Monday, February 25, 2008

usai demo

BANYAK dari kita dan juga para demonstran yang setiap hari memadati jalan-jalan protokol di wilayah Jawa Timur (Jatim) tidak mengetahui persis apa yang terjadi ketika suatu aksi unjuk rasa usai. Padahal, terdapat begitu banyak drama kehidupan yang mengalir bersamaan dengan usainya sebuah aksi unjuk rasa.

Sumawi (69) adalah salah satu bagian dari drama kehidupan yang mengalir usai sebuah aksi unjuk rasa berlangsung. Dengan modal topi penutup kepala dari panas terik matahari, pria kelahiran Sampang, Madura, ini dengan ketekunannya menyisir seluruh sudut Gedung DPRD Jatim.

Gayanya sedikit mirip dengan anggota Penjinak Bahan Peledak (Jihandak) Kepolisian Daerah (Polda) Jatim saat beraksi. Namun, apa yang dicarinya dengan penuh ketekunan sama sekali berbeda dengan yang dicari anggota Jihandak. "Saya hanya mencari kemasan gelas Aqua (air mineral) dan kardus-kardus yang dibiarkan berserakan usai aksi unjuk rasa," ujar Sumawi.

Karena tujuannya hanya mencari sisa-sisa kemasan gelas dan kardus, selama unjuk rasa digelar oleh sekitar 3.000 buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim, pria yang kulitnya legam karena terbakar sinar matahari ini hanya menunggu di salah satu sudut gerbang.

Ketika para pengunjuk rasa berangsur meninggalkan Gedung DPRD Jatim di Jalan Indrapura, Surabaya, Sumawi lantas bergegas masuk. Dengan cekatan, pria yang mengaku sudah memiliki tujuh cucu ini menyisir seluruh halaman Gedung DPRD. Dalam beberapa menit, ratusan gelas plastik kemasan air mineral sudah disusun bertingkat di tangan kanannya. Tangan kirinya menenteng dua kardus tempat gelas-gelas plastik kemasan air mineral itu.

"Tidak cukup banyak uang yang didapat dari mengumpulkan gelas-gelas plastik kemasan air mineral dan kardus. Tetapi, cukup lumayan untuk tambahan biaya hidup sehari-hari," kata Sumawi yang tinggal di Jalan Krembangan, Surabaya, bersama 13 sanak saudaranya.

Setelah seluruh halaman Gedung DPRD Jatim disisir selama sekitar setengah jam, Sumawi menaksir kira-kira mendapat tiga kilogram gelas plastik dan dua kilogram kardus. Dari barang-barang yang dikumpulkannya itu, Sumawi memperkirakan mendapat uang Rp 7.600 setelah menukarkannya ke pengepul. Perhitungannya, tiga kilogram gelas kemasan air mineral dihargai Rp 6.000, sementara dua kilogram kardus Rp 1.600.

BERBEDA dengan Sumawi, yang selain mendapatkan rezeki tambahan dengan adanya unjuk rasa, juga secara tidak langsung turut membantu petugas kebersihan, dengan usainya unjuk rasa, rezeki tambahan pun lantas diperoleh Ngatman (39), pedagang buah-buahan di halaman Gedung DPRD Jatim.

"Biasanya, jam segini baru dapat Rp 20.000. Tetapi, karena ramainya unjuk rasa dalam hari-hari terakhir ini, jam segini saya sudah dapat Rp 30.000," ujar Ngatman, menjelang tengah hari bersamaan dengan bubarnya unjuk rasa ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi SPSI Jatim.

Bersamaan dengan usainya unjuk rasa yang merupakan unjuk rasa dengan massa terbesar pascapengumuman kenaikan TDL, harga BBM, dan tarif telepon di DPRD Jatim, Ngatman yang mengaku berasal dari Madiun lalu menghitung recehan dan lembaran ribuan di laci gerobaknya. Setelah dihitung, uang yang terkumpul mencapai Rp 34.500 bersamaan dengan hampir habisnya buah-buahan yang dijajakannya.

Hal serupa dirasakan belasan pedagang makanan dan minuman yang mangkal di sekitar halaman Gedung DPRD Jatim. Meskipun sesaat, tambahan penghasilan lantaran maraknya aksi unjuk rasa di Gedung DPRD mereka syukuri. "Yah, lumayan. Biasanya saya harus kembali berkeliling selepas jualan di sini. Tetapi, dalam beberapa hari ini, tidak perlu lagi karena umumnya sudah hampir habis selepas dari ini," ujar Umar, pedagang gado-gado keliling di halaman Gedung DPRD Jatim.

SEMENTARA pengumpul gelas plastik kemasan air mineral dan kardus serta pedagang makanan dan minuman mendapat penghasilan tambahan, usainya unjuk rasa juga disambut gembira oleh ratusan aparat keamanan yang selama aksi unjuk rasa berlangsung memasang muka "angker" dengan pentungan dan senjata di tangan. Selesainya unjuk rasa merupakan saat yang sangat dinantikan karena sempat mengendurkan urat saraf.

"Dibandingkan pengunjuk rasa, energi yang kami keluarkan lebih banyak. Selain harus berjaga di tempat berlangsungnya unjuk rasa lebih awal, selama unjuk rasa berlangsung kami juga harus menahan emosi mendengar makian atau teriakan para pengunjuk rasa yang sering memanaskan telinga kami," ungkap seorang anggota polisi.

Ungkapan terus terang seorang anggota polisi yang mengaku baru selesai pendidikan itu benar adanya. Tawa canda dan keceriaan langsung terpancar sesaat setelah para pengunjuk rasa berangsur pergi. Ratusan anggota polisi, yang sebelumnya berdiri dengan sikap sempurna dan siap melakukan perintah atasan, lantas duduk dan bercengkerama. Karena banyak juga polisi wanita (polwan) yang diterjunkan, saat usai unjuk rasa mereka saling "menggoda".

Serupa dengan perasaan aparat penjaga keamanan, perasaan lega juga lantas disyukuri oleh ribuan pengguna jalan yang terganggu karena maraknya unjuk rasa di jalan-jalan utama padat kendaraan. Umpatan karena kekesalan lantas berkurang. Dan, ketika unjuk rasa usai, seribu drama kehidupan pun mengalir....

inu

No comments: