Monday, February 25, 2008

tenggulun v

KUMPUL bersama seluruh anggota keluarga saat Lebaran bukan suatu keharusan. Karena itu, sepinya perayaan hari kemenangan setelah satu bulan berpuasa lantaran seluruh anggota keluarga tidak dapat berkumpul, tidak mengurangi makna perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1423 H.

"Kami sudah terbiasa karena sejak dahulu anggota keluarga kami jauh terpencar," papar Khozin, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al Islam, Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan. Khozin saudara kandung Amrozi, Gufron, dan Ali Imron yang terkait dengan peledakan bom Bali mengatakan hal itu saat ditemui usai shalat Idul Fitri di rumahnya, Kamis (5/12/2002).

Namun, meskipun sudah terbiasa tidak berkumpul bersama seluruh anggota keluarga, Khozin tidak mampu menutup kesedihannya lantaran cobaan yang beruntun datang menimpa anggota keluarga besar pasangan Nurhasyim dan Tariyem. "Ada yang mengganjal dan kurang pas saat perayaan Lebaran tahun ini," papar Khozin.

Kesedihan itu juga dirasakan pasangan Nurhasyim dan Tariyem yang lantaran gangguan kesehatan tidak dapat beranjak dari rumahnya yang hingga saat ini masih dibalut garis polisi berwarna kuning. "Namun, pada saat saya datang sungkem, bapak (Nurhasyim-Red) dapat diajak berkomunikasi dan komunikasinya nyambung," ujar Khozin lirih.

Sepinya perayaan Idul Fitri 1423 H keluarga Nurhasyim dan Tariyem makin menjadi, lantaran mayoritas warga Desa Tenggulun, Kecamatan Solokura, Lamongan masih berpuasa. Mayoritas warga Desa Tenggulun merayakan Idul Fitri 1423 H, Jumat (6/12). "Meskipun sudah terbiasa, kali ini sepinya lebih terasa," papar Khozin.

PERASAAN sepi serupa dialami belasan santri Pondok Pesantren Al Islam yang sebulan terakhir menjadi perbincangan lantaran tertangkapnya Amrozi. "Sudah tiga tahun terakhir saya tidak pulang Lebaran. Namun, Lebaran kali ini sepinya lebih terasa," ujar seorang santri asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Bersama sembilan santri lain dari Manggarai yang setiap tahun tidak pulang, sepanjang Lebaran, para santri menghabiskan waktu dengan tidur di dalam asrama sambil berjaga-jaga. "Beberapa dari kami, usai shalat Id sempat ke rumah Ustad Suhadak untuk silaturahmi. Setelah itu kami kembali ke asrama," ujarnya.

Lantaran mayoritas warga Desa Tenggulun merayakan Idul Fitri satu hari lebih lambat, Shalat Id di halaman Pondok Pesantren Al Islam hanya diikuti sekitar seratus jemaah. Selain santri dan keluarga Khozin, yang turut Shalat Id adalah pengurus pesantren dan warga desa tetangga.

Ustad Zakaria, Pemimpin Pondok Pesantren Al Islam tidak tampak lantaran memilih merayakan Idul Fitri 1423 H bersama istri dan mertuanya di Surabaya. "Ustad Zakaria pamit sejak dua minggu lalu untuk merayakan Idul Fitri di Surabaya," ujar Khozin.

Meskipun terasa sepi dan kurang merasa "penuh" dalam merayakan Lebaran kali ini, Khozin dan juga seluruh santri Pondok Pesantren Al Islam mampu mengambil hikmah dari semua yang terjadi. "Tidak ada yang sia-sia. Semua yang dikehendaki dan diciptakan Allah pasti ada hikmah dan manfaatnya bagi manusia, termasuk yang kami alami sekeluarga," papar Khozin.

Apa hikmah dari bertubi-tubinya peristiwa yang menyeret-nyeret keluarganya, Khozin belum dapat memahaminya saat ini.

inu dan otw

No comments: