Monday, February 25, 2008

mochamad basuki

MESKIPUN masih terlihat gugup dengan situasi baru yang dialaminya, Ketua DPRD Surabaya Mochamad Basuki (34) berusaha tegar. Di sela-sela wawancara dengan salah satu dari tiga tersangka kasus korupsi di lembaga yang dipimpinnya ini, Basuki mengisap rokok putih dan sesekali mencari minuman dalam botol yang telah tersaji di meja ruang tamu Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng, Sidoarjo.

Sejumlah wartawan media cetak dan elektronik secara simpatik dipersilakan dia duduk dan menunggu giliran untuk wawancara. "Saya senang kalau ketemu wartawan, karena di dalam sini, sesuai aturan tahanan, saya tidak diperkenankan berkomunikasi dengan dunia luar. Lewat wartawan saya dapat mengomunikasikan apa yang sebenarnya saya alami," ujar Basuki masih dengan celana panjang krem yang dikenakannya saat dimasukkan ke tahanan.

Meskipun setelah 24 jam menghuni ruang tahanan di Blok D1 bersama Wakil Ketua DPRD Surabaya KH Ali Burhan yang juga ditahan karena kasus yang sama dan tiga tersangka lain untuk kasus minyak tanah, toto gelap, dan judi, Basuki mengaku dapat beradaptasi. Protholan Universitas Negeri Jember (Unej) ini tetap meminta pemahaman Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya yang memutuskan untuk menahan dirinya.

"Selama ini saya selalu berupaya membantu. Lagi pula, saya tidak akan lari dari tanggung jawab dan persoalan ini. Saya punya sejumlah jabatan yang melekat pada diri saya. Saya punya tanggung jawab dan kewajiban kepada yang saya pimpin. Saya berharap pihak kejaksaan dapat memahami kondisi ini," ujarnya.

Penahanan atas dirinya dan juga Ali Burhan, menurut Basuki yang selama wawancara tetap mengenakan "kacamata gaul"-nya, penuh dengan muatan kepentingan politik, tidak semata-mata masalah hukum. "Sejak awal hal ini sudah tercium. Semula saya dijerat dengan DAU (Dana Alokasi Umum-Red). Lalu dana operasional DPRD Surabaya. Semua itu tidak terbukti. Lalu masalah bergeser pada pencairan dana Rp 2,7 milyar ini. Ini pun bukan untuk saya pribadi. Semua anggota DPRD Surabaya mendapat bagian masing-masing Rp 25 juta. Jadi, bukan semata-mata untuk saya pribadi," katanya.

Karena latar belakang ini, Basuki yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) tidak habis pikir kenapa hanya dirinya, Ali Burhan, dan mantan Sekretaris Kota (Sekotta) Surabaya yang dijadikan tersangka. "Kalau alasannya tanda tangan surat permohonan pencairan dana, itu pun merupakan tindak lanjut rapat- rapat dan kesepakatan sebelumnya dengan anggota DPRD Surabaya," ujarnya.

"Lho, kalau jadi Ketua DPRD risikonya seperti ini, siapa yang mau jadi ketua? Upaya pencairan dana itu kan produk DPRD secara kelembagaan dan kolegial, kenapa saya sendiri yang harus bertanggung jawab? Saya memberi tanda tangan karena saya seorang Basuki Ketua DPRD Surabaya, bukan Basuki seorang pribadi," katanya.

PERTANYAAN gugatan serupa sebagai tanda tidak dapat menerima keputusan penahanan, diungkapkan juga oleh Ali Burhan. Secara hukum, masalah ini akan diperjuangkan oleh tim advokasi yang dibentuk DPRD Surabaya, dan khusus untuk Ali Burhan ada Tim Advokasi Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jatim.

Sejenak, untuk berdamai dengan realitas bahwa keduanya berada di tahanan sempit dan lembab bersama tiga penjahat lain, Basuki dan Ali Burhan mencoba beradaptasi. Sambutan hangat penghuni rutan dan dukungan keluarga serta dukungan moral dan politik dari sesama anggota partai dan kerabat mampu membuat kedua tersangka menerima realitas.

"Istri dan anak saya tertua sudah dua kali datang ke sini memberi dukungan dan membawakan perlengkapan mandi dan baju ganti. Dukungan dan harapan keluarga agar saya segera keluar membuat saya dapat tenang setelah sebelumnya kikuk karena merupakan pengalaman pertama hidup di tahanan," ujar Ali Burhan, suami Ny Sulaekah yang dikarunia empat anak.

Ungkapan serupa disampaikan Basuki usai dikunjungi istrinya, Ny Titin Suastini, adik, dan teman-temannya saat berjuang membesarkan partai berlambang banteng gemuk dalam lingkaran yang kemudian ditinggalkannya. Namun demikian, Basuki tidak memperkenankan orangtua dan anak-anaknya berkunjung.

Untuk mengobati kangen kepada ketiga anaknya, saat istrinya berkunjung, Basuki menyempatkan diri menelepon mereka dengan telepon genggam istrinya.

DENGAN dukungan temannya dan pengalaman perjuangannya dahulu, Basuki lebih dapat menerima keadaan dan terus berupaya maksimal agar penahanan ditangguhkan atau setidaknya ditahan luar.

Berkali-kali dalam wawancara Basuki menilai apa yang menjadi keputusan penyidik dan kejaksaan sarat dengan kepentingan politik dan tidak hanya murni masalah hukum. Sebagai politikus, Basuki memahami pemanfaatan momen ini. "Hal itu wajar, dan bagi saya tidak ada masalah karena saya juga politisi," ujarnya.

Namun demikian, Basuki akan secara maksimal melakukan pembelaan baik di kejaksaan maupun pada saat pengadilan. "Saya maunya tidak hanya dibela pengacara. Gusti Allah juga harus membela...," katanya dengan penuh keyakinan akan dapat keluar dari jeratan hukum.

inu

No comments: