SAAT Hari Raya Paskah, yang berarti kebangkitan tiba, setiap umat Kristiani yang menghayati sejatinya pesan hari raya itu dititipi sebuah pertanyaan mendasar yang cukup menggugat: "Kebangkitan macam apa yang akan mewarnai paskahku kali ini?" atau secara massal: "Apakah arti kebangkitan bagi kita sebagai bangsa Indonesia?"
Mencoba menghayati pesan hari raya yang sudah dirintis perayaannya sejak hari Kamis (17/4) hingga puncaknya hari Minggu nanti, pertanyaan gugatan serupa pantas kembali kita ungkapkan.
Dalam situasi bangsa Indonesia seperti saat ini, apa arti kebangkitan Kristus pada Minggu Paskah mendatang, yang tiga hari sebelumnya telah wafat secara terhina di kayu salib?
Mengutip Surat Gembala Paskah 2003 yang dikeluarkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk menyambut paskah tahun ini, menjawab pertanyaan gugatan itu KWI bersuara: "Penderitaan berat yang kita tanggung akhir-akhir ini ternyata tidak membuat kita hancur dan putus asa. Di antara kita terdapat saudara-saudari yang tidak mau menyerah kepada kebencian dan balas dendam. Dari puing-puing krisis, muncul harapan baru."
"Pertikaian di banyak tempat ternyata juga menggerakkan orang untuk mengadakan pertemuan, dialog, dan kerja sama. Mereka bertemu, bergabung, dan bekerja sama untuk menciptakan kehidupan bersama. Mereka tidak mau menyerah pada kehancuran, tetapi sebaliknya mau hidup, bahkan bukan hanya hidup untuk diri sendiri, tetapi juga hidup bersama."
Dari kutipan Surat Gembala Paskah 2003 dari KWI di atas, tercermin harapan untuk memaknai Paskah kali ini dengan bangkit untuk membangun budaya hidup bersama. Disadari dan memang terbukti bahwa kebersamaan mengatasi batas-batas yang selama ini membuat sekat-sekat di dalam masyarakat. Sekat-sekat itu telah membuat kita saling merasa terasing atau bahkan saling mengasingkan, meskipun kita diikat sebagai satu bangsa.
Jika menengok kembali apa yang terjadi sekitar 2000 tahun yang lalu, paskah dalam arti kebangkitan Kristus ternyata juga menjadi momentum berkembangnya kebersamaan di antara pengikut Yesus yang tercerai-berai usai penyaliban.
Di tengah-tengah tercerai-berainya pengikut, Paskah Kristus menjadi semacam perekat atau energi untuk menciptakan kebersamaan. Para murid yang tercerai- berai dan pengikutnya yang kecewa dengan Yesus yang seolah tidak berdaya memanggul salib lantas tersatukan kembali.
Dalam kehidupan berbangsa, para uskup yang tergabung dalam KWI mengajak umat Kristiani untuk secara khusus memberi perhatian akan satu hal yang sangat penting, yaitu mencari jalan agar kita bersama-sama dapat menentukan bentuk hidup bermasyarakat yang akan menjadi milik kita bersama.
Dalam Surat Gembala Paskah 2003, para uskup mengingatkan landasan dan cita-cita bersama yang berwawasan nasional untuk menghormati kehidupan bahwa kita harus secara bersama-sama menghormati kehidupan setiap orang, siapa pun, dari latar belakang dan golongan apa pun.
Diperlukan sebuah kesepakatan yang selalu harus diperbarui untuk menciptakan kembali kebersamaan sebagai satu bangsa Indonesia termasuk di Jawa Timur. Di dalam kebersamaan itu, setiap warga negara dapat merasa aman, dapat mengembangkan bakat-bakatnya, termasuk bakat seni, budaya, kerohanian, dan pikirannya.
Di dalam kebersamaan itu pula, setiap warga negara dapat dengan bebas dan bertanggung jawab memberi sumbangan bagi kesejahteraan seluruh bangsa. Di dalam kebersamaan itu, masing-masing anggota masyarakat dapat saling percaya karena kepercayaan adalah modal dasar untuk hidup dan bekerja sama. Kebersamaan itulah yang dulu pernah dicita-citakan oleh para pendiri Republik Indonesia ini.
Selamat menyambut Paskah dan selamat bangkit mengembangkan kebersamaan!
inu
Monday, February 25, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment