SIAPA menyangka kalau kecaman terhadap Orde Baru sepertinya hanya angin lalu saja. Ketika kesamaan pandang bertemu, maka persoalan permusuhan bisa berubah 180 derajat, kesan adanya musuh bebuyutan beberapa tahun lalu itu sepertinya juga tidak pernah ada.
SEPERTI yang terjadi pada Partai Kebangkitan Bangsa yang lahir pada masa reformasi sekarang berangkulan mesra dengan Partai Golongan Karya. Apakah koalisi ini hanya demi memuluskan cita-cita pasangan gubernur dan wakil gubernur dalam pemilihan 17 Juli mendatang, tidak pernah ada yang bisa membaca.
Bagaimanapun masih belum hilang dari ingatan, bagaimana Ketua Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid ketika masih menjabat Presiden RI ke-4 dilengserkan DPR-RI pimpinan Akbar Tandjung yang juga Ketua Umum Partai Golkar tahun 2000. Kekecewaan ini "berbuntut" pada pembakaran Kantor DPD Partai Golkar di Jalan A Yani, Surabaya, yang katanya dilakukan oleh massa PKB.
"Politik itu pertama-tama mengedepankan kepentingan. Karena itu kita juga selalu berubah sesuai dengan kepentingan yang akan kita capai," ujar Ketua F-PG DPRD Jatim Edy Wahyudi saat diminta komentarnya melalui telepon perihal bersatunya PKB dan Golkar pekan lalu.
Edy yang menjadi salah satu motor berpasangannya Abdul Kahfi dari PKB dengan Ridwan Hisjam dari Golkar menyangkal kalau apa yang dilakukan dua partai berbasis nasionalis dan religius itu adalah kepentingan sesaat. Pendapat senada dikemukakan juga Ketua F-KB DPRD Jatim yang juga Wakil Ketua DPW PKB Jatim Fathorrasjid. "Ini koalisi kelembagaan bersifat strategis karena kesamaan visi dan platform untuk membangun Jatim dan membangun bangsa lewat kesempatan terakhir yang dimiliki yaitu melalui Pemilu 2004," paparnya.
Pertanyaan serupa juga muncul di benak sejumlah warga Jatim ketika mendapati koalisi antara F-PDIP dengan F-Gab yang berasal dari delapan partai. Sulit memahami bagaimana PDI-P yang berbasis nasionalis berkoalisi dengan delapan partai yan memiliki basis beragam seperti agama dan pluralisme.
Tetapi itulah yang terjadi di Jatim. Kepentingan entah yang disebut sebagai kepentingan strategis, taktis, atau apa pun namanya, yang jelas kepentinganlah yang mengemuka. Kepentingan yang arahnya pada kekuasaan yang erat terkait dengan perolehan kertas suara pada Pemilu 2004.
YANG menarik dari perkembangan berikutnya adalah adanya rencana bergabungnya Partai Amanat Nasional dalam koalisi ini. Dalam tataran elite partai tingkat pusat, koalisi tiga partai yang ketika era reformasi saling menghujat ini sudah digagas lewat sejumlah pertemuan.
Di tingkat provinsi koalisi kelembagaan tiga partai ini juga sudah digagas dalam rangkaian upaya memenangkan pasangan Kahfi-Ridwan. Nampaknya baik Amien Rais, Abdurrahman Wahid maupun Akbar Tandjung sudah saling berkomunikasi, sekalipun tanpa harus melakukan pertemuan fisik bersama.
"Pertemuan tiga petinggi partai ini semula memang direncanakan dihadiri seluruh anggota F-PG dan F-KB DPRD Jatim yang jumlahnya 44 orang. Sudah ada konfirmasi kehadiran ketiga petinggi partai masing-masing," ujar Edy sebelum rencana pertemuan Senin malam dilaksanakan.
Klaim Edy diperkuat Fathorrasjid yang mengatakan sudah muncul pembicaraan di tingkat petinggi partai masing-masing. "Di antara para petinggi partai telah ada kesepakatan soal Jatim ke depan yang membutuhkan perubahan. Perubahan signifikan dapat terjadi jika ada perubahan kepemimpinan. Kesamaan visi dan platform di Jatim inilah yang menyatukan kami," ujarnya.
Fathorrasjid tidak menampik masih ada luka reformasi yang didera oleh masing-masing dari ketiga partai ini. Di tingkat massa PKB misalnya, luka lama kepada sosok Amien Rais yang menjadi motor pelengseran Gus Dur sulit dilupakan. Di tingkat massa Golkar juga masih menganga ingatan akan hujatan PKB dan PAN saat Pemilu 1999. Tetapi, semua luka yang menganga itu dilihat hanya sebagai seonggok masa lalu.
"Upaya yang kami bangun ini adalah sebuah langkah untuk melakukan rekonsiliasi. Kepentingan kita tidak hanya Jatim yang sesat, tetapi juga nasional yang lebih luas," ujar Fathorrasjid.
YANG menarik dari semua rencana penggalangan kekuatan itu sebenarnya adalah sosok Kahfi sendiri yang memiliki sisi-sisi yang aneh dan nampaknya ini yang diharapkan untuk bisa mengganjal perjalanan Imam Utomo. Gus Dur nampaknya sudah sangat kecewa dengan calon yang juga Gubernur Jatim itu menyusul beberapa kejadian sebelumnya, sehingga ia membutuhkan Kahfi untuk menghambatnya.
Bahkan menghadapi Imam sepertinya Gus Dur tidak mau main-main dan bahkan tidak ada kader PKB yang bisa ia percaya untuk menghadapi Imam. Sebagai calon gubernur Kahfi memang memiliki latar belakang yang cukup lengkap. Selain berlatar belakang militer, sama seperti Imam, ia juga mantan Wakil Gubernur DKI dan Wali Kota Jakarta Pusat yang diharapkan memiliki pengaruh di pemerintahan pusat.
Selain itu Kahfi juga putra asli Banyuwangi yang masih fasih bertutur Osing dan selama ini juga banyak mempromosikan kebudayaan Banyuwangi. Yang aneh lagi, Kahfi juga diisyukan memiliki "warna" Muhammadiyah dan hal terakhir ini bisa menguntungkan untuk mendekati kelompok PAN.
Sepertinya Kahfi bisa menjadi sarana pemersatu bagi tiga kelompok besar di Jatim dan bahkan ini bisa menjadi embrio bagi koalisi secara nasional. Tentu hal ini cukup menggentarkan upaya PDI-P yang berada di belakang Imam Utomo, selain juga bisa menjadi ancaman secara nasional.
Penggalangan kekuatan ini tidak urung membuat Wakil Ketua F-Gab DPRD Jatim Tamat Ansory Ismail mengeluh. Semua energi anggota DPRD Jatim seolah-olah dicurahkan hanya untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jatim saja. "Tidak ada komitmen anggota dewan kepada kepentingan rakyat banyak yang harus didengar aspirasinya," ujarnya. Sepertinya Pilgub Jatim menjadi sarana pemanasan bagi Pemilu 2004 mendatang.
inu
Monday, February 25, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment