Monday, February 25, 2008

sumenap ii

TERLETAK di bagian paling timur Kabupaten Sumenep, kabupaten paling timur di Pulau Madura, Jawa Timur (Jatim), hamparan pasir putihnya terasa lembut di telapak kaki. Dipadu sejuknya udara dari rimbun dan hijaunya hutan cemara udang (casuaraina equsetifolia), membuat kaki terpaku dan enggan beranjak dari Pantai Lombang. Perjalanan jauh berliku sekitar 30 kilometer ke arah timur dari pusat Kota Sumenep dengan kendaraan taksi (angkutan kota-Red) carteran ala kadarnya langsung terobati saat mata disuguhi keindahan alam pantai di Desa Lombang, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep ini.

Kelelahan dan rasa pegal di badan segera hilang, terlebih saat tiba di pantai yang menghadang Laut Jawa itu ditemani segarnya buah kelapa muda. "Di antara seluruh pantai di Pulau Madura dan mungkin juga Pulau Jawa, Pantai Lombang merupakan yang terbaik dari segi keindahan dan keunikannya," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep I Zulkarnain.

Di antara 31 obyek dan daya tarik wisata (ODTW) di kabupaten seluas sekitar 2.000 kilometer persegi ini, Pantai Lombang menjadi tempat paling favorit warga Sumenep melepas kepenatan di tengah langkanya tempat hiburan.

"Hampir setiap bulan saya ke sini, sesering saya pergi ke kota," ungkap Zaini (17), jebolan sebuah pesantren di Sumenep ketika sedang asyik bercengkerama dengan teman-temannya di bawah rimbunnya cemara udang. Lantaran seringnya pergi ke pantai itu, Zaini yang kini membantu orangtuanya bertani, hafal betul perubahan Pantai Lombang dari tahun ke tahun. Zaini masih ingat betul keelokan pantai yang kini mulai pudar dan hampir hilang jika tidak segera diselamatkan.

"APARAT pemerintah tidak berbuat apa-apa menyaksikan lenyapnya perlahan-lahan hutan cemara udang yang menjadi pengikat keindahan Pantai Lombang," ujar Sekretaris Dewan Kesenian Sumenep dan aktivis lingkungan, Banusabeta (28), dengan kecewa.

Melihat kondisi pantai yang mulai terasa gersang di beberapa bagian, saat ditemui di Pantai Lombang, Banusabeta bersama delapan pemuda Sumenep yang tergabung dalam Generasi Harapan Orang Tua (GHOT) baru selesai menanam ratusan pohon berbagai jenis di beberapa bagian pantai yang mulai terasa gersang.

"Sia-sia menunggu pemerintah bertindak. Perhatian pemerintah hampir tidak ada untuk kelestarian pantai. Apa lagi pengembangannya ke depan," papar Banusabeta.

Kekhawatiran lenyapnya keelokan pemandangan pantai dan kekecewaan pada pemerintah kabupaten (pemkab), keluhan pencinta pemandangan alam cukup beralasan dikemukakan. Saat Kompas berada di Pantai Lombang, dalam empat jam saja, puluhan batang cemara udang diangkut bersama akar-akarnya dengan kendaraan bak terbuka (pikup).

Karena beratnya cemara udang yang berusia puluhan dan bahkan ratusan tahun itu, satu batang harus dipikul empat orang dengan dua batang bambu panjang.

Tidak hanya itu, beberapa pria yang mengaku diberi upah mendongkel puluhan batang cemara udang, juga "menjarah" pasir pantai ke bak kendaraan. "Pasir dipakai menumbuhkan cemara sebelum dijual ke Jawa," jelas seorang dari mereka dengan tatapan curiga.

Dikonfirmasi adanya pencurian dan perusakan lingkungan ini, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pantai Lombang Aries Sumantri justru berujar pasrah, "kegiatan macam itu sudah berlangsung sejak tujuh tahun terakhir bersamaan dengan maraknya tren bonsai cemara udang di sejumlah kota di Jawa."

Ditanya upaya Pemkab Sumenep mencegah meluasnya pencurian dan perusakan lingkungan ini, Aries mengangkat kedua tangannya dan menyuruh bertanya ke Bagian Hukum Pemkab Sumenep yang mengeluarkan izin pengambilan cemara udang untuk dibudidayakan.

"Ada rencana dari pemerintah membuat perda mengenai pemanfaatan cemara udang itu," jelas Kepala Sub-Bagian Perundang-undangan Sumenep Achmad Sarbini. Selama ini, budidaya cemara udang diperkenankan asalkan tidak merusak lingkungan. Untuk mengontrol hal itu, Bagian Hukum Pemkab Sumenep mengeluarkan izin untuk membudidayakannya.

Namun, diakui Sarbini, surat izin sebagai alat kontrol itu sering tidak dimiliki mereka yang membabi buta menjarah hutan cemara udang di Pantai Lombang. Karena langka (hanya tumbuh alami di Sumenep dan Jepang), harga per batang dapat mencapai jutaan rupiah.

Melihat kenyataan ini, Zulkarnain sebagai pengelola ODTW ini hanya bisa pasrah. "Kalau sudah masuk pada tindak pidana, aparat kepolisian yang harusnya menindak," ujarnya.

APA yang terjadi di Pantai Lombang adalah cerminan dari sikap "masa bodoh" penyelenggara pemerintahan daerah selepas reformasi dan otonomi daerah digulirkan. Sampai sekarang, tak ada konsep matang dan menyeluruh mengenai pembangunan, khususnya sektor pariwisata yang sangat potensial di Sumenep.

Selain Pantai Lombang, Sumenep memiliki Pantai Slopeng yang khas dengan "benteng gunung pasir putih" setinggi 15 meter dan pohon kelapa yang tegak rapi berjajar. Di pantai yang terletak 20 kilometer arah barat Kota Sumenep, tak ada sentuhan untuk membuat pengunjung betah dan datang kembali ke Slopeng.

Minimnya perhatian untuk mengembangkan potensi daerah ini, diungkapkan mantan anggota DPRD Sumenep di masa Orde Baru yang saat ini menjabat salah satu kepala unit di Sumenep dan enggan disebut namanya.

"Tidak terlihat pembangunannya. Banyak dana justru dikeluarkan untuk biaya politis bersama anggota DPRD yang terhormat, bukan pembangunan sarana dan prasarana umum untuk masyarakat," paparnya kecewa.

Melihat kembali Sumenep lima tahun terakhir, tak ada pembangunan yang menonjol dan pantas dibanggakan. Otonomi daerah tidak membuat pembangunan makin nyata, justru sejumlah potensi seperti wisata dibiarkan merana bahkan terkesan disia-sia.

inu

No comments: