Monday, February 25, 2008

tenggulun iv

WARGA Tenggulun yang mengenal Amrozi, pelaku peledakan bom di Bali, menyebut namanya Rozi. Begitu juga Ustad Zakaria, pengasuh Pondok Pesantren Al-Islam, yang berlokasi tak sampai seratus meter dari rumah Amrozi.

"Benar Rozi itu bisa membetulkan mesin sepeda motor, juga bisa menservis handphone, tapi saya tidak yakin dia sampai bisa membuat bom. Saya cukup kenal dia, saya juga mengenal daya pikirnya," ujar Ustad Zakaria. Gambaran Amrozi di pemberitaan media televisi saat bertemu dengan Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar meruntuhkan gambaran seram yang sempat tertanam di benak orang. Pria jebolan SLTP itu sama sekali tidak terlihat sebagai pembantai 186 orang.

Amrozi anak keenam dari delapan bersaudara pasangan Nurhasyim (Bapak) dan Tarmiyem. Tujuh saudara kandungnya adalah Alimah, Afiah, Khozin, Ja'far Sodik, Ali Gufron, Amin Jabir (almarhum), dan Ali Imron. Selain tujuh saudara kandung, Amrozi memiliki lima saudara tiri, dari pernikahan ayahnya dengan Tarmiah. Kelimanya adalah Tafsir, Tasrifah, Sumiah, Naimah, dan Ali Fauzi.

Sebenarnya Khozin salah satu sosok terpenting dalam keluarga besar ini. Sebab Khozin-lah yang mewujudkan harapan keluarga ini mendirikan kembali Pondok Pesantren keluarga tahun 1993. Dulu, kakek dari Khozin kabarnya terpandang di masyarakat karena pernah memimpin sebuah pondok pesantren besar dan terkenal. Namun, entah karena alasan apa, pondok pesantren zaman kakek ini bubar. Lalu, Khozin mewujudkannya kembali.

Namun, lantaran tak satu pun dari anggota keluarga yang berlatar belakang pendidikan pondok pesantren, lantas Khozin meminta bantuan Ustad Zakaria, alumni Pondok Pesantren Ngruki untuk memimpin dan mengelola. Tentu saja pola pendidikan model Ngruki yang diterapkan di Al-Islam, Tenggulun. Begitu pun kuliah umum bagi santri diberikan oleh Ustad Abu Bakar Ba'asyir, yang sebagaimana lazimnya masyarakat pedesaan, lantas menjadi sumber panutan dan rujukan bagi para santri dan keluarga santri di Tenggulun. Nah Amrozi, adik Khozin, yang dikenal mbeling (nakal) dan juga bukan lulusan pesantren ini besar di tengah-tengah situasi ini.

Dari ke-13 saudara itu, yang aktif di Pondok Pesantren Al-Islam yang didirikan tahun 1993 di desa itu adalah Khozin dan Ja'far Sodik (keduanya pendiri) serta Ali Imron (adik kandung Rozi, pengajar di Al-Islam)) dan Ali Fauzi (saudara seayah lain ibu, pengajar juga). Amrozi tidak cukup aktif, menurut penuturan warga setempat.

Oleh beberapa tetangganya, Gufron yang tinggal cukup lama di Malaysia disebut-sebut juga sering ke pesantren itu sejak datang dari Malaysia tahun 2001. Namun, Gufron, yang kini juga dicari polisi tidak lagi menampakkan batang hidungnya. "Terakhir saya melihatnya dia di sini empat bulan lalu," ujar Maftuhin, warga di depan rumah Amrozi.

Berbeda dengan lima saudaranya yang aktif terlibat di pesantren, Amrozi tidak memiliki tempat khusus di dalamnya. "Amrozi bukan santri, bukan alumnus, bukan pengurus atau pengajar di sini. Dia juga bukan lulusan pondok pesantren mana pun," papar Zakaria.

Dalam pandangan ustad lulusan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Jawa Tengah tahun 1992 ini, penghayatan Amrozi mengenai Islam, tidak istimewa. Menurut Zakaria, patokannya sangat sederhana, Amrozi tidak pernah hadir shalat berjamaah saat subuh dan isya. Untuk waktu shalat lain, ia pun sering terlambat. "Dia lebih sering ke sini untuk mengajak saya makan sate di sebuah warung sate enak di Brondong dengan menumpang sedan miliknya," ungkap Zakaria.

Penghayatan Islam yang dinilai tanggung itu pun masih lebih baik dibanding sebelumnya, ketika Amrozi dikenal sebagai pemuda yang mbeling. "Perubahan terlihat setelah Amrozi pulang dari Malaysia tahun 1990-an. Ia tampak lebih beriman saat itu," papar Maftuhin.

Sementara di benak para santri yang beberapa kali bertemu dengan Amrozi, sosok pemuda berambut hitam lurus itu adalah sosok pemuda gaul. "Orangnya keren dan gaul. Sering kalau Shalat Dhuhur di pondok, ia mengenakan celana hawai. Di kalangan santri putri dia juga dikenal karena ganteng. Dia sering dijuluki mirip Duta, anggota pemusik Sheila On Seven, atau Alam, penyanyi Mbah Dukun," kata Amin (16), santri Al Islam sambil tersenyum.

MENGENAI keahlian Amrozi sebagai tukang di bengkel sepeda motor teruji sudah. Nama bengkelnya: "Jilbab Motor Plus". Di desa yang sinyal telepon genggam sangat susah ditangkap ini, Amrozi juga dikenal pandai memodifikasi antena pada handphone agar bisa dioperasikan di sana. Ia juga pengemar kendaraan modifikasi.

Tidak ada yang tahu persis dari mana keahlian Amrozi mengenai mesin kendaraan dan bongkar antena handphone itu didapat. "Yang saya dengar, Amrozi mengaku pernah mengikuti semacam kursus teknik di Surabaya," kata Zakaria.

Dengan sosok itulah, pengakuan Amrozi bahwa ia terlibat peledakan bom di Bali membuat mereka kaget. Pembeberan polisi soal kronologi dan bukti-bukti yang didapat, membuat mereka terguncang. "Getaran guncangan itu belum hilang hingga sekarang. Yang paling terguncang adalah istrinya, Khoiriyanah Khususiati atau biasa dipanggil Susi," kata Khozin.

Susi adalah istri ketiga bagi Amrozi. Ketika dinikahi Susi adalah janda dengan satu anak. Dari Susi, Amrozi mendapat satu anak. Dari dua perkawinannya sebelumnya, Amrozi dikarunia dua anak kandung dan satu anak tiri. Istri keduanya juga seorang janda beranak satu. Mengenai ketiga istrinya ini, tidak banyak orang yang tahu, sehingga polisi pun kebingungan mencari tempat tinggalnya.

Dilihat dari latar belakang keluarga, Amrozi termasuk keluarga terpandang di desanya. Nurhasyim ayahnya, yang saat ini hanya bisa terbaring lantaran stroke adalah mantan sekretaris desa (carik) puluhan tahun. Kakeknya seorang kiai pemimpin pesantren di desa yang sangat terpandang dengan jumlah santri banyak.

Dalam perjalanan waktu, kejayaan keluarga besar Amrozi surut tanpa alasan yang jelas. Satu-satunya harapan yaitu Ja'far Sodik yang menjadi carik beberapa tahun pun dilengserkan oleh pembantu bupati Lamongan karena desakan warga desa tahun 1996. "Ja'far Sodik tersandung Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan dipenjara dua bulan," ujar seorang staf Kecamatan Solokuro.

Lantaran oleh mayoritas penduduk desa Amrozi dan keluarganya kurang "diterima" karena aliran Islam yang dihayati keluarga ini sedikit berbeda, dimotori Khozin dan Ja'far, dirintislah pendirian Al Islam. "Waktu itu Haji Khozin datang ke Ngruki untuk minta tenaga pengajar. Karena saya sedang ada di Glagah, Lamongan, Ustad Farid Ma'ruf (pemimpin Ngruki saat itu-Red) meminta saya membantu Haji Khozin mendirikan pesantren," papar Zakaria.

Di Pondok Pesantren Al-Islam yang memiliki 150 santri ini, Amrozi sering bertandang untuk shalat berjamaah saat berada di rumah yang jaraknya sekitar 500 meter dari pesantren itu.

Jadi, dari mereka yang sering bertemu dan berbincang dengan Amrozi, kesan yang membekas mengenai pemuda Desa Tenggulun ini tidak lebih dari pemuda gaul yang suka makan sate. Artinya, jauh dari pengakuan Amrozi, terlibat dalam peledakan bom Bali, seolah-olah dia seorang agen penyusup berdisiplin tinggi yang bisa mengorganisasi atau terlibat dalam sebuah organisasi kejahatan.

inu dan ody

No comments: