin yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan tradisional melihat kesempatan pergi istighotsah sebagai kesempatan ke luar daerah menghilangkan kepenatan sehari-hari. Solichin yang datang bersama istrinya mengaku urunan untuk dapat turut serta dalam acara doa bersama yang kelima dalam kalender Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Sementara sejumlah nahdliyin mengaku memiliki kepentingan seperti yang dituturkan Solichin dan begitu gembira setelah tiba di Surabaya dan sekejap memandang atau mencium tangan kiai pujaannya. Sejumlah nahdliyin lain mengaku punya kepentingan lain di samping ingin berdoa.

"Selain ingin berdoa bersama, saya juga ingin mengadu untung dengan berjualan kaus berlogo istighotsah dan NU di sini," ujar Abdul Kholik (44), pedagang kaus sablonan dari Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng). Bersama lima saudaranya, Abdul Kholik datang dengan membawa puluhan kodi kaus yang disablonnya sendiri.

Usai istighotsah, seraya menghitung laba dan membereskan sejumlah kaus yang belum laku, Abdul Kholik yang mengaku selalu turut dalam setiap kegiatan NU berujar, "Lumayanlah untungnya. Bisa untuk tambahan dan memperbaiki pondok pesantren tempat saya sehari-hari mengajar puluhan santri."

Upaya mencari untung selain sekadar berdoa bersama seperti yang dilakukan Abdul Kholik, dilakukan juga oleh ratusan pedagang lain yang menggelar dagangannya sejak malam sebelum doa bersama digelar. "Bersama lima anggota keluarga, saya membawa 100 bungkus nasi. Hasilnya lumayan. Dalam dua jam, tinggal 17 bungkus nasi yang tersisa," ujar Nur Kholifah, warga Karah, Surabaya.

Dengan modal sekitar Rp 120.000, keuntungan sekitar Rp 80.000 sudah membayang di tangan untuk membantu mencukupi kebutuhan yang selama ini berusaha dicukupi dengan kerja suaminya sebagai buruh bangunan. "Maaf saja kalau ada yang merasa terganggu dan terhambat karena istighotsah ini. Yang jelas, saya bersyukur dapat menambah pemasukan untuk biaya sekolah dua anak saya," ujar Nur.

SELAIN sejumlah kelompok nahdliyin yang coba mengadu untung di tengah perhelatan doa bersama di atas, ada sejumlah kelompok lain yang selain turut berdoa bersama, juga membantu menenteramkan hati panitia penyelenggara dan terutama pihak Kodam V Brawijaya. Tak banyak yang memperhatikan, namun usaha mereka membuat beban berat petugas kebersihan teringankan.

"Saya tidak berani masuk lokasi pada saat doa berlangsung karena kotor. Namun, setelah umat berangsur pulang, saya masuk untuk mencari sisa-sisa botol dan gelas air minum dalam kemasan. Lumayan juga hasilnya untuk tambahan," papar Tubu (30) dengan tangan menyeret karung goni.

Bersama Tubu yang mengaku berasal dari Jember, ada puluhan "tubu-tubu" lain yang seperti berlomba memburu rezeki dari sampah-sampah sisa istighotsah. Ada yang khusus memburu botol dan gelas air minum kemasan, kardus, kertas koran, dan plastik.

"Selain ingin berdoa, adanya rezeki yang sehari-hari saya cari di sini tidak bisa saya tinggalkan. Hitung-hitung mencoba membantu petugas kebersihan yang pasti kerepotan," ujar Tubu sambil berlalu dengan terburu-buru.

inu

No comments: